Ada di antara kalangan muda yang tertarik marxisme lantaran pembelaannya terhadap kaum miskin tertindas. Mereka cemburu melihat kaum papa dimarginalkan. Mereka terusik melihat ketidakadilan menyelimuti kaum miskin yang dipinggirkan. Hatinya berontak melihat kaum kapitalis (sang pemilik modal) memeras para buruh nan papa.
Semangat pembelaannya meledak melihat para borjuis (tuan tanah) menyabot hak-hak petani guram. Ketertindasan telah membangkitkan jiwa untuk bangkit membela. Ketertindasan telah membakar kecemburuannya untuk melakukan perlawanan. Telapak tangan kiri yang terkepal diacungkan: lawan!
Itulah anak muda. Awal reformasi di negeri ini mereka tergabung dalam partai anak muda yang kekiri-kirian. Atas nama ketertindasan mereka lantang bersuara. Serdadu bersenjata pun mereka lawan. Seakan-akan kematian bagi mereka adalah sebuah kemuliaan.
Namun, setelah reformasi mereda… Setelah mereka tidak muda lagi semangatnya, setelah sepatu kulit mengkilat mereka kenakan, setelah kursi jabatan diduduki, setelah lembaran fulus mengelus mereka, tak ada lagi suara lantang melawan ketidakadilan. Lidah telah kelu. Tangan sudah tak mampu mengepal lagi. Mereka telah terpesona dan jatuh cinta dengan dunia. Dulu, kapitalis adalah lawannya. Kini, jadi teman kencannya. Dahulu, borjuis adalah musuhnya. Kini, jadi sahabatnya.
Baca juga:
Kaum buruh yang dahulu mereka eksploitasi, tak sedikit pun merasakan manis dunia yang telah mereka raih. Petani guram cuma bisa mengelus dada menikmati kemiskinan yang makin mengimpit. Tak ada lagi anak muda yang dahulu mengunjunginya, mengajak berunjuk rasa, berdemo yang konon katanya untuk memperjuangkan hak-haknya yang dikebiri.
Kaum buruh dan para petani kecil tentu tak memahami arti pertentangan kelas. Mereka adalah orang-orang polos yang tak pernah belajar beragitasi dalam sebuah pertarungan kelas. Mereka lugu.
Karena keluguannya, mereka dieksploitasi, digunakan sebagai alat politik. Mereka ditarungkan melawan kapitalis, melawan borjuis. Begitulah keadaan senyatanya. Jadi, jika komunis memperjuangkan kaum miskin, buruh, petani, rakyat kecil, pedagang kaki lima, sebenarnya hanya sebuah kedustaan. Rakyat kecil itu hanya sebagai alat untuk sebuah aksi pertentangan kelas ala mereka. Aksi politik.
Adakah kesejahteraan bagi rakyat kecil di alam komunis? Tidak! Justru rakyat hidup terkekang. Berani mengkritisi partai komunis, berarti bersiap untuk ditindas. Dahulu, di Uni Soviet, berani buka suara melawan komunis, berarti bersiap dibuang ke kamp kerja paksa di Siberia. Di Korea Utara pun demikian. Para antikomunis digelandang ke kamp konsentrasi di Kaechon.
Yang senyatanya memperjuangkan kaum fakir dan miskin hanyalah Islam. Pembelaan Islam terhadap kaum papa adalah tanpa mengeksploitasi mereka. Apalagi dijadikan alat pertarungan kelas. Pembelaan Islam terhadap mereka dengan memberdayakannya, memberi perhatian, menyayangi, dan membantu mengatasi kesulitannya.
Bagi yang tak memiliki kepedulian, Islam memberi peringatan keras. Perhatikan firman Allah subhanahu wa ta’ala,
أَرَءَيۡتَ ٱلَّذِي يُكَذِّبُ بِٱلدِّينِ ١ فَذَٰلِكَ ٱلَّذِي يَدُعُّ ٱلۡيَتِيمَ ٢ وَلَا يَحُضُّ عَلَىٰ طَعَامِ ٱلۡمِسۡكِينِ ٣
“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama itu? Maka, itulah orang yang menghardik anak yatim, dan enggan memberi makan orang miskin.” (al-Ma’un: 1—3)
Baca juga:
Firman-Nya,
فَأَمَّا ٱلۡيَتِيمَ فَلَا تَقۡهَرۡ ٩ وَأَمَّا ٱلسَّآئِلَ فَلَا تَنۡهَرۡ ١٠
“Maka terhadap anak yatim janganlah engkau berlaku sewenang-wenang. Dan terhadap orang yang meminta-minta, janganlah engkau menghardiknya.” (adh-Dhuha: 9—10)
Firman-Nya,
وَهَدَيۡنَٰهُ ٱلنَّجۡدَيۡنِ ١٠ فَلَا ٱقۡتَحَمَ ٱلۡعَقَبَةَ ١١ وَمَآ أَدۡرَىٰكَ مَا ٱلۡعَقَبَةُ ١٢ فَكُّ رَقَبَةٍ ١٣ أَوۡ إِطۡعَٰمٌ فِي يَوۡمٍ ذِي مَسۡغَبَةٍ ١٤ يَتِيمًا ذَا مَقۡرَبَةٍ ١٥ أَوۡ مِسۡكِينًا ذَا مَتۡرَبَةٍ ١٦ ثُمَّ كَانَ مِنَ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلصَّبۡرِ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلۡمَرۡحَمَةِ ١٧
“Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (kebajikan dan kejahatan). Tetapi dia tidak menempuh jalan yang mendaki dan sukar. Dan tahukah kamu jalan yang mendaki dan sukar itu? (Yaitu) melepaskan perbudakan, atau memberi makan pada hari terjadi kelaparan, (kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat, atau orang miskin yang sangat fakir. Kemudian dia termasuk orang-orang yang beriman, dan saling menasihati untuk bersabar dan berkasih sayang.” (al-Balad: 10—17)
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam merupakan sosok yang sangat penyayang dan pemurah. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
لَقَدۡ جَآءَكُمۡ رَسُولٌ مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ عَزِيزٌ عَلَيۡهِ مَا عَنِتُّمۡ حَرِيصٌ عَلَيۡكُم بِٱلۡمُؤۡمِنِينَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ
“Sungguh, telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, (dia) sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman.” (at-Taubah: 128)
Baca juga:
Dari Abdullah bin Abbas radhiallahu anhuma, ia berkata,
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَجْوَدَ النَّاسِ وَكَانَ أَجْوَدَ مَا يَكُونُ فِي رَمَضَانَ حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ
“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah orang yang paling dermawan. Beliau lebih pemurah lagi di bulan Ramadhan kala Jibril menemuinya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah mendapat keluhan dari kaum fakir. Sesungguhnya orang-orang berharta telah melampaui kaum fakir dalam beramal (sedekah dan membebaskan budak).
Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memberikan nasihat, “Maukah aku kabari sesuatu bilamana kalian mengamalkannya bisa menjangkau (amalan) yang melampauimu? Tidak akan bisa menjangkau amalan ini kecuali orang yang turut mengamalkan hal serupa ini.”
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Hendaklah kalian bertasbih, bertakbir, dan bertahmid setelah selesai shalat, masing-masing 33 kali.”
Lantas kaum fakir itu pun mengamalkannya. Kemudian orang-orang berharta pun mengetahui hal itu. Apa yang diajarkan kepada kaum fakir itu diamalkan juga oleh orang-orang berharta.
Kaum fakir pun mengadukan kembali kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Kata beliau,
ذَلِكَ فَضْلُ اللهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ
“Itulah karunia Allah diberikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Lihatlah, betapa bersemangat para sahabat untuk melakukan kebaikan. Mereka berpacu untuk bisa beramal saleh. Mereka berlomba mengejar urusan akhirat. Kecemburuan mereka terhadap para pemilik harta lantaran dengan harta yang ada bisa beramal kebaikan. Mereka selalu merasa kurang dalam mengerjakan amal saleh.
Baca juga:
Ini tentu sangat bertolak belakang dengan paham marxisme. Marxisme tak mengaitkan keberadaan materi untuk kehidupan akhirat. Mereka tak memiliki keimanan terhadap perkara yang gaib. Bagi mereka, kehidupan hanya di dunia. Islam pun mengajarkan agar tidak meremehkan kaum lemah. Tak boleh merasa diri lebih dari yang lain.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengabarkan, Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan pertolongan dan rezeki dengan sebab kaum lemah. Ini dilatari karena doa, shalat, dan keikhlasan orang-orang yang lemah.
Pesan itu terungkap dalam hadits dari Mush’ab bin Sa’d, dari ayahnya, yang menyebutkan,
“Sesungguhnya Sa’ad menyangka memiliki keutamaan dari sahabat Nabi lainnya. Kemudian Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا يَنْصُرُ اللهُ هَذِهِ الْأُمَّةَ بِضَعِيفِهَا بِدَعْوَتِهِمْ وَصَلَاتِهِمْ وَإِخْلَاصِهِمْ
‘Sesungguhnya Allah akan menolong umat ini dengan (kaum) yang lemah lantaran doa, shalat, dan keikhlasan mereka’.” (HR. an-Nasai, no. 3178)
Demikian pula yang disebutkan dalam hadits Abu Darda radhiallahu anhu. Ia mendengar Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
ابْغُونِي الضَّعِيفَ فَإِنَّكُمْ إِنَّمَا تُرْزَقُونَ وَتُنْصَرُونَ بِضُعُفُائِكُمْ
“Carikanlah aku kaum yang lemah! Sungguh, kalian akan diberi rezeki dan pertolongan dengan sebab orang-orang lemah (di antara) kalian.” (HR. Abu Dawud, no. 2335; dinyatakan sahih oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah)
Baca juga:
Kepedulian Islam terhadap kaum yang lemah, tertindas, marginal (terpinggirkan), sedemikian kuat. Bentuk bantuan materi bisa diwujudkan dalam bentuk zakat, infak, dan sedekah, atau bentuk bantuan lainnya. Islam senantiasa mendorong umatnya untuk tolong-menolong dalam perbuatan baik dan takwa. Islam tak menghendaki umatnya saling menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَتَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡبِرِّ وَٱلتَّقۡوَىٰۖ وَلَا تَعَاوَنُواْ عَلَى ٱلۡإِثۡمِ وَٱلۡعُدۡوَٰنِۚ
“Tolong-menolonglah kalian dalam berbuat kebaikan dan ketakwaan, dan jangan tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan.” (al-Maidah: 2)
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
وَاللهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ
“Allah akan membantu seorang hamba manakala hamba tersebut mau membantu saudaranya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiallahu anhu)
Islam adalah pembela sejati kaum miskin, kaum lemah, dan tertindas. Cara yang ditempuh dalam agama mulia ini pun tidak sebagaimana dilakukan kaum marxis. Islam mengentaskan kaum papa melalui cara yang elegan. Tanpa harus mengeksploitasi kaum miskin. Tanpa harus mempertarungkannya. Tanpa harus memperalatnya.
Kaum yang tak berdaya benar-benar diperlakukan dengan sebaik-baiknya, diperlakukan dengan penuh manusiawi. Perlakuan-perlakuan itu didasari penuh keikhlasan. Upaya bantuan tersebut dilakukan karena Allah subhanahu wa ta’ala. Hanya mengharap balasan dari Yang Maha Pemurah, Allah subhanahu wa ta’ala.
Berbeda halnya dengan kaum marxis yang peduli kepada kaum miskin karena ada unsur kepentingan dunia. Bantuan yang sarat muatan politis. Jadi, adalah dusta, komunis membela kaum papa tertindas.
Allahu a’lam.