Asysyariah
Asysyariah

bacaan dan zikir saat sujud

4 tahun yang lalu
baca 10 menit
Bacaan dan Zikir Saat Sujud

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam sujudnya membaca beragam zikir dan doa. Sekali waktu beliau membaca satu macam zikir, pada waktu yang lain membaca zikir yang berbeda. Di antara bacaan dan zikir saat sujud ada yang sama dengan zikir saat rukuk.

Berikut ini beberapa bacaan dan zikir ketika sujud yang biasa dibaca oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.

  1. Bacaan

سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلَى

SUBHAANA RABBIYAL A’LAA

“Mahasuci Rabbku Yang Mahatinggi.”

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengulangi membaca zikir di atas sebanyak tiga kali. Terkadang beliau mengulangi lebih dari itu. Suatu kali saat shalat malam beliau mengulanginya hingga beberapa kali. Sujud beliau ketika itu hampir mendekati lama berdiri beliau. Sementara itu, saat berdiri beliau membaca tiga surah yang panjang, yaitu al-Baqarah, an-Nisa, dan Ali Imran, dengan diselingi doa dan istigfar. (HR. Muslim no. 1811 dari Hudzaifah radhiallahu anhu)

  1. Bacaan

سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلَى وَبِحَمْدِهِ

SUBHAANA RABBIYAL A’LAA WA BIHAMDIH (3X)

“Mahasuci Rabbku Yang Mahatinggi dan pujian bagi-Nya.” (HR. Abu Dawud no. 870)

  1. Bacaan

سُبُّوْحٌ، قُدُّوْسٌ، رَبُّ الْمَلآئِكَةِ وَالرُّوْحِ

SUBBUUHUN QUDDUUSUN RABBUL MALAAIKATI WAR RUUH

“Mahasuci Dia dari segala kejelekan, Maha Memberi berkah, Rabb para malaikat dan ruh.”

Aisyah radhiallahu anha mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengucapkan zikir ini dalam rukuk dan sujud beliau. (HR. Muslim no. 1091)

  1. Bacaan

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ، اللَّهُمَّ اغْفِرْلِي

SUBHAANAKALLAHUMMA RABBANAA WA BIHAMDIKA ALLAHUMMAGH FIRLII

“Mahasuci Engkau, ya Allah, wahai Rabb kami! Dan segala pujian bagi-Mu. Ya Allah, ampunilah aku!”

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sering mengucapkan zikir di atas saat rukuk dan sujud, dalam rangka mengamalkan perintah Allah kepada beliau dalam Al-Qur’an, yaitu firman-Nya,

فَسَبِّحۡ بِحَمۡدِ رَبِّكَ وَٱسۡتَغۡفِرۡهُۚ إِنَّهُۥ كَانَ تَوَّابَۢا

“Maka bertasbihlah memuji Rabbmu dan mintalah ampun kepada-Nya, sesungguhnya Dia adalah Dzat Yang Maha Menerima tobat.” (an-Nashr: 3)

Kabar tentang zikir ini juga datang dari Aisyah radhiallahu anha. (HR. al-Bukhari no. 794 dan Muslim no. 1085)

  1. Bacaan,

سُبْحَانَ ذِيْ الْجَبَرُوْتِ، وَالْمَلَكُوْتِ، وَالْكِبْرِيَاءِ، وَالْعَظَمَةِ

SUBHAANA DZIL JABARUUT WAL MALAKUUTI WAL KIBRIYAA`I WAL ‘AZHAMAH

“Mahasuci Dzat yang memiliki kekuasaan untuk memaksa dan Pemilik segala sesuatu (yang melakukan segala tindakan di alam ini), yang memiliki kesombongan dan keagungan.”

Bacaan ini disebutkan dalam hadits Auf bin Malik al-Asyja’i radhialllahu anhu. (HR. Abu Dawud no. 873 dan dinyatakan sahih dalam Shahih Sunan Abi Dawud)

  1. Bacaan

اللَّهُمَّ لَكَ سَجَدْتُ، وَبِكَ آمَنْتُ، وَلَكَ أَسْلَمْتُ، [وَأَنْتَ رَبِّي]، سَجَدَ وَجْهِيْ لِلَّذِيْ خَلَقَهُ وَصَوَّرَهُ، [فَأَحْسَنَ صُوَرَهُ]، وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ، تَبَارَكَ اللهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِيْنَِ

ALLAAHUMMA SAJADTU, WA BIKA AAMANTU, WA LAKA ASLAMTU, WA ANTA RABBII, SAJADA WAJHIYA LILLADZII KHALAQAHU WA SHAWWARAHU FA AHSANA SHUWARAHU, WA SYAQQA SAM’AHU WA BASHARAHU, TABAARAKALLAAHU AHSANUL KHAALIQIIN

“Ya Allah, hanya kepada-Mu aku sujud, hanya kepada-Mu aku beriman, dan hanya kepada-Mu aku berserah diri. Engkau adalah Rabbku. Telah sujud wajahku kepada Dzat yang telah menciptakannya dan membentuknya, lalu Dia membaguskan rupanya, dan Dia membelah pendengaran dan penglihatannya. Mahasuci Allah sebaik-baik Pencipta.”

Bacaan di atas disebutkan dalam hadits Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu. Tambahan yang pertama, yaitu lafaz وَأَنْتَ رَبِّي diriwayatkan oleh ath-Thahawi (137/1) dan at-Tirmidzi (no. 3423) serta ad-Daraquthni (30). Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan sahih. Tambahan kedua berasal dari salah satu riwayat Muslim.

  1. Bacaan

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي ذَنْبي كُلَّهُ، دِقَّهُ وَجِلَّهُ، وَأَوَّلَهُ وَآخِرَهُ، وَعَلاَنِيَتَهُ وَسِرَّهُ

ALLAAHUMMAGH FIRLII DZANBII KULLAHU, DIQQAAHU WA JILLAHU, WA AWWALAHU WA AAKHIRAHU, WA ‘ALAANIYATAHU WA SIRRAHU

“Ya Allah, ampunilah dosaku seluruhnya, yang kecil/sedikit dan yang besar/banyak, yang awalnya dan yang akhirnya, yang terang-terangan dan yang rahasia/tersembunyi.”[1] (HR. Muslim no. 1084 dari Abu Hurairah radhiallahu anhu)

  1. Bacaan

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ

“Mahasuci Engkau, ya Allah, dan dengan pujian untuk-Mu, tidak ada sembahan yang berhak untuk dibadahi selain-Mu.”

Baca juga: Mengenal Allah

Aisyah radhiallahu anha menceritakan, tatkala ia kehilangan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pada suatu malam dari tempat tidurnya, ia menyangka bahwa beliau pergi keluar. Mulailah Aisyah meraba-raba dalam kegelapan. Ternyata didapatinya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sedang rukuk atau sujud dan membaca zikir di atas. (HR. Muslim no. 1089)

  1. Bacaan

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي مَا أَسْرَرْتُ، وَمَا أَعْلَنْتُ

ALLAAHUMMAGH FIRLII MAA ASRARTU WA MAA A’LANTU

“Ya Allah, ampunilah aku, (kejelekan/dosa) yang aku rahasiakan dan apa yang aku tampakkan.” (HR. an-Nasai no. 1124 dari Aisyah radhiallahu anha, dinyatakan sahih dalam Shahih Sunan an-Nasai)

  1. Bacaan,

اللَّهُمَّ اجْعَلْ فِي قَلْبِي نُوْرًا، وَفِي لِسَانِي نُوْرًا، وَاجْعَلْ فِي سَمْعِي نُورًا، وَاجْعَلْ فِي بَصَرِيْ نُوْرًا، وَاجْعَلْ مِنْ تَحْتِي نُوْرًا، وَاجْعَلْ مِنْ فَوْقِي نُوْرًا، وَعَنْ يَمِيْنِي نُوْرًا، وَعَنْ يَسَارِي نُوْرًا، وَاجْعَلْ أَمَامِي نُوْرًا، وَاجْعَلْ خَلْفِي نُوْرًا، وَاجْعَلْ فِي نَفْسِيْ نُوْرًا، وَأَعْظِمْ لِي نُوْرًا

“Ya Allah, jadikanlah cahaya dalam hatiku, cahaya dalam lisanku. Jadikanlah cahaya dalam pendengaranku. Jadikanlah cahaya pada penglihatanku. Juga jadikanlah cahaya dari bawahku. Jadikanlah cahaya dari atasku, demikian pula cahaya dari kananku dan dari kiriku. Jadikan pula cahaya di depan dan di belakangku. Jadikan pula cahaya pada jiwaku, dan besarkanlah cahaya untukku.”

Ibnu Abbas radhiallahu anhuma mengatakan bahwa ia bermalam di rumah bibinya, Maimunah bintu al-Harits radhiallahu anha, pada saat giliran Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam di rumahnya. Ibnu Abbas melihat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bangkit untuk menunaikan hajatnya. Setelah itu, beliau berwudhu seperti wudhu untuk shalat. Kemudian beliau mengerjakan shalat dan saat bersujud beliau membaca zikir tersebut. (HR. Muslim no. 1791 dan an-Nasai no. 1121)

Namun, riwayat yang lain menyebutkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengucapkan zikir yang hampir sama dengan zikir di atas setelah selesai shalat, yakni saat berdoa. (HR. Muslim no. 1796)

Jadi, terkadang beliau melakukan yang ini (membacanya saat bersujud), dan yang itu (membacanya saat berdoa setelah shalat malam).

  1. Bacaan

اللهُمَّ أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ، وَبِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوبَتِكَ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْكَ لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ

ALLAAHUMMA A’UUDZU BIRIDHAAKA MIN SAKHATHIK, WA BI MU’AAFAATIKA MIN ‘UQUUBATIK, WA A’UUDZU BIK MINKA, LAA UHSHII TSANAA`AN ‘ALAIK, ANTA KAMAA ATSNAITA ‘ALAA NAFSIK

“Ya Allah, sungguh aku berlindung kepada-Mu dengan keridhaan-Mu dari kemurkaan-Mu. Aku berlindung dengan pemaafan-Mu dari hukuman-Mu, aku juga berlindung dengan-Mu dari-Mu. Aku tidak dapat menghitung pujian atas-Mu, Engkau sebagaimana yang Engkau puji diri-Mu.” (HR. Muslim no. 1090 dari Aisyah radhiallahu anha)

Larangan Membaca Al-Qur’an Saat Sujud

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

أَلَا، وَإِنِّي نُهِيْتُ أَن أَقْرَأَ الْقُرْآنَ رَاكِعًا أَوْ سَاجِدًا، فَأَمَّا الرُّكُوْعُ فَعَظِّمُوْا فِيْهِ الرَّبَّ عَزَّ وَجَلَّ وَأَمَّا السُّجُوْدُ فَاجْتَهِدُوْا فِيهِ الدُّعَاءَ فَقَمِنٌ أَنْ يُسْتَجَابَ لَكُمْ

“Sungguh, aku dilarang untuk membaca Al-Qur’an ketika rukuk dan sujud. Adapun ketika rukuk, maka agungkanlah Rabb di dalamnya. Adapun saat sujud, bersungguh-sungguhlah dalam berdoa karena pantas doa kalian dikabulkan.” (HR. Muslim no. 1074 dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma)

Pada saat sujud, seseorang hendaknya bersungguh-sungguh berdoa dan memperbanyaknya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengabarkan,

أَقْرَبُ مَا يَكُوْنُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ، فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ فِيْهِ

“Sedekat-dekatnya hamba dengan Rabbnya adalah saat hamba sedang bersujud. Maka dari itu, perbanyaklah doa saat bersujud.” (HR. Muslim no. 1083 dari Abu Hurairah radhiallahu anhu)

Baca juga: Berdoalah, Pasti Allah Akan Mengabulkan Doamu

Jumhur (mayoritas) ulama berpendapat dilarang membaca Al-Qur’an saat bersujud berdasarkan hadits Ibnu Abbas radhiallahu anhuma di atas.

Sebagian ulama lain berpandangan bolehnya membaca Al-Qur’an. Ini adalah pendapat Imam al-Bukhari rahimahullah dan yang lainnya karena hadits di atas tidak sahih menurut mereka.

Namun, yang benar adalah sebagaimana yang kami katakan, dilarang membaca Al-Qur’an saat sedang sujud karena hadits tersebut sahih sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim rahimahullah dalam Shahih-nya. Hadits ini dinyatakan sahih juga oleh Imam ath-Thabari rahimahullah dan yang lainnya. (Bidayatul Mujtahid, hlm. 122)

Hikmah Larangan Membaca Al-Qur’an Saat Sujud

Seseorang yang shalat dilarang membaca Al-Qur’an pada saat sedang rukuk dan bersujud karena posisi rukuk dan sujud mengharuskan seseorang merunduk, menyungkurkan punggung, dan telungkup. Tentu saja, Al-Qur’an tidak sepantasnya dibaca dalam keadaan seperti ini.

Bandingkan saja apabila Anda berbicara kepada seseorang dalam posisi Anda rukuk, sujud, atau Anda berbicara dalam posisi berdiri. Manakah yang lebih menunjukkan penghormatan kepada yang diajak bicara? Tentu saja bila Anda bicara sambil berdiri.

Apabila Anda bicara kepada orang lain dalam keadaan Anda rukuk, niscaya orang yang diajak bicara akan berkata, “Orang ini cuek terhadapku. Ia tidak menaruh perhatian kepadaku.”

Apabila ada orang ingin berbicara tentang seorang alim dan ia berkata, “Wahai orang-orang, kemarilah kalian… Aku hendak menceritakan kepada kalian tentang alim Fulan.” Ketika orang-orang sudah berkumpul, ia rukuk atau bersujud, lalu bercerita kepada manusia dalam posisi demikian. Tentu hal ini tidak pantas.

Karena itulah, ulama berkata, “Al-Qur’anul Karim memiliki kedudukan yang agung, maka sepantasnya ia dibaca (dalam shalat) saat posisi orang yang shalat sedang tinggi, yaitu ketika berdiri.” (Fathu Dzil Jalali wal Ikram bi Syarhi Bulughil Maram, 3/416—417)

Hukum Shalat Orang yang Membaca Al-Qur’an Saat Rukuk Atau Sujud

Mayoritas ulama berpendapat shalatnya sah. Sebab, membaca Al-Qur’an dilarang dalam rukuk dan sujud bukan karena Al-Qur’an tidak boleh dibaca dalam shalat, melainkan karena kedudukan, ketinggian, dan keagungan Al-Qur’an sehingga tidak pantas dibaca dalam posisi menunduk. Adapun Al-Qur’an sendiri adalah ucapan yang disyariatkan dalam shalat dan termasuk zikir-zikir yang disyariatkan. (al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, 2/961)

Pendapat yang lain, di antaranya Ibnu Hazm rahimahullah, mengatakan bahwa shalat yang dikerjakan tersebut batal. Sebab, orang yang shalat tersebut telah mengucapkan sesuatu yang dilarang, sebagaimana halnya seseorang berbicara saat sedang shalat dengan ucapan manusia. (al-Muhalla 2/361; Nailul Authar 2/108)

Boleh Berdoa dalam Sujud dengan Doa yang Ada dalam Al-Qur’an

Misalnya, ketika sujud seseorang membaca doa,

رَبَّنَا ٱغۡفِرۡ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسۡرَافَنَا فِيٓ أَمۡرِنَا وَثَبِّتۡ أَقۡدَامَنَا وَٱنصُرۡنَا عَلَى ٱلۡقَوۡمِ ٱلۡكَٰفِرِينَ

“Wahai Rabb kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami, kokohkanlah telapak-telapak kaki kami (tetapkanlah pendirian kami) dan tolonglah kami dari orang-orang kafir.” (Ali Imran: 147)

atau berdoa,

رَبَّنَآ ءَاتِنَا فِي ٱلدُّنۡيَا حَسَنَةً وَفِي ٱلۡأٓخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ

“Wahai Rabb kami, berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, serta lindungi kami dari azab neraka.” (al-Baqarah: 201)

Hal ini dibolehkan karena yang mengucapkannya tidak bersengaja untuk membaca Al-Qur’an. Akan tetapi, ia bermaksud berdoa dengan doa yang ada dalam Al-Qur’an. Jadi, doa yang dia baca termasuk zikir. (asy-Syarhul Mumti’, 3/133)


Catatan Kaki

[1] Tersembunyi dari orang lain, tetapi tidak tersembunyi bagi Allah subhanahu wa ta’ala. Keduanya sama saja bagi Allah subhanahu wa ta’ala. Dia Maha Mengetahui yang rahasia dan yang tersembunyi.

Ditulis oleh Ustadz Abu Ishaq Muslim