Jama’ah Jum’at yang mudah-mudahan senantiasa dirahmati Allah l, Marilah kita senantiasa meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah l. Yaitu dengan senantiasa bersemangat dalam mempelajari agama-Nya serta mengamalkannya. Karena dengan bertakwa kepada-Nya, Allah l akan menambahkan kepada kita ilmu yang bermanfaat serta memberikan kepada kita bimbingan dan petunjuk-Nya. Allah l berfirman:
“Dan bertakwalah kepada Allah, maka Allah akan mengajarkan kepada kalian ilmu dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (Al-Baqarah: 282)
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah, Ketahuilah, bahwasanya Allah l dalam banyak firman-Nya telah menceritakan kepada kita tentang kisah para nabi dan rasul-Nya. Dan Allah l telah memberitakan kepada kita bahwa pada kisah-kisah tersebut mengandung pelajaran yang sangat berharga bagi orang-orang yang mau merenungkannya. Hal ini sebagaimana tersebut dalam firman-Nya:
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu (yaitu para nabi) terdapat pengajaran orang-orang yang mempunyai akal. Al-Qur`an itu bukanlah cerita yang dibuatbuat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, serta sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Yusuf: 111)
Hadirin rahimakumullah, Di antara kisah penting yang Allah l sebutkan adalah kisah tentang Nabi- Nya, Musa q. Bahkan kisah ini Allah
l sebutkan secara berulang-ulang dalam berbagai surat dalam Al-Qur`an. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya kisah ini untuk diketahui dan dipelajari. Kisah ini menceritakan tentang binasanya seorang penguasa dzalim yang diberi gelar Fir’aun. Disebutkan dalam kisah tersebut, Fir’aun adalah penguasa yang berbuat semena-mena dan dzalim kepada sebagian penduduknya. Dia bagi penduduknya menjadi dua golongan untuk kemudian memperlakukannya dengan tidak adil. Dia muliakan golongan yang berasal dari bangsanya dengan diberi kebebasan untuk melakukan apa yang mereka suka. Dan dia hinakan golongan lainnya, yaitu yang berasal dari Bani Israil yang pada saat itu mereka adalah sebaik-baik manusia. Terlebih setelah sampai berita kepada Fir’aun akan datangnya seorang dari keturunan Bani Israil yang akan menjadi sebab runtuhnya kekuasaannya. Segeralah dia mengutus orang-orangnya untuk membunuh setiap bayi laki-laki dari Bani Israil yang dilahirkan pada masa itu. Hal ini sebagaimana tersebut dalam firman-Nya:
“Sesungguhnya Fir’aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya bergolonggolongan, menindas segolongan dari mereka (yaitu Bani Israil), menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuannya. Sesungguhnya Fir’aun termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Al-Qashash: 4) Ketika Musa q lahir pada waktu itu, ibunya pun mengkhawatirkan keselamatan putranya. Namun Allah l menghendaki Musa q selamat dari kedzaliman Fir’aun dan bala tentaranya. Bahkan Musa q akhirnya hidup di tengah-tengah keluarga Fir’aun. Makan dan minum serta berpakaian juga mengendarai kendaraan sebagaimana yang digunakan oleh keluarga Fir’aun. Begitulah kekuasaan Allah l, sehingga orang yang akan dijadikan sebagai sebab
runtuhnya kekuasaan Fir’aun, justru hidup dan besar di lingkungan keluarganya. Saudara-saudaraku kaum muslimin rahimakumullah, Sesungguhnya pertolongan Allah l kepada wali-wali-Nya dari kalangan orang-orang yang beriman adalah pertolongan yang akan datang pada setiap masa dan setiap tempat di manapun mereka berada. Dengan pertolongan tersebut, Allah l tampakkan kebenaran dan Allah l hinakan kebatilan. Disebutkan dalam kisah tersebut, bahwa kemudian Allah l menjadikan Musa q sebagai rasul-Nya. Namun ketika Allah l
mengutus Musa q untuk mendakwahi Fir’aun dan pengikutnya serta memerintahkan mereka untuk beriman kepada Allah l dan Rasul-Nya, Fir’aun pun menolaknya bahkan dengan sombongnya mengatakan:
“Akulah tuhan kalian yang maha tinggi.” Allah l menyebutkan dialog antara Musa q dengan Fir’aun dalam firman-Nya:
Fir’aun bertanya: “Siapa Rabb semesta alam itu?” Musa menjawab: “Rabb Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di antara keduanya (itulah Rabbmu), jika kamu sekalian (orang-orang yang) memercayai- Nya.” Berkata Fir’aun kepada orang-orang sekelilingnya (dengan nada mengejek): “Apakah kalian tidak mendengarkan?” Musa berkata (pula): “(Dia adalah) Rabb kalian dan Rabb nenek-nenek moyang kalian yang dahulu.” Fir’aun berkata: “Sesungguhnya Rasul kalian yang diutus kepada kalian benar-benar orang gila.” Musa berkata: “Rabb yang menguasai timur dan barat serta apa yang ada di antara keduanya, (itulah Rabb kalian) jika kalian mempergunakan akal.” Fir’aun berkata: “Sungguh jika kamu menyembah Ilah selainku, benar-benar aku akan menjadikan kamu salah seorang yang dipenjarakan.” (Asy-Syu’ara: 23-29) Hadi r in yang mudah-mudahan dirahmati Allah l, Di dalam ayat tersebut, Allah l tampakkan kebenaran yang dibawa oleh utusan-Nya dengan hujjah dan keterangan yang sangat jelas. Adapun Fir’aun, tidaklah keluar dari mulutnya kecuali kata-kata ejekan dan ancaman serta tuduhan yang tidak berlandaskan bukti. Sehingga ketika Fir’aun mengatakan kepada pengikutnya dengan menuduh Musa q sebagai orang yang gila, Allah l tampakkan bahwa Fir’aun dan para pengikutnyalah yang sesungguhnya adalah orang-orang yang tidak berakal.
Karena mereka mengingkari sesuatu yang sangat jelas kebenarannya yang mereka tidak bisa membantahnya. Demikianlah pertolongan Allah l kepada orang-orang yang bertakwa. Allah l karuniakan kepada mereka ilmu sehingga bisa mengungkap kebatilan serta mematahkan tuduhan yang dilontarkan tanpa bukti sehingga tampaklah siapa yang di atas kebenaran dan siapa yang mengikuti hawa nafsu. Ma’asyiral muslimin rahimakumullah, Disebutkan pula dalam kisah tersebut, bahwa ketika Fir’aun tetap di atas kekafiran
dan kesesatannya, Allah l perintahkan Musa q untuk meninggalkan negeri tersebut. Namun ketika Fir’aun mengetahui hal itu, dia memerintahkan pasukannya untuk mengejar Musa q dan pengikutnya. Hal ini sebagaimana firman-Nya:
“Maka Fir’aun dan bala tentaranya dapat menyusuli mereka di waktu matahari terbit. Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikutpengikut Musa: “Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul.” Musa menjawab: “Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Rabbku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” Lalu Kami wahyukan kepada Musa: “Pukullah lautan itu dengan tongkatmu.” Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar. Dan di sanalah Kami dekatkan
golongan yang lain (yaitu Fir’aun dan kaumnya). Dan Kami selamatkan Musa dan seluruh orang-orang yang besertanya. Dan Kami tenggelamkan golongan yang lain itu (Fir’aun dan bala tentaranya). Sesungguhnya pada yang demikian itu r-benar merupakan suatu tanda yang besar namun kebanyakan mereka tidaklah beriman.” (Asy-Syu’ara`: 60-67)
Hadirin rahimakumullah, Di dalam sebagian kisah Nabi Musa q dan Fir’aun tersebut, kita bisa mendapatkan beberapa pelajaran. Diantaranya adalah:
1. Bahwa orang-orang yang beriman akan diuji dengan musuh-musuhnya dari kalangan orang-orang munafik dan orang-orang kafir. Hal itu untuk menampakkan siapa yang benar-benar kokoh imannya serta siapa yang lemah imannya atau bahkan menyembunyikan kekafiran di dalam hatinya.
2. Bahwa kebatilan meskipun didukung kekuatan sebesar apapun, tidak akan bisa mengalahkan kebenaran. Allah l pasti akan menampakkan kebenaran dan akan menghancurkan kebatilan. Maka orang-orang yang mengetahui dirinya di atas kebenaran harus yakin bahwa Allah l akan menjaga serta memenangkannya. Barangsiapa sabar dan kokoh di atas agama Allah l, niscaya akan mendapat pertolongan dan kemenangan dari Allah l.
3. Bahwa kemenangan akan datang bersama kesabaran dan bahwa bersama kesulitan akan datang jalan keluar. Ma’asyiral muslimin rahimakumullah, Akhirnya, mudah-mudahan Allah l senantiasa memberikan kepada kita taufiq dan hidayah-Nya untuk senantiasa mempelajari firman-firman-Nya. Sehingga kita bisa memahami dan mengambil pelajaran dari ayat-ayat-Nya yang kita baca.
KHUTBAH KEDUA
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah, Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah l dan senantiasa mengambil pelajaran dari kemenangan-kemenangan yang diraih oleh wali-wali Allah l. Di antaranya adalah kemenangan yang Allah l karuniakan kepada Nabi-Nya yaitu Musa q. H a d i r i n j a m a a h J u m ’ a t rahimakumullah, Perlu diketahui, bahwa kisah diselamatkannya Musa q bersama pengikutnya serta ditenggelamkannya Fir’aun dan bala tentaranya, terjadi pada hari yang kesepuluh dari bulan Muharram. Itulah hari
yang kemudian dikenal dengan nama hari ‘Asyura. Hari tersebut merupakan hari yang diberi keutamaan dan dimuliakan sejak dahulu kala. Sehingga Nabi Musa q berpuasa pada hari tersebut sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah l. Hal ini sebagaimana hadits yang disebutkan dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim, bahwa sahabat ‘Abdullah ibn Abbas c berkata:
قَدِمَ الْمَدِيْنَةَ فَوَجَدَ اليَهُوْدَ صِيَمًا n أَنََّ رَسُوْلَ اللهِ
مَا هَذَا :n يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ فَقَالَ لَهُمْ رَسُوْلُ الله
الْيَوْمُ الَّذِي تَصُوْمُوْنَهُ؟َ فَقَالُوْا: هَذَا يَوْمٌ عَظِيْمٌ،
أَنْجَى اللهُ فِيْهِ مُوْسَى وَقَوْمَهُ وغَرَّقَ فِرْعَوْنَ وَقَوْمَهُ
فَصَامَهُ مُوْسَى شُكْرًا فَنَحْنُ نَصُوْمُهُ. فَقَالَ رَسُوْلُ
فَنَحْنُ أَحَقُّ وَأَوْلَى بِمُوْسَى مِنْكُمْ. فَصَامَهُ :n الله
وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ. n رَسُوْلُ الله
Bahwasanya ketika masuk kota Madinah, Rasulullah n mendapatkan orang-orang Yahudi berpuasa pada hari ‘Asyura. Maka Rasulullah n berkata kepada mereka:
“Ada apa dengan hari ini sehingga kalian berpuasa padanya?” Mereka mengatakan: “Ini adalah hari yang agung, hari yang Allah selamatkan Musa dan kaumnya padanya serta Allah tenggelamkan Fir’aun dan pasukannya. Maka berpuasalah Musa sebagai bentuk rasa syukur dan kamipun ikut berpuasa padanya.” Maka Rasulullah n berkata: “Kalau demikian, kami lebih berhak dan lebih pantas untuk bersama Musa daripada kalian.” Maka berpuasalah Rasulullah n pada hari tersebut serta memerintahkan para sahabatnya untuk melakukan puasa pada hari itu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dari hadits tersebut, kita dapatkan pelajaran bahwa para nabi adalah orang-orang yang menjadikan kemenangan sebagai sesuatu yang patut disyukuri, yaitu dengan menampakkan bahwa kemenangan datangnya adalah dari Allah l. Dan manusia adalah makhluk yang lemah serta membutuhkan pertolongan Allah l sehingga mendorong dirinya untuk beribadah dengan ikhlas kepada-Nya. Maka Nabi Musa q berpuasa pada hari tersebut. Begitu pula nabi kita Muhammad n. Sehingga tidak semestinya hari kemenangan itu justru dijadikan sebagai hari yang dirayakan untuk menampakkan kebanggaan atas kemampuan dan kekuatan bangsanya. Sehingga dirayakan dengan pesta-pesta dan foya-foya. Atau dengan mengadakan acara-acara hiburan serta petunjukan-pertunjukan yang sarat kemaksiatan. Namun semestinya hari tersebut mengingatkan akan kenikmatan Allah l sehingga mendorong untuk menjalankan dan menegakkan syariat-Nya.
H a d i r i n j a m a a h J u m ’ a t rahimakumullah,
Disebutkan dalam Shahih Muslim, bahwa Nabi n ditanya tentang puasa ‘Asyura, beliau n menjawab:
يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَضِيَةَ
“Puasa tersebut menghapus dosa satu tahun yang telah lalu.” (HR. Muslim) Namun untuk menghindari keserupaan dengan ibadah orang-orang Yahudi dan Nashara, Nabi kita n memerintahkan pada umatnya untuk berpuasa pula pada
Shahih-nya dari sahabat Ibnu ‘Abbas c bahwasanya beliau berkata:
يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ وَأَمَرَ n حِ صَامَ رَسُوْلُ الله
بِصِيَامِهِ، قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ
فَإِذَا كَانَ :n الْيَهُوْدُ والنَّصَارَى. فَقَالَ رَسُوْلُ الله
الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ. قَالَ:
n فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفّيَِ رَسُوْلُ الله
Ketika Rasulullah n berpuasa pada hari ‘Asyura dan memerintahkan para sahabatnya untuk berpuasa pada hari tersebut, mereka (para sahabat) berkata: “Wahai Rasulullah, hari ini (‘Asyura) adalah hari yang diagungkan orang-orang Yahudi dan Nashara.” Maka Nabi n berkata: “Jika aku menjumpai tahun yang akan datang, insya Allah aku akan berpuasa pula pada hari yang kesembilannya.” Abdullah ibnu ‘Abbas c berkata: “Namun sebelum datang tahun berikutnya, Rasulullah sudah wafat.” (HR. Muslim)
Hadirin rahimakumullah, Dari hadits-hadits tersebut, dapat kita pahami bahwa kaum muslimin disunnahkan untuk berpuasa pada hari yang kesembilan dan kesepuluh pada bulan Muharram, hari yang dikenal dengan Tasu’a dan ‘Asyura. Bahkan sebagian ulama menyebutkan disyariatkannya pula untuk berpuasa pada hari setelahnya yaitu hari yang kesebelas, dalam rangka menyelisihi orang-orang Yahudi dan Nashara. Wallahu a’lam bishshawab.
Mudah-mudahan Allah l memberikan taufiq-Nya kepada kita semua untuk melakukan puasa pada hari tersebut, dan mudah-mudahan kita mendapatkan keutamaan yang telah Allah l janjikan.
اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ
مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِ .ْنيَ اللَّهُمَّ أَعِزَّ
اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِ .ْنيَ
وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّينِ, وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِينَ.
اللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمينَ في كُلِّ مَكانٍ.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِ والْمُسْلِماتِ, وَالْمُؤْمِنِ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّهُ سَمِيْعٌ
مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي
اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ .عِبَادَ اللهِ … إِنَّ اللهَ
يَأمُرُ بِالْعَدْلِ والْإِحْسَانِ وإيْتَاءِ ذِي القُرْبى ويَنْهى
عَن الْفَحْشَاءِ والْمُنْكَرِ والْبَغِي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَذَكَّرُوْنَ، فَاذْكُرُوْا اللهَ الْعَظِيْمَ الْجَلِيْلَ يَذْكُرْكُمْ
واشْكُرُوْه عَلىَ النِّعَمِ يَزِدْكُمْ، ولَذِكْرُ اللهِ أكْبَرُ
واللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ.