Asysyariah
Asysyariah

arti nama allah: ar-rafiq

3 tahun yang lalu
baca 5 menit
Arti Nama Allah: Ar-Rafiq

Dalil Nama Allah Ar-Rafiq

Di antara Asmaul Husna adalah nama Allah الرفيق ar-Rafiq. Nama Allah subhanahu wa ta’ala ini tidak terdapat dalam ayat Al-Qur’an, tetapi dalam hadits Nabi shallallahu alaihi wa sallam.

  • Dari Aisyah radhiallahu anha, ia berkata,

اسْتَأْذَنَ رَهْطٌ مِنَ الْيَهُودِ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ، فَقَالُوا: السَّامُ عَلَيْكَ. فَقُلْتُ: بَلْ عَلَيْكُمُ السَّامُ وَاللَّعْنَةُ. فَقَالَ: يَا عَائِشَةُ، إِنَّ اللهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِى الْأَمْرِ كُلِّهِ. قُلْتُ: أَوَلَمْ تَسْمَعْ مَا قَالُوا؟ قَالَ: قُلْتُ: وَعَلَيْكُمْ.

Sekelompok Yahudi meminta izin menemui Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Mereka mengatakan, “Assamu ‘alaikum (artinya: kematian atas dirimu).”

Aku menjawab, “Justru ‘alaikumussam (kematian atas kalian), demikian pula laknat.”

Nabi shallallahu alaihi wa sallam berkata, “Wahai Aisyah, sesungguhnya Allah Maha Rafiq dan mencintai kelembutan dalam segala urusan.”

Aku pun mengatakan, “Tidakkah engkau mendengar apa yang mereka katakan?”

Nabi menjawab, “Aku sudah menjawab, ‘Wa ‘alaikum (dan atas kalian juga)’.” (Sahih, HR. al-Bukhari)

  • Dari Aisyah radhiallahu anha, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

يَا عَائِشَةُ، إِنَّ اللهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ وَيُعْطِي عَلَى الرِّفْقِ مَا لاَ يُعْطِي عَلَى الْعُنْفِ وَمَا لاَ يُعْطِي عَلَى مَا سِوَاهُ

“Wahai Aisyah, sesungguhnya Allah Maha Rafiq. Allah subhanahu wa ta’ala mencintai kelembutan dan memberikan kepada kelembutan apa yang tidak Dia berikan kepada kekerasan, dan yang tidak Dia berikan kepada selainnya.” (Sahih, HR. Muslim)

Arti Nama Allah Ar-Rafiq

Al-Harras berkata, “Kata (الرَّفِيقُ) ar-Rafiq terambil dari kata (الرِّفْقُ) ar-rifqu, yang artinya perlahan-lahan dan bertahap dalam sebuah urusan. Lawannya adalah (الْعُنْفُ) al-‘unf, yang berarti keras dan terburu-buru dalam urusan tersebut. (Jadi, arti nama Allah ar-Rafiq ialah Yang memiliki sifat ar-rifq dalam perbuatan-perbuatan dan syariat-syariat-Nya).

Allah subhanahu wa ta’ala bersifat lembut, perlahan-lahan, dan bertahap dalam perbuatan-Nya. Dia menciptakan makhluk seluruhnya dengan bertahap, sedikit demi sedikit beriringan dengan hikmah dan sifat rifq-Nya. Padahal, Allah subhanahu wa ta’ala mampu menciptakannya sekaligus dengan sekejap.

Allah subhanahu wa ta’ala bersifat lembut, perlahan-lahan, dan bertahap dalam perintah dan larangan-Nya. Karena itu, Dia tidak membebani hamba-Nya dengan beban-beban yang berat sekaligus. Akan tetapi, dengan bertahap, dari satu keadaan menuju keadaan yang lain. Dengan demikian, jiwa mereka lekat dengannya dan tabiat mereka merasa tenteram dengannya. Ini sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala menetapkan kewajiban puasa, pengharaman khamar, riba, dan semisalnya. (Maka dari itu, barang siapa memperhatikan makhluk-makhluk dan syariat-syariat, cara Allah menetapkannya setahap demi setahap, dia akan menyaksikan sesuatu yang sangat ajaib).

Oleh karena itu, seseorang yang bersikap perlahan-lahan serta mengerjakan urusan-urusannya dengan bertahap dan tenang, dalam rangka mengikuti aturan-aturan kauniah Allah subhanahu wa ta’ala dan mengikuti petunjuk Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam; urusan-urusannya akan menjadi mudah. Urusan-urusan yang sulit pun akan tunduk kepadanya. Terlebih seseorang yang tampil mendakwahi manusia kepada kebenaran, ia harus menjiwai kelembutan dan kehati-hatian (tidak terburu-buru).

Baca juga: Bekal Dai Ketika Berdakwah

Hal ini sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala,

وَلَا تَسۡتَوِي ٱلۡحَسَنَةُ وَلَا ٱلسَّيِّئَةُۚ ٱدۡفَعۡ بِٱلَّتِي هِيَ أَحۡسَنُ فَإِذَا ٱلَّذِي بَيۡنَكَ وَبَيۡنَهُۥ عَدَٰوَةٌ كَأَنَّهُۥ وَلِيٌّ حَمِيمٌ

“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.” (Fushshilat: 34) (Syarah Nuniyah karya al-Harras, 2/93, dengan beberapa tambahan dari Syarh al-Asma wash Shifat kumpulan penjelasan as-Sa’di)

Sufyan ats-Tsauri rahimahullah berkata,

لَا يَأْمُرُ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَى عَنِ الْمُنْكَرِ إِلاَّ مَنْ كَانَ فِيْهِ خِصَالٌ ثَلاَثٌ: رَفِيْقٌ بِمَا يَأْمُرُ رَفِيْقٌ بِمَا يَنْهَى، عَدْلٌ بِمَا يَأْمُرُ عَدْلٌ بِمَا يَنْهَى، عَالمٌِ بِمَا يَأْمُرُ عَالِمٌ بِمَا يَنْهَى

“Tidak boleh melakukan amar makruf nahi mungkar—memerintahkan yang baik dan melarang yang mungkar—kecuali orang yang memiliki tiga sifat: (1) lembut dan tidak tergesa-gesa ketika memerintah dan melarang, (2) adil dalam memerintah dan adil ketika melarang, dan (3) mengilmui yang dia perintahkan dan yang dia larang.”

Ibnu Rajab rahimahullah brkata,

وَبِكُلِّ حَالٍ يَتَعَيَّنُ الرِّفْقُ فِي الْإِنْكَارِ

“Bagaimana pun keadaannya, wajib perlahan-lahan dan tidak tergesa-gesa dalam mengingkari.”

As-Sa’di rahimahullah berkata, “Demikian pula seseorang yang disakiti oleh orang lain dengan kata-kata kotor, dia tetap menjaga lisannya sehingga tidak mencela mereka. Dia membela dirinya dengan kehati-hatian dan kelembutan. Dengan begitu, gangguan mereka akan tercegah. Berbeda halnya apabila dihadapi dengan sikap yang sama. Ditambah lagi, dengan begitu dia juga memperoleh kelapangan jiwa, ketenteraman, kestabilan, dan kesabaran.”

Kelembutan, kehati-hatian, dan ketidaktergesaan seorang hamba, tidak berarti menghilangkan tekad dan keteguhan. Oleh karena itu, seseorang hendaknya tetap bersikap lembut dan tidak tergesa-gesa dalam urusan-urusannya, tetapi tidak pula melewatkan kesempatan yang ada dan tidak menyia-nyiakannya ketika kesempatan itu datang.

Buah Mengimani Nama Allah Ar-Rafiq

Dengan mengimani nama Allah ar-Rafiq tersebut, kita mengetahui betapa besar perhatian Allah subhanahu wa ta’ala terhadap kondisi dan kemampuan para hamba-Nya. Allah subhanahu wa ta’ala tidak begitu saja menetapkan suatu hukum, tetapi dengan perlahan-lahan sesuai dengan kesiapan mereka. Hal ini mengajari kita untuk juga bersikap demikian dalam mendidik dan memberikan beban.

Selain itu, dengan mengimani nama Allah ar-Rafiq, kita juga mengetahui betapa besar kasih sayang-Nya kepada kita. Hal ini menuntut kita untuk senantiasa bersyukur kepada-Nya, sekaligus mengajari kita untuk bersikap belas kasih terhadap sesama hamba Allah.

Pelajaran amat penting yang bisa kita ambil adalah bahwa seorang dai atau juru dakwah—secara khusus—hendaknya memiliki sifat ar-rifq dengan makna yang lengkap, yaitu kelembutan, kehati-hatian, ketidaktergesaan, dan bertahap dalam segala urusan, terlebih lagi yang menyangkut urusan umat. Dengan memiliki sifat ini, segala urusan akan menjadi mudah, insya Allah, sebagaimana dijelaskan para ulama di atas.

Wallahu a’lam.

(Ustadz Qomar Z.A., Lc.)