Asysyariah
Asysyariah

hadits tentang memulai makan dengan garam

3 tahun yang lalu
baca 3 menit
Hadits Tentang Memulai Makan dengan Garam

Belakangan ini ada sebuah video yang menyebutkan hadits tentang keutamaan memulai dan mengakhiri makan dengan garam. Berikut ini kami nukilkan penjelasan para ulama tentang hadits tersebut.

Berikut ini bunyi hadits tersebut.

عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ: قَالَ لِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: وَإِذَا أَكَلْتَ فَابْدَأْ بِالْمِلْحِ وَاخْتِمْ بِالْمِلْحِ؛ فَإِنَّ الْمِلْحَ شِفَاءُ سَبْعِينَ دَاءً أَوَّلُهَا الْجُنُونُ، وَالْجُذَامُ، وَالْبَرَصُ، وَوَجَعَ الْأَضْرَاسِ، وَوَجَعُ الْحَلْقِ، وَوَجَعُ الْبَطْنِ.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berkata kepadaku, “Apabila kamu makan, mulailah dengan garam dan akhirilah dengan garam. Sebab, sesungguhnya garam adalah obat untuk tujuh puluh penyakit; yang pertama adalah gangguan jiwa (gila), kusta (lepra), kudis (atau kanker kulit), sakit gigi, sakit kerongkongan, dan sakit perut.”

Hadits ini adalah hadits maudhu’ (palsu), atau menurut istilah sekarang disebut hoaks.

Baca juga: Istilah Hadits

Imam Ibnul Jauzi rahimahullah memasukkan hadits ini dalam kitab al-Maudhu’at (2/289 melalui Maktabah Syamilah). Al-Maudhu’at sendiri artinya adalah kumpulan hadits-hadits palsu.

Beliau mengatakan, “Hadits ini tidak sahih dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Yang tertuduh memalsukannya adalah Abdullah bin Ahmad bin Amir atau ayahnya. Sungguh, keduanya meriwayatkan nuskhah (manuskrip) dari riwayat Ahlul Bait, yang semuanya batil (salah).”

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata,

“Hadits tersebut dengan sanad ini adalah maudhu’ (palsu), sebagaimana kata Ibnul Jauzi. Hadits ini memiliki empat cacat:

  1. Pada isnadnya ada Abdurrahim bin Waqid al-Khurasani; dia dha’if (hadits yang dia riwayatkan lemah).
  2. Pada isnadnya ada Hammad bin Amr an-Nashabi; dia matruk (hadits yang dia riwayatkan tidak dianggap)
  3. As-Sari bin Khalid bin Syaddad; dia majhul (tidak dikenal)
  4. Pada sanadnya ada inqitha’ (terputus). Sebab, Ali bin al-Husain Zainal Abidin tidak pernah berjumpa dengan kakeknya, yaitu Ali bin Abi Thalib. Selain itu, Ali al-Baqir meriwayatkan secara mursal (meloncat) kepada kakeknya, yaitu al-Husain bin Ali radhiallahu anhuma.”

(al-Mathalib al-‘Aliyah 10/676)

Abul Abbas al-Bushiri berkata,

“Sanad tersebut adalah sanad yang berantai dengan perawi-perawi yang dhaif. As-Sari, Hammad, dan Abdurrahim adalah para perawi yang dha’if.” (Ithaf al-Khairah al-Maharah bi Zawaid al-Masanid al-‘Asyarah 3/413)

Sanad yang dimaksud adalah yang dibawakan oleh Ibnul Jauzi rahimahullah dalam kitab al-Maudhu’at (2/289) pada “Bab Fadhlul Milh” sebagai berikut.

أنبأنا هبة الله بن أحمد الجريري، أنبأنا إبراهيم بن عمر البركمي، حدّثنا أبو بكر بن بخيت، حدّثنا أبو القاسم عبد الله بن أحمد بن عامر، حدثني أبي أحمد بن عامر، حدثني علي بن موسى الرضا، حدثني أبو موسى بن جعفر، حدثني أبي جعفر بن محمَّد، حدثني أبي محمَّد بن علي، حدثني جدي أبي [هكذا في المطبوع: ولعل الصواب: أبي] علي بن الحسين ، حدثني أبي الحسين بن علي، حدثني أبي علي بن أبي طالب رضي الله عنه، فذكره مختصرًا بلفظ: يا علي عليك بالملح فإنه شفاء من سبعين داء الجذام والبرص والجنون.

Wallahu a’lam bish-shawab.

(Ustadz Abu Ishaq Abdullah Nahar)