Apa hukum makan daging bekicot?
Bekicot dan hewan-hewan semisalnya yang tidak memiliki darah mengalir, apabila hidup di air atau di laut, semisal keong, hukumnya boleh dimakan seperti ikan, selama tidak bermudarat.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
أُحِلَّ لَكُمۡ صَيۡدُ ٱلۡبَحۡرِ وَطَعَامُهُۥ مَتَٰعًا لَّكُمۡ وَلِلسَّيَّارَةِۖ
“Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan yang berasal dari laut sebagai bekal makanan bagimu dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan.” (al-Maidah: 96)
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda tentang air laut,
هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ
“Ia suci airnya dan halal bangkainya.” (Sahih. HR. Ashabus Sunan dan dinyatakan sahih oleh Syaikh al-Albani dalam kitab beliau, ash-Shahihah, 1/480)
Demikian pula yang hidup di darat semisal bekicot. Selama tidak bermudarat, hukum asalnya boleh dimakan seperti halnya belalang.
Imam Malik rahimahullah pernah ditanya tentang suatu hewan yang ada di negeri Magrib (Maroko) yang disebut al-halazun (serupa dengan bekicot). Ia hidup di daratan, menempel di pohon. Apakah hewan itu boleh dimakan?
Beliau menjawab,
“Aku berpendapat bahwa ia seperti belalang. Yang dijumpai dalam keadaan hidup, ia direbus atau dibakar, maka menurutku tidak mengapa dimakan. Adapun yang didapati dalam keadaan sudah mati, jangan dimakan.” (al-Mudawwanah 1/541)
Abul Walid al-Baji rahimahullah mengatakan, “Apabila seperti itu, hukum al-halazun (bekicot) seperti hukum belalang.” (al-Muntaqa Syarh al-Muwaththa 3/110)
Wallahu a’lam bish-shawab.