Asysyariah
Asysyariah

asy’ariyah, bukan pengikut abul hasan al-asy’ari

13 tahun yang lalu
baca 7 menit

(ditulis oleh: Al-Ustadz Abdurrahman Mubarak)

Telah kita ketahui bahwa Asy’ariyah adalah kelompok ahlul kalam yang muncul setelah berakhirnya masa generasi utama. Kelompok ini menisbahkan diri mereka kepada Abul Hasan al-Asy’ari t.
Dalam pembahasan sebelumnya, kita mengetahui bahwa Asy’ariyah bukanlah Ahlus Sunnah dan telah kita ketahui beberapa penyimpangan mereka dari as-Sunnah, maka dalam tulisan ini kami ingin menunjukkan bahwa paham mereka pun berbeda dengan akidah Abul Hasan al-Asy’ari.
Jika kita bandingkan akidah mereka dengan akidah al-Imam Abul Hasan al-Asy’ari, akan kita dapatkan bahwa nisbah (penyandaran) mereka kepada Abul Hasan al-Asy’ari hanyalah pengakuan semata. Nyatanya, mereka banyak menyelisihi akidah al-Imam Abul Hasan al-Asy’ari t.
Sebelum kita membuktikan penyimpangan Asy’ariyah dari Ahlus Sunnah wal Jamaah, kami akan menyebutkan beberapa ucapan al-Imam Abul Hasan al-Asy’ari yang menjelaskan prinsip akidah beliau.

Dalam Kitab al-Ibanah
Beliau t berkata, “Pendapat yang kami yakini dan agama yang kami beragama dengannya, ‘Berpegang teguh dengan kitab Rabb kita dan sunnah nabi kita Muhammad n dan yang diriwayatkan dari para sahabat, tabiin, dan aimatul (para imam) hadits. Kami berpegang teguh dengannya dan dengan pendapat yang diucapkan oleh Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal—mudah-mudahan Allah l menyinari wajahnya dan mengangkat derajatnya serta memberinya pahala yang banyak—, dan kami menjauhkan diri dari pendapat-pendapat yang menyelisihi prinsip al-Imam Ahmad bin Hanbal, karena beliau adalah imam yang memiliki keutamaan, seorang tokoh yang dengannya Allah l menjelaskan al-haq, menolak kebatilan, menjelaskan manhaj serta menghancurkan kebid’ahan ahlul bid’ah, penyimpangan orang-orang yang menyimpang dan menghilangkan keraguan orang-orang yang ragu….”
Kemudian beliau t berkata:
• Allah l memiliki wajah, namun tidak boleh menanyakan bagaimananya, sebagaimana dalam firman-Nya:
‘Dan tetap kekal wajah Rabbmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.’ (ar-Rahman: 27)
• Allah l memiliki dua tangan, namun tidak boleh ditanyakan bagaimananya, sebagaimana dalam firman-Nya:
Allah berfirman, ‘Hai iblis, apakah yang menghalangimu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku….’ (Shad: 75)
‘(Tidak demikian), tetapi kedua-dua tangan Allah terbuka.’ (al-Maidah: 64)
• Allah memiliki dua mata, namun tidak boleh ditanyakan bagaimananya, sebagaimana firman Allah l:
‘Yang berlayar dengan penglihatan dua mata kami.’ (al-Qamar: 14).”

Dalam Kitab Maqalat al-Islamiyin
Beliau menjelaskan secara global akidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah Ahlul Hadits, dan beliau menegaskan bahwa beliau meyakininya dan beragama dengannya, “Inilah nukilan pendapat Ahlul Hadits dan Ahlus Sunnah, sejumlah (prinsip) yang diyakini oleh Ahlul Hadits dan Ahlus Sunnah secara global:
• Beriman kepada Allah l, malaikat-Nya, kitab-kitab dan rasul-rasul-Nya, serta mengimani semua yang datang dari Allah l dan Rasul-Nya melalui jalan orang-orang tepercaya, tidak menolaknya sedikit pun.
• Allah l adalah satu, tempat bergantung makhluk-Nya, tidak ada sesembahan yang benar selain Dia, tidak memiliki istri atau anak, Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya;
• Beriman bahwa surga dan neraka adalah haq, kiamat pasti akan datang.
• Beriman bahwa Allah l akan membangkitkan penghuni kubur.
• Mengimani bahwa Allah l di atas Arsy-nya, sebagaimana firman-Nya:
“(Yaitu) Rabb Yang Maha Pengasih, Yang breistiwa di atas ‘Arsy.” (Thaha: 5)
• Mengimani bahwa Allah l memiliki dua tangan, namun jangan ditanya bagaimananya, sebagaimana dalam firman-Nya:
“Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku.” (Shad: 75)
• Allah l memiliki dua mata, namun jangan ditanya bagaimananya, sebagaimana dalam firman-Nya:
‘Yang berlayar dengan penglihatan dua mata kami.’
• Allah l memiliki wajah, namun jangan ditanya bagaimananya, sebagaimana dalam firman-Nya:
‘(Tidak demikian), tetapi kedua-dua tangan Allah terbuka.’ (al-Maidah: 64)
Beliau t juga mengatakan bahwa:
• Iman adalah ucapan dan perbuatan, bertambah dan berkurang.
• Membenarkan hadits-hadits yang menyebutkan bahwa Allah l turun ke langit dunia lalu berfirman, ‘Apakah ada yang meminta ampun sehingga Aku memberinya ampunan?’ sebagaimana dalam hadits yang sahih.
• Berpegang dengan al-Qur’an dan as-Sunnah sebagaimana dalam firman-Nya:
ﰀ ﰁ ﰂ ﰃ ﰄ ﰅ ﰆ ﰇ
“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, kembalikanlah kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya).” (an-Nisa: 59)
• Berpendapat untuk mengikuti salaf umat ini dan tidak berbuat bid’ah dalam agama yang tidak diizinkan oleh Allah l.”
Kemudian beliau t berkata, “Kami berpendapat dan bermazhab dengan semua pendapat mereka yang telah kami sebutkan di atas, tidaklah datang taufik kepada kita melainkan dari Allah l. Dialah pencukup kami dan Dia adalah sebaik-baik tempat bertawakal. Kepada-Nya kita meminta tolong dan bertawakal, serta kepada-Nya kita kembali.” (Maqalat al-Islamiyin)

Dalam Suratnya kepada Penduduk Perbatasan
Beliau t berkata, “Mereka telah ijma’ menetapkan sifat hidup bagi Allah l, terus-menerus hidup, Allah l memiliki sifat ilmu dan terus-menerus berilmu, memiliki sifat kuasa dan terus-menerus berkuasa, memiliki sifat kalam, dan tetap memilikinya, memiliki kehendak dan terus-menerus berkehendak, memiliki sifat mendengar dan melihat, serta Dia terus-menerus Maha Mendengar dan Melihat.”
Beliau t berkata, “Mereka ijma’ bahwasanya Allah l mendengar dan melihat, memiliki dua tangan yang terbentang, bumi digenggam-Nya pada hari kiamat dan matahari terlipat di tangan kanan-Nya, namun tidak seperti anggota tubuh manusia dan dua tangan-Nya bukanlah nikmat, dan ini menunjukkan kemuliaan yang Dia berikan kepada Adam yang diciptakan dengan tangan-Nya, dan cercaan-Nya kepada Iblis karena sombong tidak mau sujud kepada Adam, yang telah diberi kemuliaan oleh Allah l dengan firman-Nya:
Allah berfirman, ‘Hai iblis, apakah yang menghalangimu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku….’ (Shad: 75)
Mereka ijma’ bahwa Allah l datang di hari kiamat dalam keadaan malaikat bershaf-shaf, ketika ditampakkan umat-umat untuk dihisab…. Allah l mengampuni orang yang berdosa bagi yang dikehendaki-Nya dan menyiksa orang yang dikehendaki-Nya.”
Beliau t berkata, “Allah l ada di atas Arsy-nya, tidak di bumi. Ini telah ditunjukkan oleh firman Allah l:
“Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang berada di atas langit bahwa dia akan menjungkirbalikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang?” (al-Mulk: 16)
Firman Allah l:
“Barang siapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya, kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya, dan orang-orang yang merencanakan kejahatan bagi mereka azab yang keras, dan rencana jahat mereka akan hancur.” (Fathir: 10)
Firman Allah l:
“(Yaitu) Rabb Yang Maha Pemurah, yang bersemayam di atas ‘Arsy.” (Thaha: 5) [Dinukil dari Ta’kidat Musalamat Salafiyat]
Sekarang kita buktikan bahwa akidah Asy’ariyah berbeda dengan akidah Abul Hasan al-Asy’ari.
1. Abul Hasan menyatakan Allah l memiliki wajah, tangan, dan dua mata yang sesuai dengan kemuliaan-Nya.
Adapun Asy’ariyah menafikannya, mereka melakukan takwil dalam memaknakan nash-nash yang ada tentang masalah tersebut.
2. Abul Hasan mengimani semua yang datang dari Allah l dan Rasul-Nya melalui jalan orang-orang tepercaya, tidak menolaknya sedikit pun.
Adapun Asy’ariyah, mereka menolak nash-nash al-Qur’an dan as-Sunnah yang menurut mereka bertentangan dengan akal.
Ibnu Taimiyah t berkata, “Ucapan ini—yaitu mendahulukan akal dari nash al-Qur’an dan as-Sunnah—asalnya adalah ucapan Jahmiyah, Mu’tazilah, dan semisal mereka, bukanlah ucapan Abul Hasan al-Asy’ari dan sahabatnya….” (Darut Ta’arudh, 7/97) (Lihat Ta’kidat Musalamat hlm. 21)
3. Abul Hasan mengimani bahwa Allah l di atas Arsy-Nya.
Adapun Asy’ariyah, kebanyakan mereka menyatakan Allah l ada di mana-mana.
4. Abul Hasan berkata, “Iman adalah ucapan dan perbuatan, bertambah dan berkurang.”
Adapun Asy’ariyah menyatakan bahwa iman hanya pembenaran dengan hati.
5. Abul Hasan berkata membenarkan hadits-hadits yang menyebutkan Allah l turun ke langit dunia.”
Adapun Asy’ariyah, mereka tidak menetapkan sifat-sifat fi’liyah (perbuatan).
6. Abul Hasan menetapkan sifat istiwa’ bagi Allah.
Adapun Asy’ariyah tidak menetapkan sifat istiwa’. Mereka menakwilnya menjadi kekuasaan, sebagaimana dilakukan ar-Razi dan al-Amidi.
7. Abul Hasan berkata, “Mereka (Ahlus Sunnah) ijma’ bahwa Allah l datang di hari kiamat dalam keadaan malaikat bershaf-shaf.”
Asy’ariyah tidak menetapkannya, mereka menakwilnya dengan takwilan batil.
Inilah sebagian penyelisihan Asy’ariyah terhadap al-Imam Abul Hasan al-Asy’ari. Mudah-mudahan apa yang kami sampaikan cukup sebagai bukti bahwa Asy’ariyah bukanlah pengikut Abu Hasan al-Asy’ari t.
Mengapa Asy’ariyah Terjatuh ke dalam Takwil?
Ibnu Taimiyah t berkata, “Barang siapa yang menyatakan Abul Hasan al-Asy’ari menafikan sifat dan beliau memiliki dua pendapat dalam menakwilkan sifat Allah l, maka orang tersebut telah berdusta atas nama Abul Hasan t.
Yang melakukan takwil seperti ini adalah pengikutnya yang belakangan seperti Abul Ma’ali dan lainnya. Mereka memasukkan ushul (akidah/prinsip pokok) Mu’tazilah ke dalam mazhabnya.” (Majmu Fatawa, 12/203)