Sebelum Islam datang, kehidupan umat manusia berlumur kenistaan. Norma-norma agama tidak dihiraukan. Akhlak mulia diabaikan. Kesyirikan—dosa besar yang paling besar—menjadi ikon peradaban. Pembunuhan, kezaliman, perzinaan, dan beragam kemaksiatan lainnya menyatu dalam kehidupan. Sementara itu, cahaya iman dan ramburambu tauhid padam, seiring dengan berputarnya roda zaman. Masa itu pun kemudian dikenal dalam sejarah dengan masa jahiliah (kebodohan).
Kala umat manusia berada dalam jurang kejahiliahan itu, Allah Yang Maharahman mengutus Rasul-Nya yang terbaik, Nabi Besar Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagai pemberi peringatan, membawa petunjuk ilahi, agama Islam yang benar dan Kitab Suci al-Qur’an.
Dengan itulah, Allah l menunjuki umat manusia kepada jalan keselamatan dan mengentaskan mereka dari jurang kejahiliahan menuju kehidupan Islam yang terang benderang. Allah Subhanahuwata’ala berfirman,
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَىٰ وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
“Dialah (Allah Subhanahuwata’ala) yang telah mengutus Rasul-Nya dengan (membawa) petunjuk dan agama yang benar, agar Allah memenangkan agama tersebut atas semua agama yang ada, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukainya.” (ash-Shaff: 9)
يَا أَهْلَ الْكِتَابِ قَدْ جَاءَكُمْ رَسُولُنَا يُبَيِّنُ لَكُمْ كَثِيرًا مِّمَّا كُنتُمْ تُخْفُونَ مِنَ الْكِتَابِ وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ ۚ قَدْ جَاءَكُم مِّنَ اللَّهِ نُورٌ وَكِتَابٌ مُّبِينٌ () يَهْدِي بِهِ اللَّهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَهُ سُبُلَ السَّلَامِ وَيُخْرِجُهُم مِّنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِهِ وَيَهْدِيهِمْ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ
“Hai Ahli kitab,telah datang kepada kalian Rasul kami, menjelaskan kepada kalian banyak dari al-Kitab yang kalian sembunyikan dan banyak pula yang dibiarkannya. Sungguh, telah datang kepada kalian cahaya dari Allah dan kitab yang menerangkan (al-Qur’an). Dengan kitab itulah, Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya kepada jalan keselamatan. Dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari kegelapan menuju cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka kejalan yang lurus.” (al-Maidah: 15—16)
Islam yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah rahmatan lil alamin (rahmat bagi semesta alam). Agama yang diliputi kesempurnaan dan keindahan. Syariatnya yang senantiasa relevan sepanjang masa benar-benar menyinari segala sudut kehidupan. Tak hanya wacana keilmuan yang dihadirkan, misi tazkiyatun nufus (penyucian jiwa) dari berbagai akhlak tercela (amoral) pun selalu ditekankan, seiring dengan misi keilmuan tersebut yang mengawal umat manusia menuju puncak kemuliaan. Allah Subhanahuwata’ala berfirman,
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (al-Anbiya’: 107)
Syariatnya senantiasa memerhatikan hubungan antara hamba dan Penciptanya (Allah Subhanahuwata’ala), dengan memurnikan ibadah hanya untuk-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun, tunduk dan patuh kepada-Nya, berserah diri kepada-Nya, memosisikan-Nya sebagai tumpuan hidup, serta berlepas diri dari orang-orang yang menyekutukan- Nya.
Demikian pula, Islam memerhatikan hubungan antara hamba dan sesamanya, yaitu dengan cara menyayangi yang lebih muda dan menghormati yang lebih tua, menyantuni yang lemah, membantu yang sedang kesulitan, menyambung tali silaturahmi, menjaga hubungan baik dengan tetangga, memuliakan tamu, bagus dalam bermuamalah (berinteraksi), jujur dalam bertransaksi, dan sebagainya.
Syariat Islam adil dan tepat, tidak berlebihan dan tidak bermudah-mudahan dalam segala aspeknya. Itulah di antara kesempurnaan Islam. Allah Subhanahuwata’ala berfirman,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“Padahari ini telah Ku-sempurnakan untuk kalian agama kalian, telah Ku cukupkan untuk kalian nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhaI islam itu sebagai agama bagi kalian.” (al-Maidah: 3)
Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahumullah dalam ceramah agama yangbertajuk asy-Syari’ahal-Islamiyyah wa Mahasinuha wa Dharuratual-Basyar Ilaiha mengatakan, “Syariat ini dipenuhi kemudahan, toleransi, kasih sayang, dan kebaikan. Syariat ini dipenuhi oleh kemaslahatan yang tinggi dan senantiasa memerhatikan berbagai sisi yang dapat mengantarkan para hamba menuju kebahagiaan dan kehidupan mulia, di dunia dan di akhirat.”
Di antara kenikmatan yang teramat mulia bagi seseorang adalah nikmat Islam. Orang-orang yang hidup di bawah bimbingan Islam tidak sama dengan orang-orang yang hidup berkesumat benci terhadapnya. Allah Subhanahuwata’ala berfirman,
أَفَمَن شَرَحَ اللَّهُ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ فَهُوَ عَلَىٰ نُورٍ مِّن رَّبِّهِ ۚ فَوَيْلٌ لِّلْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُم مِّن ذِكْرِ اللَّهِ ۚ أُولَٰئِكَ فِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ
“Apakah orang-orang yang Allah lapangkan dadanya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Rabbnya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Alah, mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” (az-Zumar: 22)
Asy-Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahumullah berkata, “Apakah orang yang dilapangkan dadanya oleh Allah Subhanahuwata’ala untuk (menyambut) agama Islam, siap menerima dan menjalankan segala hukum (syariat) yang dikandungnya dengan penuh kelapangan, bertebar sahaja, dan di atas kejelasan ilmu (inilah makna firman Allah Subhanahuwata’ala, ‘ia mendapat cahaya dariRabbnya’), sama dengan selainnya? Yaitu, orang-orang yang membatu hatinya terhadap Kitabullah, enggan mengingat ayat-ayat Allah Subhanahuwata’alal, dan berat hatinya menyebut (nama) Allah Subhanahuwata’ala. Dia justru selalu berpaling dari (ibadah kepada) Rabbnya dan mempersembahkan (ibadah tersebut) kepada selain Allah Subhanahuwata’ala. Merekalah orang-orang yang ditimpa kecelakaan dan kejelekan yang besar.” (Taisir al-Karimirrahman, hlm. 668)
Tak heran apabila Allah Subhanahuwata’ala mewasiatkan kepada para hamba-Nya agar masuk ke dalam agama Islam itu secara total (kaffah), sebagaimana firman-Nya,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara total, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagi kalian.” (al-Baqarah: 208)
Dasar hukum Islam yang paling utama adalah al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kesempurnaan dan keindahan Islam tak bisa dipisahkan dari keduanya. Sejak dini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan keduanya kepada umat, dengan membacakannya dan menjelaskan segala kandungannya. Itulah di antara misi utama diutusnya beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada seluruh umat manusia. Allah Subhanahuwata’ala berfirman,
هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِّنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا مِن قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ () وَآخَرِينَ مِنْهُمْ لَمَّا يَلْحَقُوا بِهِمْ ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ ()
“Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang rasul diantara mereka, yang membacakan ayat-ayat- Nya kepada mereka, menyucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab (al-Qur’an) dan al-Hikmah (as-Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata, dan (juga) kepada kaum yang lain dari mereka yang belum berhubungan dengan Mereka Dia-lah Yang Maha perkasa lagi Maha bijaksana.” (al-Jumu’ah: 2—3)
Kedudukan keduanya sebagai dasar hukum semakin nyata manakala Allah Subhanahuwata’ala memerintahkan orang-orang yang beriman agar kembali kepada keduanya saat terjadi perbedaan pendapat di antara mereka. Allah Subhanahuwata’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri diantara kalian.Kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika Kalian benar-benar beriman kepada Allah Dan harikemudian. Hal itu lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya.” (an-Nisa’: 59)
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahumullah berkata, “Ini adalah perintah Allah Subhanahuwata’ala agar segala yang diperselisihkan oleh manusia, baik dalam masalah pokok agama maupun cabangnya, dikembalikan kepada al- Qur’an dan as-Sunnah, sebagaimana firman-Nya ,
وَمَا اخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِن شَيْءٍ فَحُكْمُهُ إِلَى اللَّهِ ۚ ذَٰلِكُمُ اللَّهُ رَبِّي عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ
‘Tentang apa pun yang kalian perselisihkan, maka putusannya (terserah) kepada Allah. (Yang mempunyai sifat sifat demikian) itulah Allah Rabbku. Hanya kepada-Nyalah aku bertawakal dan hanya kepada-Nya pula aku kembali.’ (asy-Syura: 10)
Dengan mengikuti keduanya, akan diraih keberuntungan di dunia dan di akhirat. Allah Subhanahuwata’ala berfirman,
الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِندَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنجِيلِ يَأْمُرُهُم بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالْأَغْلَالَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ ۚ فَالَّذِينَ آمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنزِلَ مَعَهُ ۙ أُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, nabi yang ummi, yang (namanya) mereka dapati tertulis didalam Taurat dan Injil yang ada disisi mereka, menyuruh merekamengerjakanyangma’ruf (baik) dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar (buruk); menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk; serta membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya, dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (al-Qur’an), mereka itulah orang-orang yangberuntung.” (al-A’raf: 157)
Demikianlah al-Qur’an dan as- Sunnah. Keduanya adalah peninggalan berharga yang diwariskan oleh Rasulullah n kepada umatnya. Barang siapa berpegang teguh dengan keduanya, niscaya tak akan sesat selama-lamanya. Rasulullah n bersabda,
تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا: كِتَابَ اللهِ وَسُنَّةَ رَسُولِهِ
“Aku wariskan untuk kalian dua hal, jika kalian berpegang teguh dengan keduanya tak akan sesat selama-lamanya: Kitabullah(al-Qur’an) dan Sunnah Rasul-Nya.” (HR. Malik dalam al- Muwaththa’, dinyatakan hasan oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Misykatul Mashabih 1/66)
Satu hal penting yang harus diperhatikan oleh setiap muslim dan muslimah bahwa berpegang teguh dengan al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam itu dengan cara seseorang memahaminya secara benar sesuai dengan pemahaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya (as-salafushshalih)
Tidak berdasarkan logika atau hawa nafsu. Di samping itu, dia menjadikan al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai pedoman hidup, dan kembali kepada keduanya saat terjadi perbedaan pendapat.
Kesempurnaan dan keindahanIslam amat dibenci oleh musuh-musuhnya. Sebab itu, sejak awal masa keislaman, mereka tak pernah tinggal diam. Berbagai makar dan permusuhan mereka lakukan. Terkadang dengan kontak fisik yang terwujud dalam berbagai episode peperangan. Terkadang pula dengan perang pemikiran (ghazwul fikri). Perang jenis kedua inilah yang terus mereka gencarkan hingga hari ini. Karena di mata mereka, hal ini sangat strategis demi pendangkalan keimanan dan emosional keislaman (ghirah) kaum muslimin.
Tak pelak, kerancuan berpikir (syubhat) mereka tebar di tengahtengah kaum muslimin, terutama yang berkaitan dengan al-Qur’an dan as- Sunnah. Targetnya, menjauhkan kaum muslimin dari al-Qur’an dan as-Sunnah serta mengikis kepercayaan mereka terhadap kedua peninggalan berharga yang diwariskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam itu. Mereka yakin, selama kaum muslimin berpegang teguh dengan al-Qur’an dan as-Sunnah, niscaya kehidupan mereka terbimbing dan sulit dikalahkan. Terkait dengan al-Qur’an, mereka tebar beragam kerancuan berpikir (syubhat) atau hujatan. Di antaranya adalah:
Allah Subhanahuwata’ala membantah tuduhan semacam ini dalam firman-Nya,
وَإِنَّكَ لَتُلَقَّى الْقُرْآنَ مِن لَّدُنْ حَكِيمٍ عَلِيمٍ
“Sesungguhnya kamu benar-benar diberial-Qur’andarisisi(Allah) yang Maha bijaksana lagi Maha Mengetahui.” (an-Naml: 6)
قُلْ نَزَّلَهُ رُوحُ الْقُدُسِ مِن رَّبِّكَ بِالْحَقِّ لِيُثَبِّتَ الَّذِينَ آمَنُوا وَهُدًى وَبُشْرَىٰ لِلْمُسْلِمِينَ () وَلَقَدْ نَعْلَمُ أَنَّهُمْ يَقُولُونَ إِنَّمَا يُعَلِّمُهُ بَشَرٌ ۗ لِّسَانُ الَّذِي يُلْحِدُونَ إِلَيْهِ أَعْجَمِيٌّ وَهَٰذَا لِسَانٌ عَرَبِيٌّ مُّبِينٌ ()
“Katakanlah,‘ Ruhul Qudus( Jibril) menurunkan al-Qur’an itu dari Rabbm dengan benar, untuk meneguhkan ( hati) orang-orang yang telah beriman,serta menjadi petunjuk dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Alah).’ Sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata‘, Sesungguhnya al-Qur’an itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad).’ Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya adalah bahasa‘ajam (selain bahasa Arab), sedangkanal-Qur’an adalah dalam bahasa Arab yang terang.” (an-Nahl: 102—103)
Allah Subhanahuwata’ala berfirman,
وَمِنْهُم مَّن يَسْتَمِعُ إِلَيْكَ ۖ وَجَعَلْنَا عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ أَكِنَّةً أَن يَفْقَهُوهُ وَفِي آذَانِهِمْ وَقْرًا ۚ وَإِن يَرَوْا كُلَّ آيَةٍ لَّا يُؤْمِنُوا بِهَا ۚ حَتَّىٰ إِذَا جَاءُوكَ يُجَادِلُونَكَ يَقُولُ الَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ هَٰذَا إِلَّا أَسَاطِيرُ الْأَوَّلِينَ
“Diantara mereka adaorang yang mendengarkan (bacaan)mu, padahal Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka (sehingga mereka tidak) memahaminya dan( Kamil etakkan) sumbatan di telinga mereka. Jika pun Mereka melihat segala tanda( kebenaran), mereka tetap tidak mau beriman kepadanya. Sampai apabila mereka Datang kepadamu untuk membantahmu, orang-orang kafir itu berkata, ‘Al-Qur’an ini tidak lain hanyalah dongengan orang- orang dahulu’.” (al-An’am: 25)
Allah Subhanahuwata’ala membantah mereka dalam firman-Nya,
وَمَا عَلَّمْنَاهُ الشِّعْرَ وَمَا يَنبَغِي لَهُ ۚ إِنْ هُوَ إِلَّا ذِكْرٌ وَقُرْآنٌ مُّبِينٌ
“Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair Itu tidaklah layak baginya. Al-Qur’an itu tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab Yang memberi penerangan.”( Yasin:6 9)
Allah Subhanahuwata’ala membantah tuduhan semacam ini dalam firman-Nya,
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya Kamilah yang Menurunkan al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.”3 (al-Hijr: 9)
Allah Subhanahuwata’ala membantahnya dalam firman-Nya,
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنزَلَ عَلَىٰ عَبْدِهِ الْكِتَابَ وَلَمْ يَجْعَل لَّهُ عِوَجًا ۜ () قَيِّمًا لِّيُنذِرَ بَأْسًا شَدِيدًا مِّن لَّدُنْهُ وَيُبَشِّرَ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا حَسَنًا ()
“Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya al-Kitab (al-Qur’an) dan dia tidak Mengadakan kebengkokan di dalamnya. Sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan siksaan yang sangat pedih dari sisi Allahdan memberi berita gembira kepada orang-orang Yang beriman, yang mengerjakan amal saleh, bahwa mereka akan mendapat Pembalasan yang baik.” (al-Kahfi: 1—2)
Demikianlah Kitab Suci al-Qur’an. Betapapun banyaknya makar yang ditujukan kepadanya, kesucian dan kemurniannya akan senantiasa terjaga, sebagaimana yang ditegaskan oleh Allah Subhanahuwata’ala dalam surat al-Hijr ayat 9 di atas.
Adapun makar dan hujatan musuh-musuh Islam terhadap Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam beragam pula bentuknya. Target utamanya adalah agar Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam itu ditolak oleh umat, baik secara total maupun sebagiannya. Terkait hal ini, Allah Subhanahuwata’ala berfirman,
وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَىٰ () إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَىٰ ()
“Tiadalah yang diucapkann yaitu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (an-Najm: 3—4)
وَأَنزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.” (an-Nahl: 44)
مَّا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَىٰ رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَىٰ فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنكُمْ ۚ وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Apa yang diberitakan Rasul kepada kalian maka terimalah dia, dan apa yang dilarangnya maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.” (al-Hasyr: 7)
“Ingatlah, sungguh aku telah diberi (oleh Allah Subhanahu wata’ala, -pen.) al-Kitab dan yang semisal dengannya (as-Sunnah, -pen.) secara bersamaan. Ingatlah, sungguh akan ada seorang laki-laki yang kenyang perutnya sambil bertelekan di atas sofanya mengatakan, ‘Wajib bagi kalian berpegang teguh dengan al-Qur’an ini, apa yang kalian dapati padanya dari sesuatu yang halal maka halalkanlah, dan apa yang kalian dapati padanya dari sesuatu yang haram maka haramkanlah.’ (Kemudian beliau bersabda), ‘Dan (ingatlah), sesungguhnya apa yang diharamkan oleh Rasulullah n itu seperti yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wata’ala….’.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah dari sahabat al-Miqdam bin Ma’dikarib radhiyallahu anhu, dinyatakan sahih oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Misykatul Mashabih no. 163)
Demikianlah selayang pandang tentang Islam dan keindahannya, semoga dapat memberikan pencerahan bagi kehidupan kita. Dengan satu harapan, semoga kita semakin giat mempelajari Islam dan semakin sabar mengamalkannya di setiap sendi kehidupan kita. Wallahua’lambish-shawab.