Asysyariah
Asysyariah

bantuan allah sesuai modal yang diberikan

8 tahun yang lalu
baca 9 menit

Selama hidup di dunia fana ini, kondisi seorang tidak menentu, selalu berubah-ubah. Adakalanya dia merasakan mudahnya kehidupan. Saat yang lain, ia harus menelan pahit dan susahnya kehidupan.

Apabila hanya mengandalkan kemampuan diri menghadapi perubahan situasi, tentu kita tidak akan mampu karena kita lemah dalam segala sisi. Kita sangat membutuhkan bantuan Allah subhanahu wa ta’ala, Dzat Yang Mahakuasa lagi Mahabijaksana.

Akan tetapi, mengharap bantuan Allah subhanahu wa ta’ala hanya akan menjadi angan-angan belaka bila kita tidak punya simpanan amal kebaikan. Sebab, bantuan dari Allah subhanahu wa ta’ala untuk kita sesuai dengan modal (amal saleh) yang kita suguhkan.

Telah banyak ayat al-Qur’an dan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyebutkan janji kebaikan bagi orang yang mengamalkan agama Islam ini.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِن تَنصُرُواْ ٱللَّهَ يَنصُرۡكُمۡ وَيُثَبِّتۡ أَقۡدَامَكُمۡ ٧

“Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (Muhammad: 7)

Ini adalah janji yang mulia bagi siapapun yang menjalankan agama Allah subhanahu wa ta’ala, mengajak manusia kepada-Nya, dan memerangi para musuh agama, yaitu Allah subhanahu wa ta’ala akan menolongnya dan memudahkan baginya sebab-sebab kemenangan.

 Menjaga Hak-Hak Allah subhanahu wa ta’ala

Rasullullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpesan,

احْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ

“Jagalah Allah, subhanahu wa ta’ala niscaya Dia akan menjagamu.” (HR.at-Tirmidzi dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma)

Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Maksudnya, jagalah batasan-batasan Allah subhanahu wa ta’ala dan hak-Nya, perintah dan larangan-Nya, dengan cara menjalankan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, dan tidak melampaui batasan-batasan-Nya. Hal ini mencakup mengerjakan seluruh kewajiban dan meninggalkan seluruh yang diharamkan.”

Inilah yang dimaksud dengan “menjaga Allah subhanahu wa ta’ala”. Jadi, maksudnya bukanlah Allah subhanahu wa ta’ala membutuhkan penjagaan kita atau mengambil manfaat dari ketaatan kita. Sekiranya seluruh hamba menaati-Nya, kekuasaan-Nya tidak akan bertambah; sebagaimana tidak berkurang kekuasaan-Nya karena pembangkangan seluruh hamba-Nya. Allah subhanahu wa ta’ala Mahakaya lagi Mahaperkasa. Justru hambalah yang akan mengambil manfaat dari ketaatannya sebagaimana dia pula yang akan merasakan akibat dari dosanya.

Hak Allah subhanahu wa ta’ala terbesar yang harus kita jaga adalah menauhidkan (mengesakan) Allah subhanahu wa ta’ala dalam hal ibadah. Apabila tidak menjaga hak ini, seseorang terancam gugur seluruh amalannya. Dia terancam dihalalkan darah dan hartanya serta kekal di dalam neraka. Berikutnya ialah hak-hak Allah subhanahu wa ta’ala yang lain seperti shalat lima waktu dan rukun Islam yang lainnya.

Intinya, seorang muslim dituntut menjaga hak-hak Allah subhanahu wa ta’ala. Hak-hak tersebut tidak diketahui kecuali dengan mendalami agama ini.

Di samping hak-hak Allah subhanahu wa ta’ala yang harus dijaga, seseorang juga tertuntut menjaga hak-hak manusia dengan berbagai tingkatannya. Sebab, seorang tidak dikatakan baik sampai baik hubungannya dengan Allah subhanahu wa ta’ala, baik pula hubungannya dengan manusia. Tak ketinggalan pula, seorang hamba berkewajiban menjaga diri dan anggota tubuhnya dari semua hal yang bertentangan dengan norma-norma agama.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَلَا تَقۡفُ مَا لَيۡسَ لَكَ بِهِۦ عِلۡمٌۚ إِنَّ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡبَصَرَ وَٱلۡفُؤَادَ كُلُّ أُوْلَٰٓئِكَ كَانَ عَنۡهُ مَسۡ‍ُٔولٗا ٣٦

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (al-Isra: 36)

Seseorang hendaknya tahu bahwa anggota tubuhnya, dari ujung rambut hingga ujung kaki, bisa menjadi sebab kebinasaan apabila tidak dia jaga.

 

Buah Manis dari Kebaikan

Orang yang berbuat baik berhak diapresiasi dan diberi semangat agar selalu bersemangat dalam kebaikan.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

احْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ

“Jagalah Allah, subhanahu wa ta’ala niscaya Dia akan menjagamu.”

Al-Imam Ibnu Rajab rahimahullah menerangkan, “Maksudnya, orang yang menjaga batasan-batasan Allah subhanahu wa ta’ala dan memerhatikan hak-hak Nya, Dia subhanahu wa ta’ala akan menjaganya. Sebab, balasan itu setimpal dengan amalan, sebagaimana firman-Nya subhanahu wa ta’ala,

وَأَوۡفُواْ بِعَهۡدِيٓ أُوفِ بِعَهۡدِكُمۡ

“Dan penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu.” (al-Baqarah: 40)

 

Penjagaan Allah subhanahu wa ta’ala terhadap Hamba yang Taat

Allah subhanahu wa ta’ala menjaga hamba-Nya yang taat dalam dua bentuk:

  1. Allah menjaga kemaslahatan duniawinya, seperti badan, anak, keluarga, dan hartanya.

Sebagian salaf berkata, “Orang yang alim tidak akan pikun. Abu ath-Thayyib ath-Thabari umurnya lebih dari seratus tahun, namun akalnya tetap tajam dan tubuhnya tetap kuat. Suatu hari beliau naik ke daratan dari perahunya dengan lompatan yang kuat. Beliau pun ditanya sebab bisa melakukan lompatan tersebut.

Beliau menjawab, ‘Anggota tubuh ini kami jaga dari kemaksiatan saat kami masih muda, maka Allah subhanahu wa ta’ala menjaga tubuh kami saat sudah tua’.”

Sebaliknya, al-Junaid pernah melihat seorang yang tua meminta-minta. Al-Junaid mengatakan, “Orang ini menyia-nyiakan hak Allah subhanahu wa ta’ala di masa mudanya, maka Allah subhanahu wa ta’ala menyia-nyiakannya saat tuanya.”

Bahkan, dengan sebab ketaatan seseorang, terkadang anak keturunannya pun ikut dijaga. Muhammad bin al-Munkadir rahimahullah berkata, “Sungguh, Allah subhanahu wa ta’ala memberi penjagaan bagi orang yang saleh pada anak cucunya, kampung tempat tinggalnya, dan rumah-rumah yang ada di sekitarnya.”

Kapan pun seorang hamba menyibukkan diri dengan ketaatan, maka Allah subhanahu wa ta’ala menjaganya dalam kondisi ketaatannya. Dahulu Syaiban ar-Ra’i suka menggembala kambing di padang sahara. Apabila datang waktu Jum’atan, beliau memberi garis pada tempat yang ada kambingnya, lalu ia berangkat shalat Jum’at. Setelah selesai Jum’atan, ia kembali menuju kambing-kambingnya. Ia dapati kambing-kambing itu masih berada di tempatnya semula.

Orang yang saleh akan dijaga dari kejahatan manusia dan jin yang akan menimpakan kejelekan kepadanya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجۡعَل لَّهُۥ مَخۡرَجٗا ٢

“Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar.” (ath-Thalaq: 2)

Ar-Rabi’ bin Khutsaim berkata, “Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan baginya jalan keluar dari segala hal yang membuat manusia merasa sempit.”

Aisyah radhiallahu ‘anha berkata, “Apabila kamu takut kepada Allah subhanahu wa ta’ala, Dia akan mencukupimu (dengan mereka segan kepadamu).”

Di antara keajaiban penjagaan Allah subhanahu wa ta’ala bagi orang yang menjaga hak-hak- Nya, Allah akan menjaganya dari binatang yang tabiatnya buas.

Hal ini dialami oleh Safinah, budak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, saat perahu yang dinaikinya pecah dan terdampar di suatu pulau. Di sana dia melihat seekor binatang buas, maka Safinah mengatakan kepada binatang tersebut, “Saya Safinah, maula Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Binatang buas tersebut lalu berjalan di sisinya dan menunjukkan jalan keluar dari pulau itu. Ketika Safinah sudah berada di jalan yang dituju, binatang tersebut mengeluarkan suara dalam, seolah-olah ingin mengucapkan salam perpisahan.

Kisah lainnya dialami oleh Ibrahim bin Adham. Ia tidur di kebun. Ternyata, waktu itu di samping beliau ada ular yang menghalau binatang-binatang yang ingin mendekat, sampai beliau terbangun.

Seperti inilah orang yang menjaga Allah subhanahu wa ta’ala. Allah subhanahu wa ta’ala akan menjaganya dari binatang buas, bahkan binatang itu menjaganya. Namun, orang yang menyia-nyiakan hak Allah subhanahu wa ta’ala, ia disia-siakan di tengah-tengah makhluk-Nya. Sampai-sampai, Allah subhanahu wa ta’ala menimpakan mudarat kepadanya dari sesuatu yang ia harapkan manfaatnya. Bahkan, Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan keluarganya yang terdekat menyakitinya.

Sebagian salaf berkata, “Sungguh, aku berbuat maksiat kepada Allah subhanahu wa ta’ala, lalu aku dapatkan akibatnya pada perangai pembantu dan keledaiku (tungganganku).”

Maksudnya, pembantunya menjadi berperangai buruk kepadanya dan tidak mau menaatinya. Keledai tunggangannya pun mogok dan tidak mau dinaiki.

Oleh karena itu, seluruh kebaikan terkumpul pada ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Sebaliknya, segala kejelekan terkumpul pada sikap menentang Allah subhanahu wa ta’ala dan berpaling dari-Nya.

 

  1. Allah subhanahu wa ta’ala menjaga agamanya.

Ini tentu saja penjagaan terbesar dari Allah subhanahu wa ta’ala bagi hamba yang menjaga agama dan amalnya di dunia ini. Allah subhanahu wa ta’ala akan menjaganya dari pemahaman menyimpang (syubhat) yang membinasakan, kebid’ahan yang menyesatkan, dan syahwat yang diharamkan. Allah subhanahu wa ta’ala juga menjaganya saat kematian mendatanginya sehingga Dia mewafatkan hamba-Nya di atas Islam.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajari kita untuk memohon penjagaan agama kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Inilah penjagaan yang terpenting. Sebab, penjagaan yang bersifat duniawi didapatkan oleh orang yang baik dan orang yang jahat.

Allah subhanahu wa ta’ala menghalangi seorang hamba tertimpa kejelekan dengan sebab yang terkadang tidak disadari oleh hamba. Ini seperti penjagaan dari Allah subhanahu wa ta’ala untuk Nabi Yusuf ‘alaihissalam dalam firman-Nya subhanahu wa ta’ala,

كَذَٰلِكَ لِنَصۡرِفَ عَنۡهُ ٱلسُّوٓءَ وَٱلۡفَحۡشَآءَۚ إِنَّهُۥ مِنۡ عِبَادِنَا ٱلۡمُخۡلَصِينَ ٢٤

“Demikianlah, agar Kami memalingkan darinya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih (tulus).” (Yusuf: 24)

Barang siapa tulus kepada Allah subhanahu wa ta’ala, maka Dia akan menyelamatkannya dari kejelekan dan kekejian. Allah subhanahu wa ta’ala akan menjaganya dari arah yang tidak disangka. Sebab-sebab kebinasaan akan terhalangi menimpanya.

Ada juga di antara hamba Allah subhanahu wa ta’ala yang terjaga dari kemaksiatan melalui nasihat seseorang.

Al-Hasan al-Bashri rahimahullah berkata tentang pelaku maksiat, “Mereka hina di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala sehingga mereka bermaksiat kepada-Nya. Seandainya mereka adalah orang yang mulia di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala, niscaya Dia subhanahu wa ta’ala akan menjaga mereka.”

Di antara penjagaan Allah subhanahu wa ta’ala terhadap agama hamba-Nya ialah Allah subhanahu wa ta’ala menghalanginya mendapatkan suatu urusan duniawi, seperti kedudukan/kekuasaan atau usaha, seperti perniagaan.

Allah subhanahu wa ta’ala tahu bahwa apabila hamba ini diberi kekuasaan atau dilimpahkan kepadanya harta, ia akan menyimpang. Maka dari itu, Allah subhanahu wa ta’ala menghalanginya mendapatkannya.

Bahkan, terkadang seseorang masih belum dimudahkan melakukan suatu ketaatan karena apabila dia dimudahkan melakukannya, akan muncul pada dirinya sikap ujub (bangga diri) yang menghancurkan amalan.

Inti dari semua ini, orang yang menjaga batasan-batasan Allah subhanahu wa ta’ala dan memerhatikan hak-hak-Nya, niscaya akan dijaga oleh-Nya dalam urusan agama dan duniawinya, di dunia dan di akhiratnya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَمَن يَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسۡبُهُۥٓۚ

“Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (ath-Thalaq: 3)

Sebagian salaf berkata, “Siapa yang ingin selalu sehat wal afiat, hendaknya ia bertakwa kepada Allah subhanahu wa ta’ala.”

Wallahu a’lam bish-shawab.

(Disarikan dari kitab Nurul Iqtibas fi Misykati Washiyyatin Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam libni Abbas, karya Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah)