Asysyariah
Asysyariah

ham, penjajahan gaya baru

13 tahun yang lalu
baca 3 menit

Islam dan Hak Asasi Manusia (HAM) ibarat dua sisi dari sekeping mata uang. Tak pernah akur/sepaham. Bagaimana tidak, selama ini konsep HAM yang didengung-dengungkan mengadopsi mentah-mentah konsepsi Barat, yang diakui atau tidak, malahan menempatkan Islam sebagai musuh HAM.

Ketidakakuran konsep ini dikarenakan acuan HAM dalam konsepsi barat berangkat dari pemahaman yang bertentangan dengan syariat, di samping tentu saja kebencian terhadap Islam itu sendiri. Sebagai misal, kebebasan yang menjadi nilai dasar HAM dalam perspektif Barat adalah kebebasan dalam arti yang seluas-luasnya. Pornografi dan pornoaksi, menghujat Islam dalam bentuk karikatur maupun film, adalah contoh kebebasan berekspresi yang jelas menantang Islam.

Sebaliknya, kewanitaan dalam Islam, adalah isu-isu lama yang terus diusung para “pendakwah” HAM ala Barat. Berbekal ilmu agama yang nyaris nihil plus intepretasi menyimpang, Islam divonis oleh mereka sebagai ajaran yang memberi perlakuan diskriminatif terhadap kaum wanitanya. Citra ini demikian kokoh bercokol dalam benak orang-orang yang memang senantiasa mengambil paradigma serba Barat.

Padahal kalau para pengekor HAM Barat ini mau berkaca, dalam tataran praktik, penerapan HAM mereka sendiri malah menganut standar ganda. Pembantaian muslim Palestina oleh Yahudi adalah cermin nyata kemunafikan Barat soal HAM. Amerika Serikat (AS), yang selama ini didewa-dewakan sebagai penegak HAM bungkam manakala yang menjadi korban HAM adalah umat Islam.

Kemunafikan HAM ini pun bisa kita saksikan di Indonesia. Kerusuhan Mei 1998, Peristiwa Semanggi I dan II, dibesar-besarkan serta didramatisir seakan-akan sedemikian mengerikan. Malah, dalam kerusuhan Mei, ditiupkan gosip adanya pemerkosaan massal terhadap etnis Cina yang dilakukan oleh orang-orang Islam.

Sementara kerusuhan Maluku dan Poso dengan skala yang nyata lebih luas yang korbannya umat Islam, hanya dipandang sebelah mata. Jangankan proses hukum terhadap aktor intelektualnya, teriakan HAM untuk kasus Maluku/Poso pun nyaris tak terdengar. Barat pun baru menggonggong soal HAM setelah para perusuh Kristen mulai terdesak.

Yang aktual adalah soal Ahmadiyah. Sejumlah tokoh dengan mengatasnamakan HAM ramai-ramai membela aliran sesat & kafir ini. Menjadi ganjil karena perasaan umat Islam malah diabaikan dalam kasus ini. Yang nampak, banyak pihak yang memang bersuka cita dengan makin terpecah belahnya Islam. Tentu lain cerita jika yang disempali adalah agama lain. Sebagai contoh pasukan federal AS tahun 1993 pernah membakar markas sekte ranting Daud di Waco, Texas, yang dipimpin Vernon Howell (David Koresh) hingga menewaskan puluhan orang. Pelanggaran HAM? Jelas bukan.

Daftar salah kaprah penerapan HAM ini tentu masih banyak. Tindakan barbar AS dan sekutunya yang menyerang Irak dan Afghanistan, intervensi dan eksploitasi terhadap negara-negara berkembang (yang sebagiannya negara-negara berpenduduk mayoritas muslim) tentu kecil kemungkinan masuk dalam definisi pelanggaran HAM.

Kesimpulannya, Hak Asasi Manusia (HAM) sesungguhnya bentuk lain imperialisme Barat, yakni upaya Barat untuk memaksakan nilai-nilai mereka dalam rangka memberangus syariat Islam. HAM sejatinya tidak menyoal nilai-nilai kemanusiaan yang universal yang sebenarnya nilai-nilai itu telah lengkap dalam ajaran Islam, namun lebih bergantung pada selera dan kemauan Barat. Penjajahan gaya baru? Pasti.