Asysyariah
Asysyariah

hal-hal yang membantu dalam menuntut ilmu

13 tahun yang lalu
baca 4 menit

Ada beberapa hal yang seyogyanya seorang penuntut ilmu menghiasi diri dengannya, karena hal itu akan membantu dia dalam mancari ilmu atau mengokohkan ilmunya. Di antaranya:
1.    Bertakwa kepada Allah.
Dalam firman-Nya:
“Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian bertakwa kepada Allah maka Allah akan menjadikan untuk kalian furqan (pembeda).” (Al-Anfal: 29)
Dijelaskan oleh Ibnu ‘Utsaimin, Allah I akan menjadikan bagi kalian sesuatu yang bisa kalian gunakan untuk membedakan antara yang hak dan yang batil, manfaat dan mudharat. Dan ilmu termasuk di dalamnya, di mana Allah I akan membukakan untuk seseorang ilmu-ilmu yang tidak dibukakan bagi selainnya. Karena dengan bertakwa akan diperoleh petunjuk, tambahan ilmu, dan tambahan hafalan. (Abdullah bin Mas’ud z mengatakan: “Belajarlah, barangsiapa telah berilmu maka hendaknya beramal.” Beliau juga berkata: “Sungguh aku menyangka bahwa seseorang akan lupa ilmunya dengan sebab dosa yang dia lakukan.”) (Adab Syar’iyyah, 2/41, red.)
2.    Memulai dengan yang lebih penting.
Hal ini disebabkan karena terbatasnya kesempatan dan kemampuan, sementara ilmu yang akan dituntut sangat banyak. Dan sungguh bagus ucapan seorang penyair:
Ilmu itu jika kamu cari sangat banyak
Sedang umur untuk mendapatkannya terlalu pendek.
Maka mulailah dengan yang paling penting lalu yang penting.
3.    Sabar dan kontinyu dalam menuntut ilmu.
Yahya bin Abi Katsir Al-Yamani berkata: “Ilmu itu tidak bisa didapat dengan jasmani yang santai.” (Riwayat Muslim dalam kitab Masajid Bab Auqat Ash-Shalawat Al-Khams, lihat Jami’ Bayanil ‘Ilmi dengan tahqiq Abul Asybal no. 553). Demikian pula sebagian salaf mengatakan: “Ilmu, jika engkau berikan seluruh dirimu untuknya, dia akan memberimu sebagiannya.” Begitulah para ulama terdahulu, mereka tidak mencapai derajat yang mereka capai kecuali dengan kesabaran dan kesinambungan dalam menuntut ilmu. Al-Imam Ahmad ditanya: “Sampai kapan seseorang menulis hadits?” Jawabnya: “Sampai mati.” Beliaupun mengatakan: “Saya menuntut ilmu sampai saya masuk liang kubur.” Ibnul Mubarak ditanya: “Sampai berapa lama kamu akan menulis hadits?” Jawabnya: “Barangkali ada sebuah kata yang aku akan memanfaatkannya dan aku belum mendengarnya sama sekali.” (Qawa’id fi At-Ta’amul ma’al ‘Ulama` hal. 33). Sufyan Ats-Tsauri berkata: “Kita akan belajar terus selama kita mendapati ada yang mengajari kita.” (Adab Syar’iyyah, 2/63)
4.    Menulis, yakni menulis ilmu yang diperoleh baik dalam kajian atau dari bacaan atau yang lain. Dan jangan menerima ilmu hanya sepintas lalu karena hal ini akan menghilangkan ilmu yang didapat.

“Ikatlah ilmu dengan menulis. (HR. Al-Khatib Al-Baghdadi dalam Taqyidul Ilmi dan Ibnu Abdil Bar dalam Jami’ Bayanil ‘Ilmi no. 395 dari Anas bin Malik dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam footnote Kitabul ‘Ilmi karya Ibnu Abi Khaitsamah no. 55).
Dalam bait syair dikatakan:
Ilmu adalah buruan dan tulisan adalah pengikatnya
Ikatlah buruanmu dengan tali yang kuat.
Termasuk dari kebodohan bila engkau berburu kijang
lalu kau tinggalkan lepas di antara manusia.
(Kitabul ‘Ilmi, Ibn ‘Utsaimin hal. 63)
5.    Menjaga ilmu, di antaranya dengan menjaga catatan. Oleh karena itu, semestinya seseorang menulis ilmu tersebut pada buku catatan yang layak, bukan sembarang kertas, sehingga hal ini akan membantu dia untuk menjaganya. Atau menjaga ilmu tersebut dengan menghafalnya sebagaimana yang dilakukan para ulama terdahulu maupun sekarang, di antara mereka adalah Al-Hasan bin ‘Ali, katanya:

“Saya hafal dari Nabi r sabdanya: Tinggalkan apa yang meragukanmu kepada apa yang tidak meragukanmu.” (HR. At-Tirmidzi dan An-Nasa`i, dan At-Tirmidzi mengatakan, hadits ini hasan shahih)
6.    Mulazamah, yakni berguru kepada seorang ulama dan bersamanya dalam waktu yang lama.
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin t menjelaskan: “Wajib bagi setiap penuntut ilmu untuk memohon pertolongan kepada Allah I kemudian minta bantuan kepada para ulama dan memanfaatkan apa yang telah mereka tulis. Karena kalau hanya dengan membaca dan menelaah akan membutuhkan waktu yang banyak. Ini berbeda ketika duduk dengan seorang yang alim yang bisa menerangkan kepadanya dan menunjuki jalannya. Saya tidak mengatakan bahwa ilmu tidak akan didapat kecuali dari seorang guru, akan tetapi cara yang paling baik adalah mengambil ilmu dari para guru.”
(Lihat Kitabul ‘Ilmi, hal. 57-64 tentang perincian lain dari point-point di atas).