Asysyariah
Asysyariah

komentar dan fatwa ulama seputar masalah palestina

3 tahun yang lalu
baca 12 menit
Komentar dan Fatwa Ulama Seputar Masalah Palestina

Syaikh Muhammad Basyir al-Ibrahimi[1] mengatakan,

“Sesungguhnya, Palestina adalah titipan Nabi Muhammad kepada kita, amanah Umar bin al-Khaththab yang berada dalam tanggungan kita, dan perjanjian Islam yang terletak di leher-leher kita. Jika Yahudi mengambilnya dari kita sementara kita ini adalah sekumpulan (umat), benar-benar kita merugi.”

Beliau juga mengatakan,

“Alangkah meruginya Palestina… Apakah orang yang tidak memilikinya yang menjualnya, dan orang yang tidak berhak terhadapnya yang membelinya? Alangkah terhinanya Palestina .…

Mereka mengatakan bahwa Palestina adalah tempat ibadah tiga agama samawi dan kiblat ketiga agama tersebut. Apabila apa yang mereka katakan itu benar—dan itu memang benar—tentu orang yang paling berhak mendapatkan amanah terhadapnya adalah bangsa Arab. Sebab, mereka adalah kaum muslimin, sementara Islam menghendaki penghormatan terhadap kitab-kitab samawi dan ahli kitab serta mengharuskan beriman kepada seluruh nabi dan rasul. Islam juga menjamin pelaksanaan syiar Yahudi dan Nasrani.

Bukankah Yahudi mendustakan para nabi dan membunuh mereka serta menyalib—menurut pengakuan mereka–Nabi Isa yang benar, serta mengusir para sahabatnya dari Palestina, lagi kafir terhadap Nabi Muhammad setelah keterangan-keterangan datang kepada mereka?” (Majalah al-Basha`ir, edisi 22 tahun 1948 M, dinukil dari buku as-Salafiyyun wa Qadhiyatu Filistiin)

Syaikh Ahmad Syakir[2] mengatakan,

“Sesungguhnya, Inggris telah mewariskan besi (kekerasan) dan api (permusuhan) di Palestina untuk melindungi permasalahan yang merugikan dan untuk membela umat yang tidak akan tegak, serta tidak akan memiliki daulah (negara)….

Sesungguhnya, orang-orang yang hina itu (Yahudi), telah Allah tetapkan pada mereka untuk selalu terusir. Nabi Muhammad telah mengusir mereka dari kota Madinah. Lalu Umar al-Faruq mengusir mereka dari Hijaz. Kemudian, muslimin mendiamkan mereka, bahkan melindungi mereka saat mereka tertekan dan lemah. Ketika mereka kembali kepada jalan hidup mereka, yaitu kejahatan dan permusuhan, Allah pun akan mengembalikan pengusiran itu. Mereka pun terusir oleh Jerman dan Italia dari negeri mereka. Dan akhir perjalanan mereka—insya Allah—adalah kaum muslimin akan mengusir mereka dari seluruh negeri Islam ….

Sungguh, tokoh petinggi Muhammad Ali Alubah Basya dalam muktamar kemarin mengatakan kalimat yang saya harap selalu kita ingat, ‘Hendaknya Yahudi mengetahui, jika mereka bergembira saat ini dengan kemenangan yang bersandar kepada ‘tombak’ yang bukan milik mereka, mereka niscaya akan kalah saat ‘tombak’ ini hilang dari mereka. Peristiwa-peristiwa yang tercatat dalam sejarah telah banyak. Pada kesempatan yang akan datang, tidak diragukan lagi. Barang siapa memberi peringatan, dia telah mendapat hujah…’.”

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Pertanyaan:

Bagaimanakah solusi untuk masalah Palestina yang semakin hari semakin rumit dan ganas?

Jawaban:

Sesungguhnya, seorang muslim demikian banyak tersakiti dan prihatin sekali dengan memburuknya masalah Palestina, dari keadaan yang buruk ke arah yang lebih buruk. Semakin hari semakin runyam. Hingga sampailah pada kondisi (seperti) di masa-masa akhir ini, dengan sebab perselisihan negara-negara tetangganya dan tidak teguhnya mereka dalam satu barisan untuk menghadapi musuhnya, serta tidak konsistennya mereka dengan hukum Islam yang dengan itulah Allah kaitkan kemenangan mereka. Dengan itu jugalah Allah menjanjikan pemeluknya untuk menggapai kepemimpinan dan kemapanan di muka bumi.

Hal itu mengindikasikan bahaya besar dan dampak yang berbahaya bilamana negara-negara tetangga itu tidak segera menyatukan barisan mereka lagi dari awal, serta konsisten dengan hukum Islam dalam menghadapi masalah yang telah menjadi persoalan mereka dan persoalan dunia Islam seluruhnya ini.

Di antara yang perlu saya garis bawahi pada kesempatan ini bahwa masalah Palestina adalah masalah Islam, sejak awal hingga akhirnya. Namun, musuh-musuh Islam berupaya kuat untuk menjauhkan masalah ini dari garis Islam. Mereka memahamkan kepada kaum muslimin yang bukan bangsa Arab bahwa itu hanya masalah orang Arab. Tidak ada kaitannya dengan non-Arab. Pada taraf ini, tampaknya upaya mereka berhasil.

Oleh karena itu, saya menilai tidak mungkin (kita) sampai pada titik penyelesaian masalah tersebut kecuali dengan memandang bahwa itu adalah masalah Islam, disertai kerja sama antara sesama muslim dalam menyelamatkannya, serta berjihad melawan Yahudi dengan jihad yang Islami. Dengan demikian, bumi (Palestina) dikembalikan kepada pemiliknya dan warga Yahudi itu pun pulang kembali ke negara asalnya. Sementara itu, penduduk asli Yahudi tetap tinggal di negeri mereka di bawah hukum Islam, bukan hukum komunis atau sekuler.

Dengan itu, kebenaran akan menang dan kebatilan akan terhina, serta pemilik negeri tersebut kembali ke negeri mereka di atas hukum Islam, bukan yang lain. Allah-lah yang memberi petunjuk.” (Diambil kumpulan fatwa beliau dengan subjudul Yajibu Tahkim asy-Syar’i fil Khathifin)

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah juga mengatakan,

“Telah saya jelaskan di sana (surat kabar al-Muslimun, 19/8/1415 H bertepatan dengan 20/1/1995 M) bahwa yang wajib dilakukan adalah berjihad melawan kaum musyrikin dari kalangan Yahudi dan yang lainnya apabila ada kemampuan, hingga mereka masuk Islam atau membayar jizyah (semacam upeti) jika mereka memang pantas diambil jizyah dari mereka. Hal ini sebagaimana ditunjukkan oleh ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi.

Namun, ketika kaum muslimin tidak mampu melakukannya, tidak mengapa dilakukan perjanjian damai yang menguntungkan kaum muslimin serta tidak menistakan mereka. Hal ini dalam rangka mencontoh Nabi shallallahu alaihi wa sallam baik dalam peperangan atau perdamaiannya, serta dalam rangka berpegang dengan dalil-dalil syariat yang bersifat umum maupun khusus dalam masalah ini, serta berhenti padanya. Inilah jalan keselamatan serta jalan kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia maupun akhirat.” (Majalah al-Mujtama’ edisi 1140 tanggal 6/10/1415)

Pertanyaan:

Apa hukum orang yang memasang bom pada tubuhnya, dengan tujuan membunuh sekelompok orang Yahudi?

Jawaban:

Pandangan saya—dan kami telah peringatkan masalah itu bukan hanya sekali—bahwa ini tidak benar, karena termasuk bunuh diri. Sementara itu, Allah berfirman,

وَلَا تَقۡتُلُوٓاْ أَنفُسَكُمۡۚ

“Dan janganlah kalian membunuh diri kalian.” (an-Nisa: 29)

Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِشَيْءٍ عُذِّبَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Barang siapa membunuh dirinya dengan sesuatu, dia akan diazab dengannya pada hari kiamat.”

(Seseorang hendaknya) berusaha untuk menjaga dirinya. Apabila disyariatkan jihad, hendaknya dia berjihad bersama muslimin. Apabila dia terbunuh, alhamdulillah.

Adapun dia membunuh dirinya dengan memasang ranjau/bom pada dirinya hingga terbunuh bersama mereka atau melukai dirinya bersama mereka, (adalah) salah, tidak diperbolehkan. Berjihad dilakukan ketika disyariatkan jihad bersama muslimin.

Adapun yang dilakukan oleh para pemuda Palestina, itu salah, tidak boleh. Yang wajib mereka lakukan adalah berdakwah kepada jalan Allah, taklim, dan bimbingan serta nasihat tanpa melakukan perbuatan tersebut. (Dinukil dari buku Fatawa al-A`immah fin Nawazil al-Mudlahimmah, hlm. 179)

Fatwa Syaikh Rabi’ bin Hadi[3]

Pertanyaan:

Anda menjawab bahwa jihad terbagi menjadi dua, jihad thalab (yang bersifat menyerang—ofensif) dan Anda telah menerangkannya dengan keterangan yang cukup, walhamdulillah. Tinggal bagian yang kedua, seandainya Anda berkenan untuk menjawabnya. Jazakumullah khairan.

Jawaban:

Jihad daf’i (bersifat mempertahankan diri—defensif) yang telah dibicarakan oleh ulama dan ditetapkan oleh mereka bahwa itu hukumnya fardu ain… Apa itu artinya? Artinya, ketika musuh-musuh Islam menjajah salah satu negeri muslimin, penduduk negeri itu wajib bangkit membendung musuh ini dan mengusirnya dari negeri mereka. Hendaknya mereka terus melawan selama jumlah mereka tidak kurang dari setengah jumlah musuh yang memerangi dan menjajah. Apabila jumlah mereka kurang dari jumlah ini, negara tetangganya wajib ikut serta dalam jihad. Dan itu menjadi fardu ain atas mereka dan seluruh masyarakat Islam untuk bekerja sama dengan mereka semampunya.

Akan tetapi, mereka harus mempersiapkan segala sesuatunya. Mereka harus melakukan persiapan untuk mengusir musuh. Bukan seperti keadaan Palestina sekarang. Penduduk Palestina belum menggelar persiapannya. Bahkan, masyarakat Arab Islam yang bertetangga dengannya juga belum melakukan persiapan untuk mengusir musuh-musuh Allah baik dari kalangan Yahudi dan yang lainnya. Saat Yahudi menjajah Palestina, muncullah syiar-syiar jahiliah, nasionalisme, sosialisme, dan seterusnya. Seharusnya, mereka bertobat kepada Allah dari hal itu, dan kembali kepada-Nya agar berhak mendapatkan janji Allah berupa pertolongan-Nya atas musuh-musuh Allah.

Baca juga: Mengapa Tidak Mendapat Pertolongan Allah?

Akan tetapi, mereka justru menyambut ideologi-ideologi ini, nasionalisme, sosialisme, ba’ts dan seterusnya. Golongan-golongan seperti tidak akan mendapat kemenangan. Jihad mereka tidak Islami. Oleh karena itu, jihad di Palestina sampai sekarang bukanlah jihad yang Islami, tetapi atas nama nasionalisme dan kebangsaan.[4]

Jika kaum muslimin kembali kepada jalan Allah dan bertobat kepada-Nya lalu mereka mentarbiyah diri mereka, anak-anak mereka, dan pasukan mereka di atas tauhidullah yang murni serta terdidik di atas jihad demi menegakkan kalimat Allah supaya tinggi, ketika itulah insya Allah mereka dapat mengusir musuh itu.

Realitas Palestina sekarang, (mereka) memerangi musuh yang cukup berbahaya ini, yang bersenjatakan teknologi tercanggih dan mutakhir dengan didukung oleh negara-negara Eropa dan Amerika. Sementara itu, Palestina tidak ada yang mendukung mereka, satu negara pun. Maka dari itu, pandangan saya bahwa termasuk sikap terburu-buru dan tidak cerdas apabila engkau perangi musuh tersebut dengan bebatuan (intifadha, -ed.). Termasuk kebodohan yang ditolak Islam dan ditolak orang yang berakal, saat musuhmu menggunakan senjata yang paling ampuh dan canggih, pesawat tempur, tank, rudal, nuklir, dan seterusnya, sementara engkau tidak punya kecuali batu, lalu engkau lawan dengannya.

Saya berpandangan, sekarang apabila musuh menyerang rumah-rumah penduduk yang aman dan keluarga mereka, mereka wajib membela diri. Sampai-sampai, saya ditanya oleh orang Palestina, “Apabila mereka (musuh) menyerang kami, apa yang kami lakukan?”

Saya jawab, “Perangi mereka jika mereka menyerangmu dan keluargamu. Lawan dengan segala yang engkau bisa, baik dengan batu atau tongkat, sampai pun dengan kuku-kuku dan gigi-gigimu.”

Saya katakan, rakyat Palestina ini, kalian jangan mencoba menyulut musuh ini sementara kalian dalam keadaan selemah-selemahnya. Dalam derajat kelemahan terendah, janganlah kalian memanasi mereka. Mulailah dengan taklim, didiklah dengan manhaj Islam yang benar, niscaya Allah akan menjadikan jalan keluar dan solusi untuk kalian. Allah berfirman,

وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجۡعَل لَّهُۥ مَخۡرَجًا

“Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar.” (ath-Thalaq: 2)

Baca juga: Jihad Harus Didasari Ilmu

Kalian wajib mengikhlaskan niat dan wajib mentarbiyah diri dan anak kalian di atas tauhidullah sehingga kalian mendapatkan hak kemenangan dari Allah. Lalu, siapkan persenjataan ketika kalian mengangkat bendera jihad, niscaya Allah akan menolong kalian.

Inilah yang bisa saya sampaikan seputar jihad ini. Aku memohon kepada Allah tabaraka wa ta’ala agar memberikan taufik-Nya kepada kaum muslimin untuk bertobat kepada Allah dan kembali kepada-Nya, agar Allah mengangkat kehinaan ini dari mereka. Kejayaan, pertolongan, dan lenyapnya kehinaan, itu semuanya tergantung pada kembalinya mereka kepada jalan Allah secara benar, (jalan) yang dibawa oleh Nabi Muhammad.

Apabila ini terwujud, insya Allah kaum muslimin akan diberi mahkota kemenangan pada pertempuran manapun yang mereka lakukan melawan musuh Allah.

وَلَوۡ قَٰتَلَكُمُ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ لَوَلَّوُاْ ٱلۡأَدۡبَٰرَ ثُمَّ لَا يَجِدُونَ وَلِيًّا وَلَا نَصِيرًا ٢٢ سُنَّةَ ٱللَّهِ ٱلَّتِي قَدۡ خَلَتۡ مِن قَبۡلُۖ وَلَن تَجِدَ لِسُنَّةِ ٱللَّهِ تَبۡدِيلًا ٢٣

“Dan sekiranya orang-orang kafir itu memerangi kamu pastilah mereka berbalik melarikan diri ke belakang (kalah) kemudian mereka tiada memperoleh pelindung dan tidak (pula) menolong. Sebagai suatu sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tiada akan menemukan perubahan bagi sunnatullah itu.” (al-Fath: 22—23)

Ini adalah sunnatullah, tidak akan meleset selamanya. Sunnatullah al-kauniyah (ketetapan Allah pada alam ini). Apabila kita lakukan sunnatullah yanag syar’iyah (ketetapan Allah berupa syariat-Nya) yang kita diminta melakukannya, niscaya akan datang sunnatullah al-kauniyyah, yaitu janji Allah berupa mendapatkan kemenangan atas musuh.

Baca juga: Mengembalikan Kejayaan Umat

Maka dari itu, apabila kalian sungguh-sungguh memerangi Yahudi dan selain mereka, hendaknya memakai senjata ini, senjata akidah. Setelah itu, baru senjata fisik. Adapun sekarang, senjata iman dalam keadaan lemah—saya tidak mengatakan tidak ada—lemah sekali. Jauh dari tingkatan yang diinginkan. Sementara itu, senjata fisik tidak ada. Kalau begitu, belum tiba waktunya berjihad…

Adapun persatuan Arab yang berlandaskan nasionalisme Arab, kebangsaan jahiliah, (Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda),

“Bukan dari golongan kami orang yang mengajak kepada ashabiyah (fanatik kesukuan) atau berperang karena ashabiyah, atau berperang di bawah bendera ‘immiyah (kesesatan).”

Bendera ‘immiyah yang tergabung padanya Nasrani, Yahudi yang punya toleransi, komunis, dan kaum sekuler. Ini jika kita mengangkat bendera kearaban.

Orang yang mengangkat bendera ini apakah menjadi syahid?! Sekali-kali tidak! Orang yang berperang agar kalimat Allah menjadi tinggi, itulah yang di jalan Allah. Demi Allah, Yahudi dan Nasrani benar-benar bertepuk tangan terhadap identitas kearaban. Sebab, mereka paham benar bahwa tidak akan mengalahkan mereka kecuali Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Islam yang dengannya terbukalah daerah-daerah di dunia ini. Islam yang dengannya pemeluknya menang di atas segala bangsa dan agama ….” (Kaset audio Aqwal ‘Ulama fil Jihad al-Mu’ashir)


Catatan Kaki

[1] Salah seorang anggota Jum’iyah Ulama di Aljazair.

[2] Seorang pakar hadits sekaligus hakim di Mesir.

[3] Mantan Ketua Jurusan As-Sunnah pada Fakultas Hadits, Universitas Islam Madinah.

[4] Anehnya, pada 1946 Hasan al-Banna justru berceramah di hadapan tim gabungan Amerika dan Inggris dalam urusan Palestina, yang di antara isinya,

“Sisi yang akan saya bicarakan adalah sebuah titik yang sederhana dari sisi pandang agama. Sebab, titik ini bisa jadi tidak dipahami oleh Barat. Oleh karena itu, saya hendak menjelaskannya dengan ringkas. Saya tetapkan bahwa permusuhan kami dengan Yahudi bukan dari sisi agama, karena Al-Qur’an menganjurkan untuk bersahabat dan berkawan dengan mereka. Islam adalah syariat kemanusiaan sebelum syariat kebangsaan. Selain itu, Al-Qur’an telah memuji mereka dan menjadikan antara kita dengan mereka ikatan…

Ketika kami menentang hijrah Yahudi dengan segala kekuatan kami, adalah karena hal tersebut mengandung bahaya secara politis dan merupakan hak bagi kami, Palestina menjadi negara Arab.” (Ikhwanul Muslimin Ahdatsun Shana’at Tarikh)

Baca juga: Meluruskan Cara Pandang Terhadap Jihad

Ternyata ideologi ini diwarisi oleh Dr. Yusuf al-Qaradhawi. Dia mengatakan,

“Jihad kami melawan Yahudi bukan karena mereka Yahudi. Sebagian saudara yang menulis dalam masalah ini dan berbicara tentangnya menganggap bahwa kita memerangi Yahudi karena mereka itu Yahudi. Kami tidak memandang demikian. Karena itu, kita tidak memerangi Yahudi disebabkan urusan akidah, tetapi karena urusan tanah. Kita tidak memerangi orang kafir karena mereka itu orang kafir, tetapi karena mereka telah merampas tanah dan negeri kita serta mengambilnya dengan cara yang tidak benar.” (Majalah ar-Rayah edisi 4696, 24 Sya’ban 1415 H, bertepatan dengan 25 Januari 1995 M, dinukil dari buku Dhalalat al-Qaradhawi hlm. 8)