Allah subhanahu wa ta’ala telah menegaskan bahwa di antara sebab musibah dan bencana adalah dosa-dosa dan maksiat. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَمَآ أَصَٰبَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتۡ أَيۡدِيكُمۡ وَيَعۡفُواْ عَن كَثِيرٍ
“Dan musibah apa saja yang menimpamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah subhanahu wa ta’ala memaafkan sebagian besar (dari dosa-dosamu).” (asy-Syura: 30)
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah menafsirkan ayat di atas, “Allah subhanahu wa ta’ala mengabarkan bahwa musibah apa pun yang menerpa seorang hamba, baik menimpa badan, harta, anak-anaknya, atau musibah yang menimpa segala yang dia cintai dan berharga; semua itu disebabkan kemaksiatan yang telah dia lakukan. Bahkan, dosa-dosa yang Allah subhanahu wa ta’ala ampuni lebih banyak (daripada yang dibalas/dihukum). Sebab, Allah subhanahu wa ta’ala tidak akan menzalimi hamba-hamba-Nya, tetapi merekalah yang menzalimi diri merkea sendiri.” (Taisir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan 1/759)
Bahkan, secara spesifik, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sudah mengingatkan tentang akan terjadinya wabah penyakit berikut sebabnya. Sahabat Abdullah bin Umar radhiyallah anhuma menyampaikan sabda Rasulullah,
لَمْ تَظْهَرِ الْفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ قَطُّ حَتَّى يُعْلِنُوا بِهَا إِلَّا فَشَا فِيهِمْ الطَّاعُونُ وَالْأَوْجَاعُ الَّتِي لَمْ تَكُنْ مَضَتْ فِي أَسْلَافِهِمْ الَّذِينَ مَضَوْا
“Tidaklah fahisyah (perbuatan keji) tersebar pada suatu kaum kemudian mereka melakukannya dengan terang-terangan, kecuali akan tersebar di tengah-tengah mereka wabah penyakit tha’un dan kelaparan yang belum pernah terjadi pada kaum sebelum mereka.” (HR. Ibnu Majah no. 4019. Hadits ini dinilai hasan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih Ibn Majah no. 3262)
Perhatikan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam di atas. Beliau telah memperingatkan para sahabat dan umatnya bahwa apabila perbuatan fahisyah (perbuatan keji) telah menyebar dan dilakukan secara terang-terangan, wabah dan berbagai penyakit yang belum pernah terjadi akan menyebar di tengah-tengah mereka. Penyakit dan virus yang sebelumnya sama sekali tidak diketahui dalam ilmu kesehatan, tiba-tiba muncul dan menyebar dengan sangat cepat.
Penting untuk kita ketahui, apa saja yang termasuk perbuatan fahisyah? Di antara perbuatan fahisyah adalah zina. Allah subhanahu wa ta’ala befirman,
وَلَا تَقۡرَبُواْ ٱلزِّنَىٰٓۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةً وَسَآءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu “fahisyah” dan suatu jalan yang buruk.” (al-Isra’: 32)
Perhatikan ayat di atas. Dengan jelas Allah subhanahu wa ta’ala menggolongkan zina sebagai perbuatan fahisyah (perbuatan keji).
Demikian pula, termasuk perbuatan yang digolongkan dalam kategori fahisyah adalah pebuatan lelaki mendatangi sesama lelaki untuk melampiaskan syahwatnya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَلُوطًا إِذۡ قَالَ لِقَوۡمِهِۦٓ أَتَأۡتُونَ ٱلۡفَٰحِشَةَ مَا سَبَقَكُم بِهَا مِنۡ أَحَدٍ مِّنَ ٱلۡعَٰلَمِينَ
Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka, “Mengapa kalian mengerjakan perbuatan fahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelummu?” (al-A’raf: 80)
Mari kita cermati ayat di atas. Dengan gamblang, Allah subhanahu wa ta’ala memasukkan pula perbuatan kaum Nabi Luth sebagai fahisyah.
Saudaraku, kaum muslimin rahimakumullah.
Sekali lagi, kami mengajak untuk mencermati dan merenungi sabda Nabi di atas.
“Tidaklah fahisyah (perbuatan keji) tersebar pada suatu kaum kemudian mereka melakukannya dengan terang-terangan; kecuali akan tersebar di tengah-tengah mereka wabah penyakit tha’un dan berbagai penyakit yang belum pernah terjadi pada kaum sebelum mereka.”
Apakah kita tidak takut kepada Allah subhanahu wa ta’ala? Belum tibakah saatnya kita bertobat? Sampai kapan kita bergelimang dalam kemaksiatan dan dosa?
Ya Allah, ya Ghafur, ya Rahim. Wahai Zat Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, kami memohon ampun kepada-Mu. Ya Allah, bantulah kami untuk meninggalkan maksiat dan hal-hal yang tidak Engkau ridhai.
Sungguh, kita sendiri menyaksikan dan mengetahui, bagaimana perzinaan merajalela pada zaman ini. Media-media pornografi menyebar luas dan mudah diakses oleh semua kalangan; baik orang tua, dewasa, maupun anak-anak. Bahkan, pernah sampai ada ungkapan yang tersebar di tengah-tengah masyarakat bahwa “pornografi adalah pemersatu bangsa”, seolah “pengakuan” bahwa salah satu sarana fahisyah ini memang sudah maklum.
Nastaghfirullah wa natubu ilaih (Kami beristigfar dan memohon ampun kepada-Mu, ya Allah).
Ka’ab bin al-Ahbar rahimahullah mengatakan,
إِذَا رَأَيْتَ الْوَبَاءَ قَدْ فَشَا فَاعْلَمْ أَنَّ الزِّنَا قَدْ فَشَا
“Apabila engkau menyaksikan wabah penyakit telah menyebar, ketahuilah bahwa (di antara sebabnya adalah) perzinaan telah merebak.” (Hilyatul Auliya 6/379)
Di sisi lain, hampir setiap hari kita disuguhi berita tentang perzinaan, perselingkuhan, pemerkosaan, tindak asusila, pelecehan seksual, transgender, dll. Padahal, Allah subhanahu wa ta’ala befirman,
إِنَّ ٱلَّذِينَ يُحِبُّونَ أَن تَشِيعَ ٱلۡفَٰحِشَةُ فِي ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَهُمۡ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي ٱلدُّنۡيَا وَٱلۡأٓخِرَةِۚ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ وَأَنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang senang apabila (berita) perbuatan fahisyah (perbuatan keji) tersiar di tengah-tengah orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (an-Nur: 19)
Lebih dari itu, perkembangan LGBT dengan segala macamnya juga terus meningkat. Penyuka sesama jenis sudah semakin berani mempertontonkan eksistensi mereka alias terang-terangan. Media pun berlomba-lomba meliput dan gencar menyebarkan hal-hal yang terkait salah satu perbuatan fahisyah ini. Bahkan, para transgender justru bangga dan tidak malu lagi untuk tampil. Tak mengherankan apabila salah seorang transgender menjadi trending karena tayangannya ditonton berjuta orang.
Baca juga:
Yang lebih mengherankan lagi, ada pihak-pihak tertentu yang terus mempropagandakan LGBT dari berbagai sisi. Banyak dalih mereka kemukakan demi membela suatu perbuatan yang jelas-jelas mungkar. Mereka berjuang supaya kaum muslimin mendiamkan kemungkaran yang sangat besar ini, dengan dalih HAM atau alasan lainnya.
Sebenarnya, kami yakin bahwa masih banyak kaum muslimin yang hati nuraninya peduli tentang hal ini. Semoga tulisan ini bisa membuat kita kembali sadar tentang bahaya LGBT yang terus berkembang dan semakin memprihatinkan.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوْا الْمُنْكَرَ لَا يُغَيِّرُونَهُ أَوْشَكَ أَنْ يَعُمَّهُمْ اللهُ بِعِقَابِهِ
“Sungguh, jika manusia melihat kemungkaran, tetapi mereka tidak mencegahnya, niscaya tidak lama lagi Allah subhanahu wa ta’ala akan meliputi mereka semua dengan azab-Nya.” (HR. Ibnu Majah no. 4005 dari Abu Bakr ash-Shiddiq radhiyallahu anhu)
Baca juga:
LGBT, Sebab Kehancuran dan Disegerakannya Azab
Mari kita merenung sejenak. Luangkan waktu untuk muhasabah dan introspeksi diri. Tidak perlu mengarahkan jari telunjuk kepada orang lain. Arahkanlah semua nasihat ini kepada diri kita sendiri terlebih dahulu.
Adakah kewajiban agama yang belum kita kerjakan? Adakah perbuatan dosa yang kita belum bertobat darinya? Masihkah kita menzalimi saudara kita dan belum meminta maaf seraya mengembalikan haknya? Sudahkah kita menjadi hamba Allah subhanahu wa ta’ala yang bertakwa dan takut kepada Allah subhanahu wa ta’ala, baik ketika sendiri maupun di keramaian?
Atau jangan-jangan, kita masih terus dalam suatu kemaksiatan padahal kita mengetahui bahwa Allah subhanahu wa ta’ala tidak ridha dengan perbuatan kita? Adakah andil kita dalam perbuatan fahisyah, walau hanya sekadar ikut terlibat atau melihat media penyebar fahisyah? Sudahkah kita menjaga pandangan kita dari tayangan yang mengandung fahisyah?
Ya Allah, ya Ghafur, ya Rahim. Wahai Zat Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, kami memohon ampun kepada-Mu. Ya Allah, bantulah kami untuk meninggalkan maksiat dan hal-hal yang tidak Engkau ridhai.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ تُوبُوٓاْ إِلَى ٱللَّهِ تَوۡبَةً نَّصُوحًا
“Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan tobat nasuhah (tobat yang terpenuhi syarat-syaratnya).” (at-Tahrim: 8)
Mari kita bergegas menuju ampunan Allah. Belumkah datang saatnya untuk kalbu kita tunduk dan khusyuk bertobat dari segala kemaksiatan yang kita lakukan?
Sudahi… Hentikan…
Jangan tunda tobatmu… Jangan sampai terlambat.
Apakah kita harus menunggu nyawa sampai di tenggorokan, baru kita sadar dan mau bertobat?
Mari kita memperbanyak istghfar. Luangkan waktu kita dalam sehari untuk khusyuk melafazkan istghfar disertai hadirnya kalbu. Semoga dengan kita memperbanyak istigfar, Allah subhanahu wa ta’ala akan mengampuni dosa-dosa kita dan mengangkat wabah dan bencana ini.
Allah subhanahu wa ta’ala berfiman,
وَمَا كَانَ ٱللَّهُ مُعَذِّبَهُمۡ وَهُمۡ يَسۡتَغۡفِرُونَ
“Dan tidaklah Allah subhanahu wa ta’ala akan mengazab mereka, sedangkan mereka beristigfar.” (al-Anfal: 33)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Allah mengabarkan bahwa Dia tidak akan mengazab orang yang beristigfar. Sebab, istigfar adalah penghapus dosa, sedangkan dosa adalah penyebab turunnya azab. Oleh karena itu, istigfar adalah penghilang azab.” (Majmu’ al-Fatawa, 8/163)
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
ذَٰلِكَ بِأَنَّ ٱللَّهَ لَمۡ يَكُ مُغَيِّرٗا نِّعۡمَةً أَنۡعَمَهَا عَلَىٰ قَوۡمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنفُسِهِمۡ وَأَنَّ ٱللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“(Hukuman) yang demikian itu karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan mengubah kenikmatan yang telah Dia karuniakan kepada suatu kaum, hingga kaum itu sendiri yang mengubahnya. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (al-Anfal: 53)
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di menafsirkan ayat di atas, “Sungguh, Allah subhanahu wa ta’ala sekali-kali tidak akan mencabut lalu mengganti suatu nikmat yang telah Dia karuniakan kepada suatu kaum, baik nikmat yang bersifat agama atau duniawi. Lebih dari itu, Allah subhanahu wa ta’ala akan senantiasa melanggengkan nikmat tersebut, bahkan menambahnya. Hal itu akan terjadi apabila mereka mau menambah rasa syukurnya (kepada Allah). (Keadaan akan terus demikian) sampai ‘mereka sendiri yang mengubahnya’, yakni dengan sebab mereka sendiri meninggalkan ketaatan dan menggantinya dengan kemaksiatan.” (Taisir al-Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan 1/324)
Apabila engkau ingin nikmat yang ada padamu tetap langgeng, jagalah nikmat tersebut dengan mensyukurinya dan menggunakannya hanya untuk ketaatan kepada Allah. Jangan engkau gunakan nikmat tersebut untuk bermaksiat kepada-Nya, sehingga engkau akan menyesal ketika nikmat tersebut nantinya dicabut.
Manfaatkan nikmat sehat untuk memperbanyak ibadah kepada-Nya, supaya Allah subhanahu wa ta’ala melanggengkan nikmat sehat tersebut kepadamu. Sebaliknya, jangan gunakan masa sehatmu untuk bermaksiat kepada-Nya, yang berakibat tercabutnya nikmat sehat tersebut.
Ya Allah, jadikanlah kami sebagai hamba-Mu yang pandai bersyukur atas setiap nikmat-Mu.
Mari kita mendengar dengan saksama nasihat berikut. Syaikh Ubaid al-Jabiri mengatakan,
إأَيُّهَا الْمُسْلِمُونَ، دَلَّ كِتَابُ رَبِّنَا وَسُنَّةُ نَبِيِّنَا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى أَنَّهُ مَا نَزَلَ بَلَاءٌ إِلاَّ بِذَنْبٍ، وَمَا رُفِعَ إِلاَّ بِتَوْبَةٍ، فَاسْتَعِينُوا بِاللهِ عَلَى ذِكْرِهِ وَشُكْرِهِ وَحُسْنِ عِبَادَتِهِ، وَسَارِعُوا إِلَى الطَّاعَاتِ مِنْ فَرَائِضَ وَمُسْتَحَبَّاتٍ، وَجَانِبُوا -أَيُّهَا الْمُسْلِمُونَ- الْمُحَرَّمَاتِ؛ فَإِنَّهَا مُجْلِبَةٌ لِلْمَسَاخِطِ وَعَظِيمِ الْعُقُوبَاتِ
“Wahai kaum muslimin, Al-Quran dan Sunnah Nabi menjelaskan bahwa tidaklah bencana/wabah penyakit/musibah itu terjadi, kecuali disebabkan oleh dosa; sedangkan (musibah tersebut) tidak akan diangkat kecuali dengan tobat. Oleh karena itu, minta tolonglah kepada Allah subhanahu wa ta’ala supaya dibantu untuk selalu berzikir mengingat-Nya, mensyukuri segala nikmat-Nya, dan senantiasa memperbaiki ibadah kita kepada-Nya.
(Wahai kaum muslimin), bersegeralah menunaikan ketaatan kepada Allah, baik yang wajib maupun yang mustahab (sunnah). Demikan pula (wahai kaum muslimin), jauhilah semua hal yang Allah subhanahu wa ta’ala haramkan. Sungguh, kemaksiatan dan hal-hal yang Allah subhanahu wa ta’ala haramkan adalah penyebab kemurkaan (Allah) dan pedihnya hukuman. (Khutbah Jumat berjudul Ma Nazala Bala` illa bi Dzanbin wa Ma Rufi’a illa bi Taubah, oleh Syaikh Ubaid al-Jabiri)
Semoga Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa memberikan kita taufik dan hidayah-Nya, supaya kita bisa menjadi hamba-Nya yang bertobat dan memperbanyak istigfar.