Asy-Syakir (الشَّاكِرُ) adalah salah satu nama Allah yang agung, Asmaul Husna. Nama tersebut termaktub pada beberapa ayat dalam kitab suci Al-Qur’an. Di samping itu, hadits Nabi-Nya yang mulia juga menyebutkan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala memiliki sifat tersebut.
Al-Qur’an juga menyebutkan nama Allah yang mulia, asy-Syakur (الشَّكُورُ).
وَمَن تَطَوَّعَ خَيۡرًا فَإِنَّ ٱللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ
“Dan barang siapa mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui.” (al-Baqarah: 158)
وَٱللَّهُ شَكُورٌ حَلِيمٌ
“Dan Allah itu Syakur lagi Maha Penyantun.” (at-Taghabun: 17)
Nama Allah asy-Syakir dan asy-Syakur, sama-sama berasal dari kata asy-syukr (الشُّكْرُ). Kata asy-syukr berarti menyanjung seseorang atas kebaikan yang dilakukannya kepadamu. Dikatakan pula bahwa hakikat asy-syukr adalah ridha dengan sesuatu yang sedikit. (Mu’jam Maqayis al-Lughah karya Ibnu Faris)
“Di antara nama Allah adalah asy-Syakir dan asy-Syakur. Arti kedua nama ini ialah Allah mensyukuri amalan sedikit yang ikhlas, bersih, bermanfaat, dan memaafkan banyak kesalahan, serta tidak menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat baik. Bahkan, Allah subhanahu wa ta’ala melipatgandakan pahalanya dengan jumlah yang banyak tanpa hitungan.
Di antara bentuk syukur Allah kepada hamba-Nya, Dia membalasi satu kebaikan dengan sepuluh kali lipatnya sampai tujuh ratus kali lipat. Bahkan, sampai kelipatan yang banyak. Bisa jadi, Allah subhanahu wa ta’ala membalasi amalan seorang hamba dengan berbagai pahala yang disegerakan sebelum balasan yang tertunda kelak. Padahal, Allah subhanahu wa ta’ala tidak terbebani kewajiban membalasi amalan hamba-Nya. Akan tetapi, Allah subhanahu wa ta’ala yang mewajibkan atas diri-Nya sendiri sebagai wujud kedermawanan dan kemurahan-Nya.
Allah subhanahu wa ta’ala juga tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang beramal apabila mereka berbuat baik dan ikhlas dalam amalan tersebut. Karena itu, apabila seorang hamba melakukan perintah Allah subhanahu wa ta’ala dan melaksanakan ketaatan kepada-Nya, Dia akan membantunya, memujinya, dan menyanjungnya. Allah subhanahu wa ta’ala juga akan memberinya ganjaran berupa cahaya, iman, dan kelapangan kalbu.
Baca juga: Syarat Diterimanya Amal
Selain itu, Allah subhanahu wa ta’ala juga akan memberikan balasan berupa kekuatan dan semangat dalam tubuhnya, tambahan keberkahan dalam segala keadaannya, dan tambahan taufik dalam hal perbuatannya. Setelah itu, Allah subhanahu wa ta’ala memberikan pahala yang ditunda tersebut di sisi-Nya dalam keadaan lengkap, tidak terkurangi.
Di antara bentuk syukur Allah subhanahu wa ta’ala kepada hamba-Nya, seseorang yang meninggalkan sesuatu karena Allah subhanahu wa ta’ala maka Dia akan menggantikan yang lebih baik darinya….” (Tafsir Asma wa ash-Shifat)
“Asy-Syakir maknanya adalah Dzat yang memuji orang yang menaati-Nya, yang menyanjung-Nya, dan memberi pahala atas ketaatannya, semata-mata karena karunia dari-Nya. Adapun asy-Syakur adalah Dzat yang syukurnya terus-menerus dan meliputi setiap orang yang taat, baik ketaatan yang kecil maupun yang besar.” (al-Asma wash Shifat karya al-Baihaqi)
“Nama Allah asy-Syakur disebutkan bersamaan dengan nama Allah al-Ghafur dalam firman-Nya yang menceritakan ucapan penghuni surga,
وَقَالُواْ ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ ٱلَّذِيٓ أَذۡهَبَ عَنَّا ٱلۡحَزَنَۖ إِنَّ رَبَّنَا لَغَفُورٌ شَكُورٌ
Mereka berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan dukacita dari kami. Sesungguhnya Rabb kami benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” (Fathir: 34)
Selain itu, nama tersebut juga didapati bersamaan dengan nama Allah al-Halim dalam firman-Nya,
وَٱللَّهُ شَكُورٌ حَلِيمٌ
“Dan Allah Maha Pembalas jasa lagi Maha Penyantun.” (at-Taghabun: 17)
Baca juga: Arti Nama Allah: Al-Halim
Makna asy-Syakur adalah Dzat yang menerima amalan para hamba-Nya, meridhainya, dan mengganjarnya, bahkan melipatgandakannya dalam jumlah yang banyak, sesuai dengan keikhlasan dan ketekunannya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ إِنَّا لَا نُضِيعُ أَجۡرَ مَنۡ أَحۡسَنَ عَمَلًا
“Sesungguhnya mereka yang beriman dan beramal saleh, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan (nya) dengan baik.” (al-Kahfi: 30)
Allah subhanahu wa ta’ala telah mengumpamakan infak di jalan-Nya dengan sebuah biji yang tumbuh menjadi tujuh tangkai. Pada setiap tangkai ada seratus biji. Lalu Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan pada akhirnya,
وَٱللَّهُ يُضَٰعِفُ لِمَن يَشَآءُۚ
“Allah melipatgandakannya bagi siapa yang Dia kehendaki.” (al-Baqarah: 261)
Firman Allah di atas adalah pemberitahuan bahwa kelipatan itu bisa jadi melebihi ukuran tersebut, bagi siapa yang dikehendaki oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Dalam hadits yang sahih disebutkan,
“Barang siapa menyedekahkan senilai satu butir kurma dari penghasilan yang baik—dan Allah tidak menerima selain yang baik—, Allah akan menerimanya dengan tangan kanan-Nya. Kemudian Allah, mengembangkannya sebagaimana seseorang di antara kalian membesarkan anak kudanya hingga berkembang menjadi seperti gunung yang besar.”
Baca juga: Sedekah yang Paling Utama
Mahasuci Allah yang memberikan taufik-Nya kepada kaum mukminin untuk melakukan sesuatu yang Dia ridhai, lalu Dia mensyukurinya atas perbuatan tersebut dengan pahala-Nya yang bagus dan pemberian-Nya yang banyak. Hal itu adalah murni bentuk keutamaan dari-Nya, bukan kewajiban sebagai (timbal balik atas) amal seorang hamba. Bahkan, hal itu karena kewajiban yang Dia wajibkan atas diri-Nya sebagai wujud kemurahan dan kedermawanan-Nya.” (Syarah Nuniyyah)
Mengimani nama Allah subhanahu wa ta’ala asy-Syakir akan semakin menumbuhkan rasa cinta kepada Allah subhanahu wa ta’ala karena timbulnya kesadaran akan kebesaran karunia-Nya.
Selain itu, beriman kepada nama Allah subhanahu wa ta’ala tersebut akan menambahkan rasa syukur kita kepada-Nya. Sebab, Allah subhanahu wa ta’ala akan melipatgandakan pahala dari amal kita yang sedikit, dengan syarat ikhlas dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
Baca juga: Akankah Amalku Diterima?
Dengan keimanan kepada nama Allah asy-Syakir, mestinya seseorang semakin taat kepada Allah subhanahu wa ta’ala dalam rangka bersyukur kepada-Nya. Sebab, orang yang bersyukur adalah yang membalas kebaikan dengan kebaikan.
Lihatlah bagaimana Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersyukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas karunia-Nya. Beliau semakin bersungguh-sungguh beribadah hingga membengkak kakinya karena shalat malamnya. Aisyah radhiallahu anha, sang istri, merasa belas kasih kepada beliau ketika melihat hal itu. Aisyah pun bertanya, “Mengapa Anda melakukan demikian, padahal Allah subhanahu wa ta’ala telah mengampuni dosa Anda yang telah lalu dan yang akan datang?”
Beliau menjawab,
أَفَلَا أَكُونُ عَبْدًا شَكُورًا؟
“Tidakkah aku suka untuk menjadi hamba yang bersyukur?”
Wallahu a’lam.