Apa hukum puasa Dzulhijjah selama 7 hari?
Puasa pada sembilan hari pertama bulan Dzulhijjah termasuk amalan saleh yang dianjurkan dalam sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,
مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنْ هَذِهِ اْلأَيَّامِ -يَعْنِي أَيَّامَ اْلعَشْرِ-
“Tidak ada hari-hari yang beramal padanya lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari ini—maksudnya sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah.” (HR. al-Bukhari, Ahmad, at-Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan lainnya. Lihat kitab Irwa’ al-Ghalil no. 953.)
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata,
“Puasa termasuk dalam hadits ini. Ada hadits di kitab-kitab sunan yang dinilai hasan oleh sebagian ulama bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berpuasa pada sepuluh hari tersebut, selain hari Id (tanggal 10). Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Imam Ahmad. Dan yang benar, puasa tersebut hukumnya sunnah.” (Majmu’ Fatawa wa Rasail Ibni Utsaimin 20/43—44 melalui Maktabah Syamilah)
Dari penjelasan tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa boleh berpuasa pada hari apa saja dari hari-hari tersebut. Bisa berpuasa setiap hari atau sebagiannya. Yang paling afdal adalah puasa tanggal 9 Dzulhijjah, yaitu puasa hari Arafah. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ditanya tentangnya, maka beliau menjawab,
يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ
“Puasa Arafah menghapus dosa setahun sebelumnya dan setahun setelahnya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim dari sahabat Abu Qatadah radhiallahu anhu)
Wallahu a’lam bish-shawab.