Asysyariah
Asysyariah

batasan melihat wanita non mahram

13 tahun yang lalu
baca 3 menit

Apakah bisa dipahami bahwa maksud dari keharaman memandang wanita ajnabiyyah (non mahram) adalah memandang wajahnya ditambah dengan memandang auratnya, ataukah yang diharamkan memandang auratnya saja?

Jawab:
“Yang diharamkan tidak hanya meman-dang auratnya, bahkan seluruhnya dilarang.” Demikian jawaban Asy-Syaikh Al-Albani t. Beliau lanjutkan: “Karena Allah I berfirman dalam Al-Qur`an:

“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman (kaum mukminin): “Hendaklah mereka menundukkan sebagian dari pandangan mereka dan hendaklah mereka menjaga kemaluan mereka….” (An-Nur: 30)
Sekalipun wanita itu terbuka wajahnya, tidaklah berarti boleh memandang wajahnya. Karena terdapat perintah untuk menundukkan pandangan. Laki-laki menundukkan pandangan-nya dari melihat wanita. Demikian pula sebaliknya, wanita diperintahkan menundukkan pandangannya dari melihat laki-laki.

“Katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman (kaum mukminat): ‘Hendaklah mereka menundukkan sebagian dari pandangan mereka…’.” (An-Nur: 31)
Apabila seorang wanita berjalan di pasar, ia melihat laki-laki, melihat gelang yang dipakai laki-laki, melihat wajah mereka, tangan dan betis mereka, ini memang bukan aurat laki-laki. Namun bersamaan dengan itu, si wanita harus menundukkan pandangannya walaupun si lelaki tidak membuka auratnya. Karena hal ini merupakan penutup jalan menuju kerusakan (saddun lidz-dzari’ah). Tatkala Allah I memerin-tahkan kaum mukminin untuk menundukkan pandangan dari melihat wajah-wajah wanita yang mungkin terbuka, demikian pula ketika Dia memerintahkan para wanita untuk menundukkan pandangan mereka dari melihat laki-laki, bukanlah karena permasalahan yang berkaitan dengan hukum syar’i tentang aurat semata. Namun semuanya itu menegaskan ditutupnya jalannya menuju kerusakan. Karena dikhawatirkan bila si lelaki memandangi wajah seorang wanita lantas mengagumi kecantikan-nya, akan menyeret si lelaki kepada perbuatan nista. Sebagaimana disebutkan dalam hadits:

“Sesungguhnya Allah menetapkan atas anak Adam bagiannya dari zina1…”
Demikian pula wanita diperintahkan menundukkan pandangannya dari lelaki karena khawatir ia akan terfitnah dengan keelokan wajah si lelaki, besarnya ototnya, lurusnya lengannya dan bagian-bagian tubuh lain yang dapat membuat fitnah. Maka datanglah perintah yang melarang masing-masing jenis dari melihat lawan jenis (yang bukan mahramnya) dalam rangka menutup jalan menuju kerusakan. Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.” (Al-Hawi min Fatawa Asy-Syaikh Al-Albani, hal. 461-462)

Catatan Kaki:

1 HR. Ibnu Hibban dalam Shahih-nya
2 Haditsnya secara lengkap adalah:

“Sesungguhnya Allah menetapkan atas anak Adam bagiannya dari zina, dia akan mendapatkannya, tidak bisa tidak. Maka zina mata adalah dengan memandang (yang haram), dan zina lisan adalah dengan berbicara. Sementara jiwa itu berangan-angan dan berkeinginan, sedangkan kemaluan yang membenarkan semua itu atau mendustakannya.” (HR. Al-Bukhari no. 6243 dan Muslim no. 2657 dari Abu Hurairah z)
Dalam riwayat Muslim disebutkan:

“Ditetapkan atas anak Adam bagiannya dari zina, akan diperoleh hal itu, tidak bisa tidak. Kedua mata itu berzina dan zinanya dengan memandang (yang haram). Kedua telinga itu berzina dan zinanya dengan mendengarkan (yang haram). Lisan itu berzina dan zinanya dengan berbicara (yang diharamkan). Tangan itu berzina dan zinanya dengan memegang. Kaki itu berzina dan zinanya dengan melangkah (kepada apa yang diharamkan). Sementara hati itu berkeinginan dan berangan-angan, sedangkan kemaluanlah yang membenarkan semua itu atau mendustakannya.”