Jika kita mencermati tumbuh kembang yang terjadi dalam fase remaja, akan terlihat beberapa ciri yang menonjol. Dari ciri yang tampak tersebut, kiranya orang tua atau pendidik bisa berbuat sesuatu sehingga bisa memberi manfaat secara maksimal kepada remaja. Di antara ciri dalam fase ini ialah sebagai berikut.
Perubahan Secara Fisik
Memasuki masa remaja terjadi perubahan secara fisik, yaitu ditandai dengan kematangan organ seksual. Di antara perubahan fisik, remaja putra akan mengalami ihtilam (mimpi basah), sedangkan remaja putri akan mengalami haid.
Perubahan terkait hal ini membawa konsekuensi bagi orang tua atau pendidik untuk memberi penjelasan memadai, baik menjelaskan proses terjadinya ihtilam maupun haid secara medis, maupun menjelaskan kewajiban syariat yang harus ditunaikan terkait dengan peristiwa ihtilam atau haid yang dialami oleh remaja.
Alangkah indah, apabila ada seorang ayah bisa mengomunikasikan secara baik seputar masalah ihtilam kepada anak putranya yang menginjak remaja. Begitu pun, betapa elok apabila ada seorang ibu yang berbicara penuh hangat bersama anak putrinya perihal seluk-beluk masalah keputrian seperti haid. Komunikasi “terbuka” semacam ini merupakan bagian dari tertunaikannya kewajiban orang tua memberikan bimbingan kepada anak-anaknya.
Jangan lupa pula menjelaskan keadaan seseorang yang telah mukallaf (terkena kewajiban menunaikan syariat Islam). Menjelaskan konsekuensi dari setiap amalnya. Penjelasan demikian sangat perlu sebagai bekal memasuki masa remaja sehingga mereka mampu menunaikan ibadah secara baik dan benar.
Tentu sebuah keprihatinan yang sangat menyedihkan, ketika ada sebagian orang tua atau pendidik tidak memerhatikan hal ini. Akibatnya, saat usia telah baligh ada di antara anak remaja tak memahami cara mandi janabah atau ketentuan bersuci bila telah mengalami ihtilam atau haid.
Karena itu, beri penjelasan secara ilmiah dengan bahasa sederhana kepada remaja terkait perubahan fisik yang terjadi padanya. Jangan sampai remaja mencari tahu dengan caranya sendiri yang justru bisa membahayakannya. Mencari tahu dari sumber yang tidak tepercaya. Sudah menjadi tugas orang tua untuk mendekat dan memberi solusi terhadap masalah yang dihadapi anaknya.
Dikisahkan dari Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, sesungguhnya Fathimah radhiallahu ‘anha mengeluhkan tangannya akibat penggilingan (yang digerakkan tangan). Saat itu, terbetik berita bahwa telah didatangkan tawanan perang (budak) kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bertolaklah Fathimah radhiallahu ‘anha untuk menemui ayahandanya (dengan maksud minta budak untuk dijadikan pembantu di rumahnya). Namun, ternyata dia tak bertemu ayahandanya. Dia bertemu Aisyah radhiallahu ‘anha. Diungkapkanlah apa yang menjadi hasrat hatinya kepada Aisyah radhiallahu ‘anha.
Saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba, Aisyah radhiallahu ‘anhu menyampaikan tentang hal itu. Kemudian, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi Fatimah dan Ali. Saat ditemui, keduanya tengah berbaring di tempat tidur. “Tetaplah kalian ditempat,” kata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas beliau duduk di antara keduanya. Kata Ali, “Hingga aku rasakan dinginnya kaki beliau di perutku.”
Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (artinya), “Maukah kalian berdua aku ajari sesuatu yang lebih baik dari (pembantu) yang kalian minta? Apabila kalian berdua telah berada di tempat tidur (hendak tidur), hendaklah bertakbir 34 kali, bertasbih 33 kali, bertahmid 33 kali. Itu semua lebih baik dari seorang pembantu.” (HR. al-Bukhari no. 5361 dan Muslim no. 2727)
Lihatlah, begitu dekat, perhatian, peduli, dan empati (ikut merasakan) apa yang dirasakan oleh putrinya. Itulah sosok ayah teladan nan wajib diteladani. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menawarkan solusi dari masalah yang tengah merundung putrinya. Masalah terkomunikasikan begitu mengalir. Tiada sekat menghambat.
Mulai Menaruh Hati pada Lawan Jenis
Seiring mulai matang organ reproduksi, gejolak muda pun tumbuh. Keinginan terhadap lawan jenis mulai merekah. Inilah fase rawan. Benar, menyukai lawan jenis adalah fitrah. Namun, apabila tak dikendalikan sesuai syariat bisa membahayakan. Terlebih situasi zaman yang semakin hancur lantaran budaya syahwat. Rangsangan dari luar senantiasa menggoda untuk dicoba. Sungguh berat tantangan remaja kini. Tidak terkecuali para orang tua dan pendidik, tentu merasakan pula beban berat mendidik.
Sebelum remaja tercebur ke dalam kubangan syahwat nan rendah, lakukanlah tindakan preventif sebagaimana dituntunkan oleh syariat. Di antaranya, hindarkan dari ikhtilath (bercambur baur dengan lawan jenis yang bukan mahram); latih anak untuk rajin menunaikan puasa, beri pengertian tentang bahaya pandangan mata terhadap lawan jenis hingga dirinya mampu untuk menundukkan pandangan; jauhkan, dan awasi anak dari beragam media yang bisa menyuburkan nafsu birahi. Tak kalah pentingnya ialah selalu membimbing, membuka komunikasi, dan memberi nasihat tentang bahaya mengumbar syahwat.
“Dan hendaklah ada di antara kalian sekelompok orang (satu umat) yang menyeru pada kebaikan, dan menyuruh pada yang ma’ruf dan mencegah dari kemungkaran. Dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat kemenangan.” (Ali Imran: 104)
Sampaikan nasihat, arahan, atau penjelasan pada kesempatan bersama anak remaja. Bukalah percakapan dengan pertanyaan ringan sehingga suasana bisa cair. Suasana yang hangat bersahabat bisa mendorong remaja menjadi terbuka dan mau bercerita. Insya Allah.
Suka Tantangan
Suka tantangan merupakan tabiat yang tumbuh menyertai masa remaja. Suka tantangan bisa diartikan menyukai tindakan yang mengandung risiko. Dalam tataran positif, suka tantangan bisa diwujudkan dalam bentuk kegiatan positif, seperti berpetualang, panjat tebing, dan sebagainya. Dalam tataran negatif, suka tantangan bisa diwujudkan dalam bentuk tindakan menentang dan memberontak terhadap keadaan yang dirasa “mengganggu” dirinya.
Karena itu, tak sedikit kasus remaja yang berani melawan orang tua atau pendidik. Apabila dirinya tak mampu melawan, bentuk protes yang akan diperlihatkannya; berbohong, mogok, ogah-ogahan, malas, acuh tak acuh, menarik diri dari pergaulan, dan pergi meninggalkan rumah.
Kondisi semacam ini biasanya diawali dari tekanan keras yang ia rasakan. Tekanan keras bisa berbentuk; beban mata pelajaran di tempat belajar yang berat hingga menimbulkan stres, diperlakukan kasar, dilukai, diomeli, disakiti, dipermalukan di hadapan orang lain, direndahkan dirinya, serta bentuk tindakan lainnya yang menekan kejiwaannya.
Suka tantangan pada remaja hendaknya disalurkan pada kegiatan positif dengan model variatif, tidak monoton. Apabila kegiatan hanya satu jenis, misal olah raga cuma senam saja, dikhawatirkan kegiatan ini dianggap “tidak menantang” lagi. Buat variasi kegiatan berolah raga, seperti berkuda, menembak (paintball), renang, mendayung, panjat tebing, berkemah, beladiri, dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan itu tetap di atas pijakan syar’i dengan tetap memerhatikan tingkat kesulitan dan keamanan.
Adapun untuk remaja putri, selingi kegiatan belajar mereka dengan kegiatan keterampilan memasak, menjahit, menata rumah, menyulam, menulis, bertanam bunga, dan kegiatan bermanfaat lainnya. Begitu pula dalam belajar, sesekali ajak mereka belajar di bawah pohon rindang, di taman, atau tempat lainnya sehingga tercipta suasana baru dan menyegarkan. Hal ini bisa dilakukan selama tidak menyelisihi syariat tentunya.
Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
يَسِّرُوا وَلاَ تُعَسِّرُوا وَبَشِّرُوا وَلَا تُنَفِّرُوا
“Permudahlah dan jangan mempersulit. Senangkanlah, dan jangan menjadikan (mereka) lari.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Pengaturan waktu kegiatan sangat penting. Manfaatkan waktu semaksimal mungkin sehingga remaja mendapat tambahan ilmu dan pengalaman yang bermanfaat. Waktu luang yang banyak dan tidak terarah bisa memberi peluang remaja untuk mengadakan “acara” sendiri. Apalagi ditunjang sistem pengawasan yang lemah. Ini bisa mengundang remaja untuk bertindak tanpa kendali. Akhirnya, timbul masalah tanpa terdeteksi secara dini. Nas’alullaha as-salamah.
Agar tabiat suka tantangan ini tidak mengarah kepada yang negatif, hindari bentuk perlakuan kasar dan keras pada remaja; baik dalam bentuk sikap, lisan, maupun fisik. Tindakan keras dan kasar bukan tindakan produktif yang bisa membuahkan sesuatu yang baik. Justru ketika tindakan kasar dan keras dilakukan—terkhusus pada remaja—bisa menimbulkan masalah baru yang tak baik. Hal ini telah diingatkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِنَّ الرِّفْقَ لَا يَكُونُ فِي شَيءٍ إِلاَّ زَانَهُ وَلَا يَنْزِعُ مِنْ شَيءٍ إِلاَّ شَانَهُ
“Sesungguhnya, tidaklah kelemahlembutan itu berada pada sesuatu kecuali akan memberi keindahan, dan tidaklah kelemahlembutan itu dicabut dari sesuatu kecuali akan menimbulkan keburukan.” (HR. Muslim)
Apabila remaja telah melakukan tindakan keliru, berusahalah untuk menasihatinya. Dengan lembut, ajak berbicara dari hati ke hati. Beri wawasan padanya bahwa tindakannya bisa membahayakannya, bisa merusak masa depannya, bisa merugikan orang lain, bisa menimbulkan dosa dan menimbulkan kerugian di akhirat, atau ungkapan lainnya yang menyadarkannya. Hidayah berasal dari Allah subhanahu wa ta’ala. Doa dan kesungguhan upaya harus tetap ditunaikan.
Mencari Identitas
Perilaku meniru sang figur menjadi sikap menonjol usia remaja. Pada usia ini sangat perlu memilihkan kisah-kisah menggugah yang bisa ditiru. Karena sedikit mendapat kisah menggugah dari kalangan salaf, banyak remaja yang meniru figur buruk. Keadaan yang sangat menyedihkan tentunya.
Kepiawaian pengajar sirah atau kisah ulama salaf sangat dituntut. Nilai-nilai baik pada figur yang dikisahkan pun bisa terpatri dalam sanubari remaja. Dalam hal ini, diperlukan metode pengajaran yang penuh inovatif dan kreatif.
Termasuk dalam proses pembentukan identitas diri remaja, hendaknya mereka dikenalkan dan didekatkan dengan orang-orang saleh. Tujuannya, untuk menyerap nilai-nilai baik yang ada pada orang-orang saleh tersebut. Allah subhanahu wa ta’ala telah memberi bimbingan agar menyabarkan diri bersama orang-orang saleh. Firman-Nya,
“Bersabarlah kamu bersama orang-orang yang menyeru Rabbnya kala pagi dan petang, mereka menginginkan wajah-Nya.” (al-Kahfi: 28)
Dahulu para salaf ada yang duduk bermajelis bersama seorang ulama dalam rangka mempelajari adab. Ada yang ingin belajar adab pada al-Imam Ahmad rahimahullah selama 12 tahun hingga tak menulis hadits. Pendidikan adab merupakan pendidikan menanamkan identitas keislaman. Sebab, sikap saleh seseorang tak bisa dipisahkan dengan adab yang dimilikinya.
Demikian pentingnya mematrikan nilai-nilai terpuji sehingga tertanam pada remaja dan kemudian diamalkannya.
Relasi Teman Bergaul Meluas
Bertambah teman, relasi pun jadi lebih luas. Yang perlu dipahamkan kepadanya adalah agar pandai diri memilih teman bergaul. Keterampilan sosial, seperti mencermati perilaku teman, kemampuan berkomunikasi secara santun, mampu menjalin hubungan dengan teman yang baik, menghargai orang lain, bisa mendengar keluh kesah, bersikap simpati dan empati, memberi dan menerima nasihat, berperilaku sesuai nilai Islam, dan lainnya, merupakan bekal bagi remaja dalam bersosialisasi dengan orang lain.
Ketidakmampuan remaja untuk bersosialisasi secara baik akan menjadikan dirinya bersikap menarik diri dari lingkungan, minder, dikucilkan dari lingkungan, cenderung berpikir tentang dirinya, tak ada kepedulian, abai dengan keadaan sekitar, tak peduli dengan kaum lemah, dan lainnya.
Melatih keterampilan sosial hendaknya dilakukan sedini mungkin. Membiasakan bersedekah, santun saat berbicara, penuh tawadhu (rendah hati), menghormati yang lebih tua, menyayangi yang lebih muda, murah senyum, bermuka manis, peduli kepada lingkungan, terkhusus kepada kaum lemah, dan lainnya, merupakan bentuk keterampilan sosial yang harus tertanam secara baik pada remaja. Penanaman nilai-nilai itu di antaranya melalui keteladanan orang tua atau pendidik.
Pengajaran juga hendaknya bisa lebih terinci sehingga lebih jelas. Misalkan, diajarkan tentang bagaimana memuliakan tamu. Bentuk memuliakan bisa dirinci dalam bentuk perbuatan. Misal, membawakan barang bawaan tamu, menaruhnya di tempat yang telah disediakan, menyediakan peralatan alat mandi untuk tamu, melayani keperluannya, dan sebagainya. Rincian seperti di atas kadang diperlukan untuk memperjelas sikap dan tindakan apa yang harus dilakukan remaja.
Mudah Bergejolak
Gejolak yang sering terjadi pada remaja bisa disebabkan oleh kepribadiannya yang labil. Cara pandangnya masih terbatas. Pengalaman hidup masih minim.
Beberapa remaja sangat mudah diombang-ambingkan situasi. Apabila ada masalah yang menjadikannya tidak nyaman, sikapnya cenderung mudah bergejolak, protes, reaktif, dan tergesa-gesa saat mengambil keputusan. Tidak ada proses mengendapkan masalah dan berupaya menimbang secara matang. Bahkan, kadang bersikap infantil (kekanak-kanakan), tidak menyikapi secara dewasa. Akhirnya, keputusan yang dibuat tidak membawa kebaikan, justru menimbulkan mudarat.
Pelatihan untuk bersabar, bijak, dewasa, mampu menahan dan menenangkan (ta’anni) diri perlu diberikan. Bisa dengan cara memberi tugas tertentu, melatih memecahkan masalah, diminta turut mengatur teman-temannya (misal adik kelas), melatih berorganisasi, dan lainnya. Bisa pula dengan membiasakan beribadah yang baik dan benar, seperti berpuasa, menyantuni fakir miskin, dan lainnya. Sebab, salah satu hikmah seseorang menunaikan ibadah adalah bisa memberi pengaruh kejiwaan yang positif.
Apabila semua itu diberikan kepada remaja, akan membantu membentuk kepribadian yang dewasa, bijak, tenang, dan matang. Semuanya di bawah bimbingan pendidik.
Dari Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhuma dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Asyaj bin Abdilqais radhiallahu ‘anhu,
إِنَّ فَيكَ خَصْلَتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللهُ: الْحِلْمُ وَالْأَنَاةُ.
“Sungguh, pada dirimu ada dua sifat kepribadian yang dicintai oleh Allah subhanahu wa ta’ala, yaitu sikap bijak (dewasa) dan tenang (tak tergesa-gesa, mudah bergejolak).” (HR. Muslim)
Remaja dengan segala masalahnya memerlukan bimbingan yang benar. Bimbingan yang mengantarkannya pada pembentukan kepribadian yang taat terhadap Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya. Kepribadian yang memancarkan kesalehan.
Karena itu, peran orang tua dan pendidik, sangat diperlukan. Selain ikhtiar, satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah kesungguhan dalam berdoa. Memohon kepada Rabb yang membolak-balikkan hati seorang hamba. Memohon agar mereka menjadi pemuda yang tumbuh dalam beribadah kepada-Nya.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku.” (al-Baqarah: 186)
Wallahu a’lam.
Ditulis oleh Al-Ustadz Abulfaruq Ayip Syafruddin