Asysyariah
Asysyariah

hukum shalat berjamaah di masjid bagi laki-laki

4 tahun yang lalu
baca 4 menit
Hukum Shalat Berjamaah di Masjid bagi Laki-Laki
Pertanyaan:

Apa hukum laki-laki shalat jamaah di masjid? Apa saja uzur yang membolehkan mereka untuk shalat di rumah? Apakah mati lampu termasuk uzur?

Jawab:

Sebatas ilmu agama yang kami ketahui, wallahu a’lam bish-shawab, pendapat ulama yang paling kuat dalam hal ini adalah bahwa shalat berjamaah di masjid hukumnya wajib bagi laki-laki yang sudah balig ketika tidak ada uzur.

Di antara dalil yang menunjukkan wajibnya adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala tentang shalat khauf (saat perang),

وَإِذَا كُنتَ فِيهِمۡ فَأَقَمۡتَ لَهُمُ ٱلصَّلَوٰةَ فَلۡتَقُمۡ طَآئِفَةٌ مِّنۡهُم مَّعَكَ وَلۡيَأۡخُذُوٓاْ أَسۡلِحَتَهُمۡۖ

“Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabat atau pasukanmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, hendaknya sekelompok mereka shalat bersamamu sambil menyandang senjata….” (an-Nisa: 102)

Dalam ayat ini ada perintah untuk shalat berjamaah padahal dalam kondisi dan situasi darurat (perang dan panik). Berarti, dalam kondisi dan situasi aman, perintah tersebut lebih besar. Sementara itu, dalam ilmu ushul fikih, hukum asal sebuah perintah adalah wajib.

Baca juga: Hukum Shalat Berjamaah

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

أَثْقَلُ الصَّلَاةِ عَلَى الْمُنَافِقِينَ صَلَاةُ الْعِشَاءِ، وَصَلَاةُ الْفَجْرِ، وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا، وَلَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ الْمُؤَذِّنَ فَيُؤَذِّنَ، ثُمَّ آمُرَ رَجُلًا يُصَلِّي بِالنَّاسِ، ثُمَّ أَنْطَلِقَ مَعِي بِرِجَالٍ مَعَهُمْ حُزُمُ الْحَطَبِ إِلَى قَوْمٍ يَتَخَلَّفُونَ عَنِ الصَّلَاةِ، فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ بِالنَّارِ

“Shalat yang paling berat bagi kaum munafik adalah shalat Isya dan shalat Subuh. Seandainya mereka tahu apa yang terdapat pada dua shalat tersebut, sungguh mereka akan mendatanginya walaupun harus dengan merangkak. Sungguh, aku sudah berkeinginan (kuat) menyuruh agar diiqamati untuk shalat, kemudian aku meminta seseorang untuk mengimami shalat manusia, lalu aku pergi bersama beberapa orang membawa kayu bakar yang banyak, untuk mendatangi orang-orang yang tidak menghadiri shalat (berjamaah). Aku ingin membakar rumah-rumah mereka.” (HR. al-Bukhari no. 645 dan Muslim no. 651 dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu anhu)

Coba perhatikan hadits di atas:

  • Orang yang tidak shalat berjamaah dikatakan sebagai munafik.
  • Keinginan kuat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memberi hukuman atau efek jera bagi yang tidak berjamaah dengan dibakar rumahnya.
Baca juga: Keutamaan Shalat Berjamaah

Masih banyak lagi dalil yang menguatkan wajibnya shalat berjamaah bagi laki-laki yang sudah balig yang tidak memiliki uzur.

Sampai-sampai sahabat Abdullah bin Masud radhiallahu anhu berkata,

وَلَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا يَتَخَلَّفُ عَنْهَا إِلَّا مُنَافِقٌ مَعْلُومُ النِّفَاقِ أَوْ مَرِيضٌ

“Sungguh, aku menyaksikan (pada zaman Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam) tidak ada (di antara kami) yang absen atau tidak menghadirinya (shalat berjamaah) kecuali seseorang yang jelas kemunafikannya atau karena sakit.” (HR. Muslim no. 560)

Uzur Tidak Hadir Shalat Berjamaah

Adapun uzur yang menyebabkan seseorang boleh tidak shalat berjamaah di antaranya:

  1. Sakit, sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas.
  2. Menahan buang air besar atau buang air kecil
  3. Makanan sudah terhidang, sedangkan kondisinya membutuhkan makan.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

لَا صَلَاةَ بِحَضْرَةِ الطَّعَامِ، وَلَا هُوَ يُدَافِعُهُ الْأَخْبَثَان

“Tidak ada shalat saat makanan sudah terhidang dan saat sedang menahan buang air besar serta buang air kecil.” (HR. al-Bukhari no. 713 dan Muslim no. 418)

Baca juga: Makan Ala Islam
  1. Khawatir terjadi sesuatu yang memudaratkan jiwa, harta, dan kehormatan dirinya atau orang lain jika dia tinggalkan untuk menghadiri shalat berjamaah.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ

“Tidak (jangan sampai timbul) mudarat dan memudaratkan.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah, dinilai sahih oleh Syaikh al-Albani dalam Irwa al-Ghalil no. 896)

  1. Turun hujan, badai angin, cuaca yang sangat dingin atau sangat panas.

Suatu ketika turun hujan pada malam hari. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam meminta muazin untuk mengumandangkan

أَلَا صَلُّوا فِي الرِّحَالِ

 “Shalatlah di rumah-rumah kalian.” (HR. Muslim no. 465)

  1. Sedang menjaga orang yang sakit dan tidak bisa ditinggalkan.
  2. Khawatir tertinggal rombongan safar.
Baca juga: Adab-Adab Safar
  1. Sedang dalam penyelamatan atau pekerjaan berisiko, yang jika ditinggalkan akan berakibat fatal. Misalnya, memadamkan kebakaran, evakuasi korban bencana, dan lainnya.

Demikian pula yang semisal dengan hal-hal tersebut.

Adapun terkait dengan mati listrik, jika kehadirannya ke masjid dikhawatirkan mengakibatkan terjadi sesuatu yang buruk atau tidak diinginkan terhadap dirinya, anggota keluarganya, harta bendanya, dan kehormatannya, hal itu termasuk uzur. Namun, kalau semata-mata karena gelap, sementara shalat berjamaah tetap ada dan bisa ditegakkan, hal itu bukan alasan untuk tidak shalat berjamaah.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Ditulis oleh Ustadz Abu Ishaq Abdullah