Berikut ini akan disebutkan beberapa hukum secara umum yang terkait dengan hewan kurban, untuk melengkapi pembahasan sebelumnya.
Menurut pendapat yang rajih, hewan kurban dinyatakan resmi (takyin) sebagai udhiyah dengan dua hal:
هَذِهِ أُضْحِيَّةٌ
“Hewan ini adalah hewan kurban.”
Diriwayatkan dari Aisyah radhiallahu anha, beliau berkata,
فَتَلْتُ قَلَائِدَ بُدْنِ رَسُولِ اللهِ بِيَدَيَّ ثُمَّ أَشْعَرَهَا وَقَلَّدَهَا
“Aku memintal ikatan unta-unta Rasulullah dengan kedua tanganku. Kemudian beliau men-isy’ar dan men-taqlid-nya.” (HR. al-Bukhari no. 1699 dan Muslim no. 1321/362)
Kedua tindakan ini khusus diterapkan pada hewan hadyu, sedangkan kurban cukup dengan ucapan. Adapun semata-mata membelinya atau hanya meniatkan—tanpa adanya lafaz, maka belum dinyatakan (takyin) sebagai hewan kurban.
Berikut ini akan disebutkan beberapa hukum apabila hewan tersebut telah ditetapkan sebagai hewan kurban.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melihat seseorang menuntun unta (kurban/hadyu). Beliau bersabda,
اِرْكَبْهَا
“Tunggangi unta itu.” (HR. al-Bukhari no. 1689 dan Muslim no. 1322/3717)
Baca juga:
Demikian juga hadits dari Anas bin Malik radhiallahu anhu (HR. al-Bukhari no. 1690 dan Muslim no. 1323) dan hadits Jabir bin Abdillah radhiallahu anhuma (HR. Muslim no. 1324). Lafaz hadits Jabir radhiallahu anhu adalah sebagai berikut,
ارْكَبْهَا بِالْـمَعْرُوفِ إِذَا أُلْـجِئْتَ إِلَيْهَا حَتَّى تَجِدَ ظَهْرًا
“Naikilah unta itu dengan cara yang baik apabila engkau membutuhkannya, hingga engkau mendapatkan tunggangan (lain).”
Di antara manfaat dari hewan tersebut ialah:
a. Mencukur bulu hewan tersebut apabila hal itu lebih bermanfaat bagi sang hewan.
Misalnya, bulunya terlalu tebal atau pada badannya terdapat luka.
b. Meminum susunya.
Hal ini dengan ketentuan tidak memudaratkan hewan tersebut dan susu itu adalah kelebihan dari kebutuhan anak sang hewan.
c. Memanfaatkan segala sesuatu yang ada di badan sang hewan, seperti tali kekang dan pelana.
d. Memanfaatkan kulitnya untuk alas duduk atau alas shalat, setelah disamak.
Baca juga:
Demikian pula berbagai manfaat lainnya. Dasarnya adalah keumuman firman Allah subhanahu wa ta’ala,
وَٱلۡبُدۡنَ جَعَلۡنَٰهَا لَكُم مِّن شَعَٰٓئِرِ ٱللَّهِ لَكُمۡ فِيهَا خَيۡرٌۖ
“Dan unta-unta itu Kami jadikan untukmu bagian dari syiar agama Allah, kamu banyak memperoleh kebaikan padanya.” (al-Hajj: 36)
Namun, apabila diberikan dalam bentuk uang atau bagian tubuh hewan tersebut sebagai sedekah atau hadiah—bukan sebagai upah, hal itu diperbolehkan.
Dalil dari beberapa perkara di atas adalah hadits Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu, dia berkata,
أَمَرَنِي رَسُولُ اللهِ أَنْ أَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ وَأَنْ أُقَسِّمَ لُـحُومَهَا وَجُلُودَهَا وَجِلَالـَهَا عَلَى الْـمَسَاكِينِ وَلَا أُعْطِي فِي جَزَارَتِهَا شَيْئًا مِنْهَا
“Nabi memerintahku untuk menangani (penyembelihan) unta-untanya, membagikan dagingnya, kulit, dan isi perutnya kepada orang-orang miskin. Aku tidak diberi sesuatu pun dari hewan tersebut sebagai (upah) penyembelihannya.” (HR. al-Bukhari no. 1717 dan 1317)
Baca juga:
Adapun hewan yang telah ditemukan tersebut tidak boleh dijual, tetapi disembelih karena ia telah ditakyin.
Baca juga:
Namun, jika hewan tersebut telah melahirkan sebelum disembelih, dia menyembelih ibu dan janinnya sebagai kurban. Dalilnya adalah hadits,
ذَكَاةُ الْجَنِينِ ذَكَاةُ أُمِّهِ
“Sembelihan janin (cukup) dengan sembelihan ibunya.”
Hadits ini disebutkan dari banyak sahabat. Lihat perinciannya dalam Irwa’ul Ghalil (8/172, no. 2539). Syaikh al-Albani rahimahullah menilainya sahihnya.
Wallahu a’lam bis-shawab