Asysyariah
Asysyariah

arti nama allah: ar-razzaq

3 tahun yang lalu
baca 7 menit
Arti Nama Allah: Ar-Razzaq

Dalil Nama Allah Ar-Razzaq

Salah satu Asmaul Husna adalah ar-Razzaq (الرَّزَّاقُ) dan ar-Raziq (الرَّازِقُ). Nama Allah azza wa jalla itu terdapat dalam ayat-Nya,

إِنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلرَّزَّاقُ ذُو ٱلۡقُوَّةِ ٱلۡمَتِينُ

“Sesungguhnya Allah, Dialah Maha Pemberi Rezeki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” (adz-Dzariyat: 58)

Baca juga: Arti Nama Allah: Allah dan Al-Ilah

Nama Allah ar-Raziq juga ada dalam hadits Anas radhiallahu anhu. Dia berkata, “Orang-orang mengatakan,

يَا رَسُولَ اللهِ، غَلاَ السِّعْرُ فَسَعِّرْ لَنَا. فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ اللهَ هُوَ الْمُسَعِّرُ الْقَابِضُ الْبَاسِطُ الرَّازِقُ، وَإِنِّي لَأَرْجُو أَنْ أَلْقَى اللهَ وَلَيْسَ أَحَدٌ مِنْكُمْ يُطَالِبُنِى بِمَظْلَمَةٍ فِي دَمٍ وَلاَ مَالٍ

“Wahai Rasulullah, harga-harga naik. Kami mohon Anda menetapkan harga.”

Beliau menjawab, “Allah lah yang menentukan harga, yang menahan, yang membentangkan, dan yang memberi rezeki. Aku berharap agar aku berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak ada seorang pun dari kalian menuntutku karena sebuah kezaliman dalam urusan darah atau harta.” (Sahih, HR. Abu Dawud. Syaikh al-Albani menilainya sahih dalam Ghayatul Maram no. 323)

Arti Nama Allah Ar-Razzaq

As-Sa’di rahimahullah menerangkan arti dan makna nama Allah subhanahu wa ta’ala tersebut, “(Arti nama Allah az-Razzaq ialah) Maha Pemberi Rezeki terhadap seluruh makhluk. Tidak ada sesuatu pun di alam angkasa ataupun alam bumi kecuali menikmati rezeki-Nya dan terlingkupi oleh kedermawanan-Nya.”

Muhammad Khalil al-Harras berkata,

“Salah satu nama Allah subhanahu wa ta’ala adalah اَلرَّزَّاقُ (ar-Razzaq). (Kata ini) merupakan bentuk mubalaghah[1] dari kata اَلرَّازِقُ (ar-raziq). Perubahan bentuk kata tersebut menunjukkan sesuatu yang banyak. (Kata ini) diambil dari kata اَلرَّزْقُ (ar-razq) yang bermakna pemberian rezeki, yang merupakan bentuk masdar (kata dasar). Adapun اَلرِّزْقُ (ar-rizq) adalah nama bagi sesuatu yang Allah subhanahu wa ta’ala berikan kepada seorang hamba (kata benda).

Jadi, arti (nama Allah) ar-Razzaq adalah Dzat yang banyak memberi rezeki kepada hamba-hamba-Nya, yang bantuan dan keutamaan-Nya kepada mereka tidak terputus walau sekejap mata.

Adapun kata ar-razq sama dengan kata al-khalq (penciptaan), yaitu sebagai salah satu sifat perbuatan, yakni salah satu sifat-Nya sebagai Rabb (sifat rububiyah). Kata ar-razq tidak boleh disandarkan kepada yang selain-Nya. Karena itu, yang selain-Nya tidak boleh disebut Raziq (pemberi rezeki) sebagaimana tidak boleh disebut Khaliq (pencipta).

Baca juga: Mengenal Allah

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

ٱللَّهُ ٱلَّذِي خَلَقَكُمۡ ثُمَّ رَزَقَكُمۡ ثُمَّ يُمِيتُكُمۡ ثُمَّ يُحۡيِيكُمۡۖ هَلۡ مِن شُرَكَآئِكُم مَّن يَفۡعَلُ مِن ذَٰلِكُم مِّن شَيۡءٍۚ سُبۡحَٰنَهُۥ وَتَعَٰلَىٰ عَمَّا يُشۡرِكُونَ

“Allah-lah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezeki, kemudian mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (kembali). Adakah di antara yang kamu sekutukan dengan Allah itu yang dapat berbuat sesuatu dari yang demikian itu? Mahasuci Dia dan Mahatinggi dari apa yang mereka persekutukan.” (ar-Rum: 40)

Jadi, semua rezeki itu di tangan Allah subhanahu wa ta’ala saja. Dialah pencipta rezeki dan pencipta makhluk yang memanfaatkan rezeki tersebut. Dialah yang menyampaikan rezeki tersebut kepada mereka. Dia juga merupakan pencipta sebab-sebab menikmatinya. Oleh karena itu, wajib menyandarkan rezeki tersebut hanya kepada Allah subhanahu wa ta’ala satu-satu-Nya dan mensyukuri-Nya.

Macam-Macam Rezeki

Rezeki Allah kepada hamba-hamba-Nya ada dua macam, yaitu yang umum dan yang khusus.

  1. Rezeki yang umum

Maknanya, Allah subhanahu wa ta’ala menyampaikan segala kebutuhan hidup mereka dan menjaga kelangsungan mereka. Oleh karena itu, Allah subhanahu wa ta’ala memudahkan jalan-jalan rezeki bagi mereka. Allah subhanahu wa ta’ala pun mengaturnya dalam jasad mereka, lalu menyampaikan makanan yang dibutuhkan oleh jasad ke anggota-anggota tubuh, yang kecil dan yang besar.

Rezeki yang umum ini mencakup orang yang baik ataupun yang jahat, muslim ataupun kafir, bahkan juga meliputi manusia, jin, dan hewan. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَمَا مِن دَآبَّةٍ فِي ٱلۡأَرۡضِ إِلَّا عَلَى ٱللَّهِ رِزۡقُهَا

“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberikan rezekinya.” (Hud: 6)

Rezeki ini bisa jadi berupa sesuatu yang halal, yang tidak mengandung dosa bagi hamba. Akan tetapi, mungkin pula berupa sesuatu yang haram, tetapi tetap disebut sebagai rezeki dari sisi ini[2], yaitu disalurkannya kepada anggota badan dan dijadikannya badan tersebut dapat mengambil manfaat darinya. Oleh sebab itu, hal ini tetap bisa disebut sebagai rezeki dari Allah subhanahu wa ta’ala. Sama saja, baik dia mengambilnya dari yang halal ataupun dari yang haram. Yang seperti ini sekadar disebut rezeki (muthlaqur rizq).

  1. Rezeki yang khusus

Maksudnya, rezeki yang mutlak (yang sempurna) atau rezeki yang bermanfaat di dunia dan di akhirat. Rezeki ini diperoleh melalui Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Ia terbagi menjadi dua.

  • Rezeki bagi kalbu, berupa ilmu dan iman serta hakikat keduanya

Kalbu sangat membutuhkan pengetahuan tentang kebenaran dan berkeinginan terhadapnya, serta ingin menghamba kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Dengan rezeki ini, akan tercukupi dan hilang rasa butuhnya (karena kalbu tidak akan membaik, beruntung, dan merasa kenyang hingga mendapatkan ilmu tentang hakikat yang bermanfaat dan akidah yang benar, akhlak yang mulia, serta bersih dari akhlak yang hina. Syariat yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menjamin dua hal tersebut sesempurna-sempurnanya. Tidak pula ada jalan mencapai kebenaran selain melalui jalan beliau shallallahu alaihi wa sallam).

  • Rezeki bagi badan, yakni rezeki halal yang tidak mengandung dosa.

Allah subhanahu wa ta’ala mencukupi hamba-Nya dengan rezeki yang halal sehingga tidak membutuhkan yang haram. Allah subhanahu wa ta’ala juga mencukupi hamba-Nya dengan keutamaan-Nya sehingga tidak membutuhkan selain keutamaan-Nya.

Rezeki untuk Kaum Mukminin

Rezeki yang diberikan secara khusus untuk mukminin dan yang mereka minta dari-Nya adalah kedua macam rezeki tersebut.

Jenis rezeki yang pertama adalah tujuan terbesar, sedangkan rezeki jenis yang kedua adalah sarana menuju kepada tujuan tersebut dan yang membantu mewujudkannya. Apabila Allah subhanahu wa ta’ala memberikan rezeki kepada seorang hamba berupa ilmu yang bermanfaat, iman yang benar, rezeki yang halal, dan sifat qana’ah (merasa cukup) dengan rezeki dari Allah, berarti segala urusannya telah sempurna dan keadaannya telah lurus, baik sisi agama maupun jasmaninya. Rezeki semacam inilah yang dipuji dalam nas-nas (teks-teks) hadits dan tercakup dalam doa-doa yang bermanfaat.

Oleh karena itu, apabila hamba berdoa kepada Rabbnya, dia semestinya mengingat dua hal ini dalam kalbunya. Jadi, apabila dia mengatakan, ‘Ya Allah, berikan kepadaku rezeki’, yang dia maksud adalah (1) sesuatu yang membuat kalbunya semakin baik, yaitu ilmu dan petunjuk, serta pengetahuan dan iman; dan (2) sesuatu yang menjadikan jasmaninya baik, yaitu rezeki yang halal, yang nikmat, yang tidak sulit, dan tidak mengandung dosa. (Syarh Nuniyyah karya al-Harras, 2/110—111 dengan beberapa tambahan dari Syarh al-Asma’ wash Shifat, kumpulan penjelasan as-Sa’di)

Buah Mengimani Nama Allah Ar-Razzaq

Dengan mengimani nama Allah subhanahu wa ta’ala ar-Razzaq, kita mengetahui betapa besarnya karunia Allah subhanahu wa ta’ala dan betapa luasnya rezeki-Nya. Semua makhluk-Nya: manusia, jin, dan hewan, Allah azza wa jalla memberikan rezeki-Nya kepada mereka tanpa kecuali. Lebih dari itu, Allah subhanahu wa ta’ala mengkhususkan rezeki yang besar di dunia dan akhirat untuk hamba-Nya yang bertakwa.

Tentu saja, semua itu menuntut kita untuk selalu bersyukur atas semuanya—rezeki iman dan amal, serta rezeki kebutuhan kita sehari-hari—, tunduk kepada-Nya, dan memohon kepada-Nya. Sebab, Dialah yang Mahakaya dan Mahamampu.

Di sisi lain, semua itu berkonsekuensi agar kita tidak memohon rezeki kepada selain Allah subhanahu wa ta’ala, siapa pun dia. Sebab, pada hakikatnya semuanya tidak memiliki apa pun. Mereka juga mendapatkan rezeki dari Allah Yang Maha Pemberi Rezeki, ar-Razzaq.

Wallahu a’lam.


Catatan Kaki

[1]  Bentuk mubalaghah adalah bentuk kata yang menunjukkan makna yang lebih.

[2] Kelompok Mu’tazilah tidak menyebut yang haram sebagai rezeki. Pendapat mereka salah. Bahkan, yang haram juga bisa disebut rezeki dari sisi ini.

(Ustadz Qomar Z.A., Lc.)