Pertanyaan:
Apakah diperbolehkan seorang istri menceritakan kehidupan rumah tangga kepada orang tua (ibu) hanya dengan maksud untuk curhat?
Ibu tetaplah sebagai seorang ibu. Hal itu tidak berubah setelah anak perempuannya menikah. Kedua orang tua adalah orang yang paling berhak untuk diajak bermusyawarah dan menjadi tempat berkeluh kesah anaknya. Sama saja, baik anak laki-laki maupun perempuan, walaupun sudah berkeluarga.
Syaikh Abdullah bin Abdurrahim al-Bukhari hafizhahullah berkata,
“Di antara hak anak yang harus dipenuhi oleh ayah dan ibunya adalah mendengarkan curhat atau keluh kesah anak laki-laki dan anak perempuannya, ikut berusaha mencari solusi dengan akal yang tenang, serta mempertimbangkan dengan bijaksana.” (Huququl Aulad ‘ala al-Aba` wal Ummahat hlm. 45)
Baca juga: Membantu Anak Menghadapi Masalah
Maka dari itu, sudah sepantasnya—jika dianggap perlu—seorang anak perempuan menyampaikan kepada ayah, ibu, atau keduanya tentang permasalahan keluarganya. Tentu saja, masalah disampaikan dengan cara yang objektif dan bertujuan mencari solusi. Sebagai contoh, ketika Ummul Mukminin Aisyah radhiallahu anha difitnah oleh orang-orang munafik dan terjadilah kisah Haditsul Ifki sampai turun ayat Al-Qur’an tentang penyucian beliau dari fitnah tersebut. Tidak ada orang yang beliau ajak untuk memikirkan masalah tersebut selain kedua orang tuanya, yakni Abu Bakar ash-Shiddiq dan Ummu Ruman, radhiallahu anhum.
Baca juga: Mendidik Anak Perempuan
Di sisi lain, ketika menyampaikan masalah atau curhat, seorang anak tentunya harus melihat kondisi orang tua dari sisi agama (ketakwaan), kesehatan, dan kesiapan. Demikian pula, orang tua tidak terlalu tampak keberpihakannya kepada salah seorang dari suami atau istri. Jangan sampai penyampaian curhat tersebut justru menjadi tempat pelampiasan kebencian dan dendam yang sudah ada sebelumnya. Artinya, semuanya harus ditempuh dengan cara bijak.
Baca juga: Bahaya yang Mengancam Keharmonisan Rumah Tangga
Wallahu a’lam bish-shawab.