Abu Sa’id al-Khudri z, seorang sahabat yang mulia, berkata:
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ n: إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةُ وَإِنَّ اللهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيْهَا لِيَنْظُرَ كَيْفَ تَعْمَلُوْنَ، فَاتَّقُوْا الدُّنْيَا وَاتَّقُوْا النِّسَاءَ، فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِيْ إِسْرَائِيْلَ كَانَتْ فِي النِّسَاءِ
Rasulullah n bersabda, “Sungguh dunia itu manis lagi hijau, dan sungguh Allah menjadikan kalian sebagai khalifah di dalamnya, maka Dia akan melihat bagaimana yang kalian amalkan (apa perbuatan kalian). Berhati-hatilah kalian dari dunia dan berhati-hatilah dari para wanita karena ujian pertama yang menimpa Bani Israil adalah pada kaum wanitanya.” (HR. Muslim)
Dalam hadits di atas, Rasulullah n mengabarkan keadaan dunia dan sifatnya yang meluluhkan hati orang-orang yang memandang dan merasakannya. Kemudian Rasulullah n mengabarkan bahwa Allah l menjadikan dunia sebagai fitnah (ujian dan cobaan) bagi para hamba. Setelahnya, beliau n menyuruh kita menempuh sebab-sebab yang akan menjaga dan melindungi kita dari terjerumus ke dalam fitnahnya.
Pengabaran Rasulullah n bahwa dunia itu manis lagi hijau mencakup seluruh sifat dunia beserta apa yang ada di atasnya. Maka dari itu, dunia itu manis dalam hal rasanya, kelezatan, dan kesenangannya. Dunia itu hijau dalam hal keindahan dan kebagusannya yang tampak. Hal ini sebagaimana firman Allah l:
“Dijadikan indah bagi manusia kecintaan kepada syahwat/kesenangan-kesenangan dunia berupa wanita, anak-anak, harta yang banyak berupa emas dan perak, demikian juga kuda-kuda yang ditambatkan, hewan-hewan ternak, dan sawah ladang….” (Ali Imran: 14)
“Sesungguhnya Kami menjadikan apa yang ada di atas bumi sebagai perhiasan bagi bumi untuk Kami menguji mereka; siapakah di antara mereka yang paling baik amalannya.” (al-Kahfi: 7)
Kelezatan yang beraneka ragam dan warna ada di dunia. Demikian pula pemandangan yang memesona. Allah l menjadikan semua itu sebagai ujian dan cobaan dari-Nya. Dia l juga menjadikan para hamba turun-temurun menguasainya, generasi demi generasi, agar Dia melihat apa yang mereka lakukan di atasnya.
Siapa yang mengambil perhiasan dunia dan meletakkannya sesuai dengan hak atau tempat yang semestinya, serta menjadikan perhiasan itu sebagai pembantu untuk menunaikan ubudiyah (peribadatan kepada Allah l) sebagai tujuan penciptaannya, niscaya perhiasan dunia tersebut menjadi bekal baginya. Perhiasan dunia akan menjadi tunggangan menuju negeri yang lebih mulia dan lebih kekal daripada dunia. Dengan begitu, sempurnalah baginya kebahagiaan duniawi dan ukhrawi.
Namun, siapa yang menjadikan dunia sebagai cita-citanya yang paling besar dan puncak ilmu serta keinginannya, padahal dia tidak akan diberi dari dunia ini selain sebatas apa yang telah ditetapkan baginya1, niscaya akhir kesudahannya adalah kesengsaraan. Dia tidak bisa menikmati kelezatan dan syahwat (kesenangan) dunia selain hanya dalam waktu yang singkat, karena dunia itu memang kelezatannya sedikit sedangkan kesedihannya panjang.
Segala macam kelezatan dunia adalah fitnah (godaan) dan ujian. Namun, fitnah (ujian) dunia yang paling besar dan paling dahsyat adalah wanita. Fitnah wanita sangatlah besar. Terjatuh ke dalam fitnah wanita sangatlah genting dan amat besar bahayanya karena wanita adalah umpan dan jeratan setan. Betapa banyak orang yang baik, sehat, dan merdeka yang diberi umpan para wanita oleh setan. Orang itu pun menjadi tawanan dan budak syahwatnya. Dia tergadai oleh dosanya (menjadi jaminan bagi dosanya). Sungguh sulit baginya untuk lepas dari fitnah tersebut. Dosanya itu adalah dosa akibat ulahnya sendiri karena tidak berhati-hati dan tidak menjaga diri dari bala tersebut. Jika dia menjaga dirinya dan berhati-hati dari fitnah wanita, tidak mencoba-coba masuk ke tempat-tempat masuknya tuduhan/prasangka, tidak menantang fitnah, disertai meminta pertolongan dengan berpegang teguh kepada Allah l, niscaya dia akan selamat dari fitnah ini dan terbebas dari ujian ini.
Karena demikian besarnya fitnah wanita, dalam hadits ini Nabi n sampai memberikan peringatan dengan secara khusus menyebutkan wanita dari sekian banyak fitnah dunia. Beliau n memberitakan apa yang terjadi pada umat sebelum kita (yang rusak karena wanita –pent.) karena hal itu mengandung pelajaran bagi orang-orang yang mau mengambil pelajaran dan nasihat bagi orang-orang yang bertakwa. Wallahu a’lam.
(Diterjemahkan oleh Ummu Ishaq al-Atsariyah dari kitab Bahjatu Qulubil Abrar wa Qurratu ‘Uyunil Akhyar fi Syarhi Jawami’il Akhbar, karya al-Allamah asy-Syaikh Abdurrahman ibnu Nashir as-Sa’di t, hlm. 187—188, hadits ke-78)
Catatan Kaki:
1 Sebagaimana disebutkan oleh hadits Anas z, Rasulullah n bersabda:
مَنْ كاَنَتِ الْأَخِرَةُ هَمَّهُ جَعَلَ اللهُ غِنَاهُ فِي قَلْبِهِ، وَجَمَعَ لَهُ شَمْلَهُ، وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ؛ وَمَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ، جَعَلَ اللهُ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ، وَفَرَّقَ عَلَيْهِ شَمْلَهُ، وَلَمْ يأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلاَّ مَا قُدِّرَ لَهُ
“Siapa yang menjadikan akhirat sebagai maksud dan tujuannya, niscaya Allah l akan menjadikan kekayaannya dalam hatinya dan Allah akan mengumpulkan urusannya yang tercerai-berai, bersamaan dengan itu dunia datang kepadanya dalam keadaan hina dan rendah. Sebaliknya, siapa yang menjadikan dunia sebagai maksud dan tujuannya, niscaya Allah l akan menjadikan kefakirannya di hadapan kedua matanya, dan Allah l akan mencerai-beraikan urusannya yang semula terkumpul, sementara dunia tidak datang kepadanya selain sebatas apa yang telah ditetapkan untuknya.” (HR. at-Tirmidzi, dihasankan dalam ash-Shahihah no. 949)