Tidak ada di antara Anda sekalian kecuali kelak akan dibangkitkan oleh Rabbnya setelah kematiannya. Dia akan ditanya dan dihisab tentang apa yang telah diperbuat di dunia ini.
Termasuk yang akan ditanyakan kepada seorang hamba nanti adalah tentang keluarga dan anaknya, bagaimana dia memimpin dan mendidik mereka.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِ بَيْتِهِ وَمَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْؤُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا –الْحَدِيثَ.
“Seorang pria adalah pemimpin bagi keluarganya, dan dia akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Seorang wanita adalah pemimpin bagi rumah suaminya, dan dia akan ditanya tentang yang dipimpinnya.” (HR. al-Bukhari)
Pembicaraan tentang tarbiyah (pendidikan) anak memiliki sekian banyak cabang pembahasan. Dalam kesempatan ini, saya hanya akan membahas secara khusus tentang mendidik anak perempuan. Sebab, urusan anak-anak perempuan sangatlah besar. Pengaruhnya pun sangat jelas dalam membentuk akhlak dan perilaku masyarakat.
Apabila telah dewasa, anak perempuan akan menjadi istri, ibu, pengajar, dan berbagai peran lainnya yang telah menunggu. Jika dia baik, akan baik pula sekian banyak urusan. Sebaliknya, apabila dia rusak, akan rusak juga sekian banyak hal.
Pembahasan ringkas ini terdiri dari:
Keutamaan Anak Perempuan & Dihapuskannya Penghinaan Ala Jahiliah
Apabila melihat Kitabullah, akan kita dapati celaan terhadap orang-orang jahiliah terdahulu karena salah seorang mereka merasa benci ketika diberi kabar gembira tentang kelahiran anak perempuannya. Wajahnya menghitam sembari menahan amarah. Ia merasa malu terhadap kaumnya sehingga menyembunyikan diri.
Mulailah dia memikirkan, apakah merasa terbebani sehingga menguburkannya hidup-hidup, ataukah membiarkannya hidup di atas kehinaan. Allah ‘azza wa jalla menganggap buruk dan mencela mereka karena hal tersebut.
Fenomena jahiliah ini masih saja bersarang dalam kalbu sebagian lelaki, terutama yang istrinya melahirkan banyak anak perempuan. Padahal, istri itu ibarat lahan pertanian. Dia hanyalah menumbuhkan benih yang disemai oleh petani. Bahkan, sampai-sampai ada yang menceraikan istrinya setelah melahirkan. Kita berlindung kepada Allah ‘azza wa jalla dari kebodohan dan sikap kaku.
Orang-orang jahiliah dahulu sama sekali tidak menganggap keberadaan kaum wanita. Sampai-sampai seorang lelaki tega mengubur anak perempuannya, namun masih bisa melatih anjingnya dan memberi makan ternaknya.
Allah ‘azza wa jalla menghapuskan pandangan inferior ini dan mengangkat kedudukan kaum wanita. Dia ‘azza wa jalla menempatkan kaum wanita pada kedudukan yang semestinya sebagai bentuk pemuliaan. Dia ‘azza wa jalla memberikan hak kepada wanita yang harus dipenuhi oleh pria. Wanita pun memiliki kewajiban-kewajiban yang harus ditunaikan.
Allah ‘azza wa jalla mendudukkan wanita sama dengan pria dalam hal perintah dan larangan. Di samping itu, Allah ‘azza wa jalla memberikan hukum-hukum khusus bagi wanita yang cocok dan sesuai dengan fitrahnya.
Kelahiran anak adalah takdir yang urusannya di tangan Allah. Dia ‘azza wa jalla menganugerahkan anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan menganugerahkan anak lelaki bagi orang yang Dia kehendaki pula. Dia ‘azza wa jalla juga menganugerahkan anak lelaki dan anak perempuan sekaligus kepada sebagian yang lain. Dia ‘azza wa jalla pula yang menguji pihak yang lain dengan kemandulan.
Allah ‘azza wa jalla berfirman,
“Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki, atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa yang dikehendaki-Nya), dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Mahakuasa.” (asy-Syura: 49—50)
Perhatikan bagaimana Allah ‘azza wa jalla mendahulukan penyebutan anak perempuan dan mengakhirkan penyebutan anak lelaki. Hal ini adalah bantahan terhadap orang yang merendahkan keberadaan anak perempuan, meremehkan nilai mereka, dan tidak menganggapnya sama sekali.
Karena itu, ridhailah pembagian Allah ‘azza wa jalla untuk Anda. Sungguh, Anda tidak tahu, di mana letak kebaikan. Betapa banyak ayah yang gembira ketika diberitahu tentang kelahiran anak lelakinya, ternyata di kemudian hari menjadi bencana, sebab kesusahan hidup, dan kegelisahan serta kesedihannya.
Sebaliknya, betapa banyak ayah yang murka saat diberitahu tentang kelahiran anak perempuannya padahal dia mengharapkan anak lelaki, tetapi ternyata anak perempuan tersebut memiliki tangan yang penuh perhatian, hati yang penuh kasih sayang, dan membantunya seiring dengan berlanjutnya masa.
Dari sini, kita mengetahui bahwa qurratul ‘ain (penyejuk mata) yang hakiki bukanlah ketika yang terlahir itu lelaki atau perempuan. Penyejuk mata akan terwujud ketika anak keturunannya menjadi anak yang saleh/salihah dan baik, lelaki ataupun perempuan.
Allah ‘azza wa jalla berfirman tentang sifat hamba-hamba ar-Rahman,
Dan orang-orang yang berkata, “Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (al-Furqan: 74)
Berbuat Baik kepada Anak Perempuan, Bentuk dan Rambu-Rambunya
Apabila Allah ‘azza wa jalla memberikan rezeki anak perempuan kepada Anda, didiklah dia dengan baik, berilah nafkah, dan bergaullah dengan baik, dengan mengharapkan pahala dari-Nya.
Tahukah Anda, pahala apa yang akan Anda dapatkan di sisi Allah jika Anda melakukan itu semua? Anda akan bersama dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di akhirat nanti. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ عَالَ جَارِيَتَيْنِ–أَيْ بِنْتَيْنِ–حَتَّى تَبْلُغَا جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَنَا وَهُوَ–وَضَمَّ أَصَابِعَهُ
“Barang siapa menafkahi dua orang anak perempuan hingga baligh, dia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan aku dan dia seperti ini—beliau menggabungkan jemarinya.” (HR. Muslim)
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pula,
مَنِ ابْتُلِيَ مِنْ هَذِهِ الْبَنَاتِ بِشَيْءٍ فَأَحْسَنَ إِلَيْهِنَّ كُنَّ لَهُ سِتْراً مِنَ النَّارِ
“Barang siapa diuji dengan sesuatu dari anak-anak perempuan ini lalu dia berbuat baik kepadanya, mereka akan menjadi penghalang dirinya dari neraka.” (Muttafaqun alaih)
Berbuat baik kepada anak perempuan bisa dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya,
Ini adalah bentuk perbuatan baik yang pertama kali dilakukan terhadap keturunan. Sebab, kebaikan ibu menjadi salah satu sebab kebaikan anak-anaknya, insya Allah. Betapa banyak anak keturunan yang Allah ‘azza wa jalla jaga dengan sebab kesalehan orang tuanya.
Sebab, nama yang baik akan berpengaruh terhadap pemiliknya. Ada nama yang disukai oleh syariat, ada yang dibolehkan, ada yang makruh, dan ada yang haram. Mayoritas manusia sekarang lebih mementingkan namanama yang baru, tanpa melihat makna atau hukumnya.
Betapa banyak pemudi yang memiliki nama yang buruk maknanya, atau nama ‘ajam padahal kedua orang tuanya berkebangsaan Arab dan tinggal di lingkungan Arab.
Upaya orang tua memenuhi kebutuhan ini termasuk salah satu sebab masuk surga. Seorang wanita fakir bersama dua putrinya menemui Aisyah radhiallahu ‘anha. Aisyah mengatakan,
فَسَأَلَتْنِي فَلَمْ تَجِدْ عِنْدِي غَيْرَ تَمْرَةٍ وَاحِدَةٍ، فَأَخَذَتْهَا فَقَسَمَتْهَا بَيْنَ ابْنَتَيْهَا وَلَمْ تَأْكُلْ مِنْهَا شَيْئاً ثُمَّ قَامَتْ فَخَرَجَتْ وَابْنَتَاهَا، فَدَخَلَ النَّبِيُّ فَحَدَّثْتُهُ حَدِيثَهَا فَقَال: إِنَّ اللهَ قَدْ أَوْجَبَ لَهَا بِهَا الْجَنَّةَ وَأَعْتَقَهَا بِهَا مِنَ النَّارِ
Wanita itu meminta sesuatu dariku, namun dia tidak mendapatkan di sisiku selain sebutir kurma. Dia mengambilnya dan membagi dua untuk kedua putrinya, tanpa ikut memakannya sedikit pun. Dia lalu bangkit dan keluar bersama kedua putrinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian masuk dan aku menceritakan kisah wanita tersebut.
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Sungguh, dengan perbuatan itu Allah telah mewajibkan untuknya surga dan membebaskannya dari api neraka.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Dahulu apabila Fathimah radhiallahu ‘anha menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
مَرْحَباً بِابْنَت
“Selamat datang, putriku.”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengimami manusia sambil menggendong Umamah putri Zainab, anak perempuan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apabila rukuk, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam meletakkannya. Apabila berdiri lagi, beliau menggendongnya kembali. Sepertinya, saat itu tidak ada yang bisa mengurusi Umamah sehingga beliau mengkhawatirkannya. Bisa jadi pula, tujuannya adalah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin agar manusia meneladani petunjuk beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam termasuk orang yang paling menyayangi anak kecil secara umum, baik lelaki maupun perempuan. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mencium mereka, membelai kepala mereka, mendoakan kebaikan bagi mereka, dan bermain-main dengan mereka. Hal ini mengandung kebaikan yang banyak.
Semakin besar seorang putri, dia semakin membutuhkan penghargaan dan penghormatan. Apabila hal ini Anda penuhi dan dia merasa bahwa dia dihargai dan memiliki kedudukan dalam rumah orang tuanya, hal ini lebih mendorong kemapanan kepribadian, ketenangan, dan keistiqamahan keadaannya.
Sebaliknya, jika dia melihat penghinaan dan tidak adanya perhatian, tidak diajak bicara selain dengan perintah dan larangan, selalu dituntut untuk melayani, akan muncul ketidaksukaan terhadap rumahnya dan anggota keluarganya. Bisa jadi, setan membisikkan kepadanya untuk mencari kasih sayang dan belas kasih yang tidak didapatnya di dalam rumah, dengan cara-cara yang haram, sehingga mengantarkannya ke dalam kebinasaan yang melumatnya. Hanya Allah yang tahu di mana tempat tinggalnya.
Perasaan terzalimi dan pilih kasih kepada selain dirinya sering kali menanamkan rasa benci dalam jiwanya terhadap kedua orang tuanya. Di samping itu, akan menumbuhkan dendam kepada saudara-saudaranya yang lebih disayangi oleh orang tua. Karena itu, bertakwalah Anda kepada Allah ‘azza wa jalla dan berbuat adillah di antara anak-anak Anda.
Adapun masalah nafkah, hal ini disesuaikan dengan kebutuhan setiap anak. Adapun dalam hal pemberian, anak lelaki mendapatkan dua kali lipat bagian perempuan. Meski demikian, apabila pemberian hibah mau disamakan di antara mereka, itu juga baik.
Anak perempuan dididik untuk mempraktikkan adab meminta izin, adab makan dan minum, dan adab berpakaian. Di samping itu, anak dituntun untuk menghapal al-Qur’an dan zikir-zikir yang sesuai dengan syariat. Dia juga diajari wudhu dan shalat. Setelah berusia tujuh tahun, dia diperintah untuk melaksanakan shalat. Ketika berusia 10 tahun, dia diharuskan melaksanakannya.
Apabila dia tumbuh di atas kebiasaan yang baik, ia akan senang dan mencintai kebaikan. Akan mudah pula dirinya senantiasa berpegang teguh dan kokoh di atas kebaikan tersebut.
Ada keluarga yang tidak perhatian terhadap hal ini. Ketika anak perempuannya (menikah) dan berpindah ke rumah suaminya, dia tidak bisa memasak dan menghidupkan api. Tidak pula dia bisa bergaul dan bermuamalah dengan baik. Bisa jadi, suaminya kurang sabar dan cepat marah. Akhirnya, muncullah sekian banyak problem secara dini, dan terkadang berujung perceraian.
Ketika ada lelaki yang baik agamanya, amanah, akhlaknya bagus, di sisi lain anak perempuan Anda senang terhadapnya, nikahkanlah dia segera. Ini termasuk bentuk ihsan, perbuatan baik. Sebab, menunda pernikahan seorang pemudi adalah salah satu sebab terbesar dia menyimpang dari jalan yang lurus, apalagi di masa sekarang.
Apabila wali mempermudah mahar dan permintaan lain yang terkait dengan pernikahan anak perempuannya, tentu pemuda yang ingin melamarnya akan memberanikan diri. Bahkan, hal ini berpengaruh pula terhadap (para pemuda yang hendak melamar) saudarisaudarinya setelahnya. Keluarga muslim hendaknya berhati-hati, jangan sampai menunda pernikahan seorang pemudi dengan dalih menyelesaikan pendidikan, dia masih kecil, atau berbagai alasan lemah lainnya. Sebab, efek negatifnya akan kembali terhadap masyarakat.
Orang tua mencari tahu tentang berbagai kebutuhannya dan ikut menyelesaikan masalah yang menimpa anak perempuannya yang sudah menikah. Selain itu, orang tua turut serta dalam momen-momen kegembiraan dan kesedihannya.
Akan tetapi, hendaknya keluarga—terutama ibu—berhati-hati sehingga tidak secara langsung ikut campur dalam kehidupan putrinya. Sebab, sering turut campur dalam hal-hal yang tidak membantu kehidupannya justru akan merusak kehidupan rumah tangga putrinya.
Cara Melindungi Anak Perempuan dari Bahaya Masa Kini
Tidak samar bagi Anda bahwa kita hidup pada masa yang banyak keburukan. Segala sarana kerusakan dan kesesatan tersedia, tidak seperti masa-masa yang silam. Tentu sja, kenyataan ini semakin menuntut tanggung jawab Anda (dalam hal mendidik anak perempuan).
Konsekuensinya, kita harus melipatgandakan kesungguhan mendidik, menasihati, membimbing, dan menempuh sebab–sebab keselamatan putri kita.
Secara ringkas, berikut ini beberapa hal yang bisa melindungi putri kita.
Kesalehan kedua orang tua adalah salah satu sebab anak keturunannya dijaga oleh Allah ‘azza wa jalla. Hal ini sebagaimana firman Allah ‘azza wa jalla tentang kisah Musa dan Khidhir,
Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka. Kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidhir menegakkan dinding itu. Musa berkata, “Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu.” (al-Kahfi: 77)
Setelah itu, Khidhir menerangkan alasannya memperbaiki dinding rumah tersebut tanpa meminta upah.
“Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedangkan ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Rabbmu menghendaki agar mereka sampai pada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Rabbmu.” (al-Kahfi: 82)
Jadi, Allah ‘azza wa jalla menjaga kedua anak tersebut dengan sebab kesalehan ayah keduanya.
Doa orang tua untuk anak sangat besar pengaruhnya. Kesungguhan dan perendahan diri kedua orang tua di hadapan Allah agar Dia memperbaiki anaknya merupakan sebab dan pintu kebaikan.
Di antara kisah bagus yang tentang hal ini adalah apa yang diriwayatkan tentang al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah, imam Masjidil Haram pada masanya. Beliau rahimahullah berdoa,
اللَّهُمَّ إِنِّي اجْتَهَدْتُ أَنْ أُؤَدِّبَ ابْنِي عَلِّياً فَلَمْ أَقْدِرْ عَلَى تَأْدِيبِهِ فَأَدِّبْهُ أَنْتَ لِي
“Ya Allah, sungguh aku telah berusaha keras mendidik anakku, tetapi aku tidak mampu; maka didiklah ia oleh-Mu.”
Berubahlah keadaan putranya hingga menjadi salah satu tokoh orang saleh pada masanya. Dia meninggal saat shalat subuh ketika imam membaca firman Allah,
Dan jika kamu (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke neraka, lalu mereka berkata, “Kiranya kami dikembalikan (ke dunia)….” (al-An’am: 27) (Lihat Siyar A’lamin Nubala, 8/390)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajari kita untuk meminta perlindungan kepada Allah dari segala fitnah (keburukan). Demikian pula kita. Kita seharusnya mengajari dan menuntun anak-anak kita membaca doa-doa yang bermanfaat bagi mereka.
Ketika diuji dengan godaan wanita, Nabi Yusuf ‘alaihissalam berdoa,
“Wahai Rabbku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan dariku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh.”
Maka Rabbnya memperkenankan doa Yusuf, dan Dia menghindarkan Yusuf dari tipu daya mereka. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Yusuf: 33—34)
Allah ‘azza wa jalla menyebutkan sebab dikabulkannya doa Nabi Yusuf, yaitu karena Dia adalah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui; agar seorang mukmin menyadari bahwa doanya yang jujur kepada Rabbnya diketahui oleh Allah ‘azza wa jalla. Sebab, Rabbnya Mahadekat dan Maha Mengabulkan.
Bisa jadi, hal ini dilakukan dengan menyebutkannya secara terus terang, bisa jadi pula dengan tidak langsung, sesuai dengan tuntutan keadaan. Sebab, kalbu terkadang lalai sehingga harus disadarkan dengan nasihat dan peringatan. Dan peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang mukmin.
Sebab, pertemanan memiliki pengaruh besar terhadap tingkah laku, pemikiran, dan lainnya. Dalam sebuah hadits,
الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرُ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
“Seseorang berada di atas agama teman dekatnya. Karena itu, hendaknya kalian melihat siapa yang dijadikan teman dekat.”
Mayoritas siaran televisi dan situs internet lebih banyak menghancurkan daripada membangun, lebih banyak bahayanya daripada manfaatnya, dan lebih banyak merusak daripada memperbaiki.
Betapa banyak kemuliaan yang terenggut dengan sebab siaran televisi dan internet. Betapa banyak kehormatan yang ternoda. Keselamatan didapatkan dengan menjauhi hal-hal tersebut. Keselamatan tidak bisa ditandingi oleh kepentingan apapun.
Apabila ada sarana-sarana ini dalam rumah, hendaknya kepala rumah tangga menjaganya dan tidak membiarkannya bebas diakses oleh keluarganya. Jangan sampai keluarganya mengikuti sembarang acara semaunya, atau membuka sembarang situs internet sekehendaknya. Sebab, hal itu jelas-jelas akan membahayakan diri mereka sendiri.
Demikian pula perangkat komunikasi mobile. Sekarang, perangkat tersebut tidak hanya dirancang untuk berbicara, tetapi lebih jauh dari itu. Satu perangkat bisa digunakan untuk merekam audio, merekam gambar, sekaligus pemutar video. Betapa sering perangkat tersebut digunakan untuk menyebarluaskan perbuatan keji.
Penjagaan dan pengawasan kepala rumah tangga terhadap putrinya merupakan salah satu sebab terbesar sang putri bisa istiqamah. Sebaliknya, tidak perhatian dan mengendorkan pengawasan merupakan salah satu sebab mereka terlepas.
Karena itu, tunaikanlah kewajiban Anda layaknya seorang lelaki sejati. Jangan biarkan keluarga Anda bertabarruj, menampakkan wajah, bercampur baur dengan lelaki yang bukan mahram, dan safar tanpa mahram. Umumnya, kaum perempuan berani melakukan hal-hal tersebut ketika melihat walinya mendiamkan dan tidak menaruh perhatian.
Mayoritas keluarga sekarang mengeluhkan lemahnya hubungan di antara anggotanya. Masing-masing sibuk dengan urusannya sendiri. Ibarat ayah di sebuah lembah, ibu dan anak-anak di lembah yang lain. Masing-masing hanyut dalam alamnya sendiri.
Tidak diragukan bahwa kehampaan ini akan melahirkan berbagai problem yang besar. Problem tersebut tumbuh sedikit demi sedikit bersamaan dengan berlalunya masa hingga mencapai puncaknya kemudian meledak. Saat itulah, keluarga baru tersadar. Akan tetapi, kesadaran itu sudah terlambat.
Anak perempuan juga diintai oleh bahaya lain yang berupa pemikiran menyimpang. Dia terancam oleh bahaya bergabung dengan pemikiran-pemikiran merusak yang telah dikabarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang jumlahnya mencapai 72 kelompok sempalan. Betapa banyak perempuan sekarang yang mengikuti pemikiran Khawarij lantas memengaruhi suami, anak-anak, dan para murid mereka.
Betapa banyak perempuan yang mengadopsi keyakinan-keyakinan sufi, dan menghadiri berbagai majelis serta perayaan sufi; yang tidak ada bukti (perintah) dari Allah tentangnya. Selain itu, masih ada beragam bentuk penyelisihan terhadap Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Semua ini menuntut agar kepala rumah tangga berhati-hati dan selalu waspada terhadap berbagai sumber penyebaran pemikiran yang akan mengisi kalbu dan akal anggota keluarganya.
Inilah beberapa hal yang bisa saya sampaikan. Saya memohon kepada Allah ‘azza wa jalla agar memberikan hidayah dan keistiqamahan kepada muslimin dan muslimat.
Saya juga memohon kepada-Nya agar memberikan taufik kepada para pemudi muslimah untuk berpegang teguh dengan agamanya dan kokoh di atas manhaj yang benar. Saya memohon pula kepada-Nya agar melindungi mereka dari berbagai ujian dan keburukan yang menyesatkan, baik yang lahir maupun yang batin.
Walhamdu lillahi Rabbil ‘alamin.
buah karya asy-Syaikh Ali bin Yahya al-Haddadi[1]
(Diterjemahkan dari http://www.sahab.net/home/?p=501)
[1] Beliau adalah imam dan khatib di Masjid Jami’ Aisyah radhiallahu ‘anha, Riyadh. Artikel ini beliau tulis pada 14 Syawwal 1426 H. Beliau pernah hadir dalam acara Daurah Islam Ilmiah Nasional Ahlus Sunnah pada 1430 H (2009 M).