Pertanyaan:
Ustadz, saya masih bingung tentang pembahasan “Termasuk kesyirikan adalah seorang beramal mengharap dunia.” Sementara itu, kita dapati hadits,
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Siapa yang suka dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah ia menyambung hubungan rahimnya.” (Muttafaqun alaih, dari Anas radhiallahu anhu)
Seakan-akan hadits ini menyarankan kita untuk mendapatkan dunia dengan amalan menyambung hubungan silaturahim. Bagaimana memadukanya?
Terkait dengan hadits di atas,
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
“Siapa yang suka dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah ia menyambung hubungan rahimnya.” (Muttafaqun alaih, dari Anas radhiallahu anhu)
Baca juga: Makna Menyambung Silaturahim akan Memanjangkan Umur
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam rahimahullah dalam kitab Taudhihul Ahkam min Bulughil Maram (4/550, cet. ad-Dar al-Alamiyah, Mesir) berkata,
“Hadits tersebut menunjukkan bahwa seseorang ingin mendapatkan balasan dunia sebagai hasil dari amalannya tidaklah memudaratkannya, selama niat (utamanya) adalah mengharapkan wajah Allah dan negeri akhirat. Sebab, Allah dengan hikmah-Nya memberikan balasan. Ada yang disegerakan dan ada yang diakhirkan. Balasan itu dijanjikan untuk orang-orang yang beramal. Karena itu, seorang muslim yang jujur selalu ikhlas karena Allah ketika mengerjakan atau meninggalkan sesuatu, juga terdorong untuk beramal dengan berbagai motivasi yang ada pada amalan tersebut untuk meraih tujuan yang tertinggi. Wallahul muwaffiq.”
Sebatas yang kami pahami dari keterangan tersebut, hadits tersebut menyebutkan salah satu motivasi untuk bersilaturahmi, yaitu menjadi salah satu sebab bertambahnya keturunan dan umur. Adapun niat utama ketika bersilaturahmi adalah seperti amal saleh yang lainnya, yaitu mengharap wajah Allah dan negeri akhirat. Ketika seseorang melaksanakannya sambil berharap balasan dunia yang dijanjikan untuknya, hal itu tidaklah merusak keikhlasannya. Hal itu juga tidak termasuk “beramal untuk mendapatkan urusan dunia”.
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata,
“Contoh-contoh yang menjelaskan bentuk seseorang yang mengharapkan dunia dari amalan yang dia amalkan:
Contohnya, seseorang menjadi muazin karena ingin mendapat gaji azan. Contoh lain, seseorang ingin berhaji agar mendapat uang.
Contohnya, seseorang belajar di sebuah fakultas karena ingin mendapat ijazah sehingga kedudukan atau gajinya naik.
Misalnya, seseorang beribadah kepada Allah agar Allah membalasinya dengan perkara tersebut di dunia, dalam wujud orang lain menjadi menyukainya, dia terhindar dari keburukan, atau yang semisalnya.
Masih banyak lagi contoh-contohnya.” (al-Qaulul Mufid ‘ala Kitab at-Tauhid, 2/137)
Kesimpulannya, tidak ada pertentangan antara makna hadits di atas dan bahasan “termasuk kesyirikan adalah beramal mengharapkan dunia”.
Wallahu a’lam bish-shawab.