Nama Allah subhanahu wa ta’ala الرقيب ar-Raqib tersebut dalam firman-Nya,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُواْ رَبَّكُمُ ٱلَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفۡسٍ وَٰحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنۡهَا زَوۡجَهَا وَبَثَّ مِنۡهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَآءًۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ ٱلَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱلۡأَرۡحَامَۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيۡكُمۡ رَقِيبًا
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabbmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan darinya Allah menciptakan istrinya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (an-Nisa: 1)
مَا قُلۡتُ لَهُمۡ إِلَّا مَآ أَمَرۡتَنِي بِهِۦٓ أَنِ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمۡۚ وَكُنتُ عَلَيۡهِمۡ شَهِيدٗا مَّا دُمۡتُ فِيهِمۡۖ فَلَمَّا تَوَفَّيۡتَنِي كُنتَ أَنتَ ٱلرَّقِيبَ عَلَيۡهِمۡۚ وَأَنتَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٍ شَهِيدٌ
Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakan)nya yaitu, “Sembahlah Allah, Rabbku dan Rabbmu,” dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan (angkat) aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu. (al-Maidah: 117)
Tentang makna dan arti nama Allah ar-Raqib, Syaikh Muhammad Khalil Harras berkata,
“Salah satu Asmaul Husna adalah ar-Raqib. Arti nama Allah ar-Raqib tersebut adalah sama dengan nama asy-Syahid. Keduanya menunjukkan bahwa Dia mengawasi makhluk-Nya, mendengar apa yang mereka perbincangkan, melihat apa yang mereka lakukan, mengetahui gerak-gerik mereka, mengetahui apa yang terlintas dalam pikiran, dan apa yang tebersit dalam kalbu, serta mengetahui perpindahan perhatian mereka.
Urusan mereka tidak terlewatkan sedikit pun, baik yang mereka katakan maupun yang mereka lakukan. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَمَا تَكُونُ فِي شَأۡنٍ وَمَا تَتۡلُواْ مِنۡهُ مِن قُرۡءَانٍ وَلَا تَعۡمَلُونَ مِنۡ عَمَلٍ إِلَّا كُنَّا عَلَيۡكُمۡ شُهُودًا إِذۡ تُفِيضُونَ فِيهِۚ وَمَا يَعۡزُبُ عَن رَّبِّكَ مِن مِّثۡقَالِ ذَرَّةٍ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَلَا فِي ٱلسَّمَآءِ وَلَآ أَصۡغَرَ مِن ذَٰلِكَ وَلَآ أَكۡبَرَ إِلَّا فِي كِتَٰبٍ مُّبِينٍ
“Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al-Qur’an dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya. Tidak luput dari pengetahuan Rabbmu biarpun sebesar semut kecil di bumi ataupun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (Yunus: 61)
Baca juga: Pembagian Kitab Catatan Amal
أَلَمۡ تَرَ أَنَّ ٱللَّهَ يَعۡلَمُ مَا فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِي ٱلۡأَرۡضِۖ مَا يَكُونُ مِن نَّجۡوَىٰ ثَلَٰثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمۡ وَلَا خَمۡسَةٍ إِلَّا هُوَ سَادِسُهُمۡ وَلَآ أَدۡنَىٰ مِن ذَٰلِكَ وَلَآ أَكۡثَرَ إِلَّا هُوَ مَعَهُمۡ أَيۡنَ مَا كَانُواْۖ ثُمَّ يُنَبِّئُهُم بِمَا عَمِلُواْ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِۚ إِنَّ ٱللَّهَ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمٌ
“Tidakkah kamu perhatikan bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah yang keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah yang keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan antara (jumlah) yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia ada bersama mereka di mana pun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitakan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (al-Mujadalah: 7)
مَّا يَلۡفِظُ مِن قَوۡلٍ إِلَّا لَدَيۡهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
“Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (Qaf: 18)
Dalam hadits yang sahih,
صَرِيحُ الْإِيْمَانِ أَنْ تَعْلَمَ أَنَّ اللهَ مَعَكَ حَيْثُ كُنْتَ
“Iman yang nyata adalah engkau mengetahui bahwa Allah subhanahu wa ta’ala bersamamu di mana pun kamu berada.”
Oleh karena itu, sikap al-muraqabah (merasa diawasi oleh Allah subhanahu wa ta’ala)—salah satu amalan kalbu yang paling agung—adalah bentuk penghambaan kepada Allah subhanahu wa ta’ala sebagai refleksi dari nama Allah subhanahu wa ta’ala ar-Raqib dan asy-Syahid.
Baca juga: Merasa Diawasi Allah
Ketika seorang hamba mengetahui bahwa gerak-geriknya yang lahir dan yang batin telah diketahui oleh Allah subhanahu wa ta’ala seutuhnya, dan ia menyadari hal ini setiap saat, niscaya akan muncul pada dirinya penjagaan batin dari segala pikiran dan bisikan yang dimurkai oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Akan muncul pula penjagaan lahirnya dari segala ucapan dan perbuatan yang membuat murka Allah subhanahu wa ta’ala. Selain itu, muncul sikap penghambaan pada taraf ihsan, sehingga ia beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala seolah-olah ia melihat-Nya dan apabila ia tidak melihat-Nya, Allah subhanahu wa ta’ala yang melihatnya.
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Dialah Yang Maha Mengawasi pikiran-pikiran dan lirikan-lirikan. Lantas, bagaimana halnya dengan perbuatan anggota badan?!”
Maksudnya, apabila Allah subhanahu wa ta’ala mengawasi hal-hal yang detail dan tersembunyi, mengetahui rahasia kalbu dan niatnya, tentu Dia lebih mengetahui yang lahir dan jelas, yaitu perbuatan anggota badan. (Syarh Nuniyyah, 2/89. Seperti ini pula penjelasan as-Sa’di, lihat Syarh al-Asma’ul Husna)
Al-Qurthubi rahimahullah mengatakan,
“Raqib adalah salah satu dari sifat-sifat Dzat-Nya. Sifat ini kembali kepada ilmu, pendengaran, dan penglihatan-Nya.
Sesungguhnya, Allah subhanahu wa ta’ala mengawasi segala sesuatu dengan ilmu-Nya yang suci dari kelupaan. Dia mengawasi segala sesuatu yang dapat dilihat dengan pandangan-Nya yang tidak pernah kantuk dan tidur. Dia juga mengawasi segala sesuatu yang dapat didengar dengan pendengaran-Nya yang dapat menangkap segala gerakan dan ucapan. Allah subhanahu wa ta’ala mengawasi semuanya dengan sifat-sifat-Nya tersebut.
Segala yang inti dan yang rinci, serta segala yang tersembunyi di bumi dan langit, berada di bawah pengawasan-Nya. Tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari-Nya. Bahkan, semua yang ada adalah sama, di bawah pengawasan-Nya yang merupakan sebagian dari sifat-Nya.” (al-Kitabul Asna, dinukil dari kitab Shifatullah karya Alwi bin Abdul Qadir, hlm. 131)
Ibnu Manzhur dalam kamus Lisanul ‘Arab mengatakan, “Ar-Raqiib, sesuai dengan wazan (timbangan) فَعِيلٌ yang maknanya adaah فَاعِلٌ (sebagai pelaku). Artinya adalah al-Hafizh, yang tidak terlewatkan dari-Nya suatu apa pun (yakni Allah menjaga dan memelihara segala sesuatu).”
Demikian pula penjelasan Ibnul Atsir rahimahullah dalam kitabnya, Jami’ul Ushul, dan az-Zajjaj dalam kitabnya, Syarh al-Asma’il Husna. (lihat kitab Shifatullah karya Alwi bin Abdul Qadir hlm. 131)
Dengan mengimani nama Allah subhanahu wa ta’ala ar-Raqib tersebut, akan tumbuh dalam diri seseorang pengawasan dan kontrol terhadap perbuatan lahiriahnya dan amalan batinnya. Sebab, dia menyadari bahwa Allah subhanahu wa ta’ala mengawasi semuanya, yang lahir ataupun yang batin, yang besar ataupun yang kecil, ucapan ataupun perbuatan, bahkan juga niatan.
Semoga Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa menganugerahkan taufik-Nya kepada kita semua dan kaum muslimin untuk selalu taat kepada-Nya.
Wallahu a’lam.