Salah satu nama Allah subhanahu wa ta’ala adalah al-Hamid (الْحَمِيدُ), yakni Yang Maha Terpuji. Nama ini tersebut dalam firman Allah subhanahu wa ta’ala,
وَيَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَنفِقُواْ مِن طَيِّبَٰتِ مَا كَسَبۡتُمۡ وَمِمَّآ أَخۡرَجۡنَا لَكُم مِّنَ ٱلۡأَرۡضِۖ وَلَا تَيَمَّمُواْ ٱلۡخَبِيثَ مِنۡهُ تُنفِقُونَ وَلَسۡتُم بَِٔاخِذِيهِ إِلَّآ أَن تُغۡمِضُواْ فِيهِۚ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
“Wahai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan darinya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji.” (al-Baqarah: 267)
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ أَنتُمُ ٱلۡفُقَرَآءُ إِلَى ٱللَّهِۖ وَٱللَّهُ هُوَ ٱلۡغَنِيُّ ٱلۡحَمِيدُ
“Wahai manusia, kamulah yang butuh kepada Allah; dan Allah Dialah Yang Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.” (Fathir: 15)
Baca juga: Mengenal Allah
Adapun dalil dari hadits adalah riwayat dari Abdurrahman bin Abi Laila rahimahullah. Dia berkata,
لَقِيَنِى كَعْبُ بْنُ عُجْرَةَ فَقَالَ: أَلاَ أُهْدِى لَكَ هَدِيَّةً سَمِعْتُهَا مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ فَقُلْتُ: بَلَى، فَأَهْدِهَا لِى. فَقَالَ: سَأَلْنَا رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللهِ، كَيْفَ الصَّلَاةُ عَلَيْكُمْ أَهْلِ الْبَيْتِ، فَإِنَّ اللهَ قَدْ عَلَّمَنَا كَيْفَ نُسَلِّمُ؟ قَالَ: قُولُوا: اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
Kaab bin Ujrah telah berjumpa denganku. Beliau mengatakan, “Maukah aku memberimu hadiah yang aku dengar dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam?”
Aku menjawab, “Ya, berikan hadiah itu kepadaku.”
Beliau berkata, “Kami telah bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Kami mengatakan, ‘Wahai Rasulullah, bagaimanakah bershalawat kepada kalian keluarga Nabi? Sesungguhnya, Allah telah mengajari kami bagaimana memberikan salam (kepada kalian).’
Nabi bersabda, ‘Bacalah,
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
Ya Allah, berikan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana engkau berikan shalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim; sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Mahaagung. Ya Allah, berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau berkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim; sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Mahaagung’.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Kata al-Hamid berasal dari akar kata ha-mi-da (حَمِدَ), terdiri dari huruf ح-م-د. Artinya ialah lawan dari celaan (yaitu pujian). Seseorang disebut mahmud (مَحْمُودٌ) atau muhammad (مُحَمَّدٌ) apabila terdapat banyak sifat kebaikan pada dirinya, bukan sifat yang tercela. (Mu’jam Maqayis al-Lughah)
Syaikh Muhammad Khalil Harras mengatakan,
“Al-hamdu (الْحَمْدُ) artinya pujian dengan lisan atas suatu kebaikan yang adanya bukan karena keterpaksaan, baik kebaikan itu berupa jasa maupun bukan….”
Kata al-Hamid (الحَمِيْد) adalah salah satu dari Asmaul Husna. Kata ini sesuai dengan wazan (bentuk susunan) fa‘iil (فَعِيلٌ) (sebagai pelaku), tetapti bermakna maf’ul (مَفْعُولٌ) (sebagai objek). Jadi, maknanya adalah (Yang terpuji) yang berhak atas segala pujian yang telah terjadi atau yang diperkirakan akan terjadi. Maksudnya, seluruh bagian dari pujian yang terwujud atau yang ditakdirkan nanti akan terwujud, semua itu ditetapkan bagi Allah subhanahu wa ta’ala. Allah subhanahu wa ta’ala berhak terhadapnya, dengan sebab sifat-sifat kesempurnaan, keagungan, dan keindahan yang Dia miliki. Oleh karena itu, pendapat yang kuat bahwa huruf alif dan lam dalam kata al-Hamid berfungsi untuk istighraq (mencakup) seluruh bagian pujian.
Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan bahwa (الْحَمِيدُ) juga bermakna faa’il (pelaku pujian). Artinya, Dia memuji para hamba-Nya dan para wali-Nya yang menegakkan perintah-Nya.
Artinya, segala pujian yang terwujud dari seluruh penduduk langit-langit dan bumi, yang awal dan yang akhir di antara mereka, serta semua pujian yang terjadi dari mereka di dunia dan akhirat, demikian semua pujian yang belum terwujud dari mereka, bahkan yang masih dalam pengandaian, yang tersembunyi, selama berlangsungnya zaman dan berjalannya waktu; dengan pujian yang memenuhi alam-alam seluruhnya, baik alam yang atas maupun alam yang bawah, dan memenuhi yang semacam alam itu tanpa hitungan; sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala berhak terhadapnya dari banyak sisi.
(Di antara sisi tersebut) ialah karena Allah subhanahu wa ta’ala yang menciptakan mereka, memberi mereka rezeki, dan melimpahkan nikmat lahir dan batin kepada mereka, terkait dengan urusan dunia ataupun urusan agama.
(Sisi tinjauan yang lain), karena Allah subhanahu wa ta’ala telah menghindarkan mereka dari bencana atau hal-hal yang tidak disukai. Apa pun nikmat yang ada pada hamba-hamba, itu dari Allah subhanahu wa ta’ala. Tidak ada yang menghalangi dari kejelekan dan kejahatan selain Dia. Maka dari itu, Allah subhanahu wa ta’ala mempunyai hak agar mereka memuji-Nya dalam segala waktu, menyanjung-Nya, dan mensyukuri-Nya sebanyak saat-saat yang berjalan.
Milik-Nyalah seluruh sifat kesempurnaan. Sifat-sifat yang Dia miliki berada pada puncak kesempurnaan dan kebesaran. Karena itu, dalam setiap sifat-Nya, Dia berhak dipuji dengan pujian yang sempurna dan sanjungan yang sempurna.
Lantas bagaimana dengan seluruh sifat-Nya yang suci? Milik-Nyalah segala pujian karena Dzat-Nya, milik-Nyalah segala pujian karena sifat-sifat-Nya, dan milik-Nya pula segala pujian karena perbuatan-perbuatan-Nya yang berkisar antara karunia dan kebaikan, serta antara keadilan dan hikmah; dengan itu semua, Dia berhak mendapatkan pujian yang sempurna.
Milik-Nya pula segala pujian karena penciptaan-Nya, karena syariat-Nya, karena hukum-hukum takdir-Nya atau hukum syariat-Nya, serta hukum pembalasan-Nya di dunia dan di akhirat. Perincian pujian-Nya dan sebab Dia dipuji tidaklah bisa dijangkau oleh pikiran, tidak pula bisa dihitung oleh pena.”
Di antara buah mengimani nama Allah al-Hamid adalah kita mengetahui kemuliaan sifat-sifat Allah subhanahu wa ta’ala dan keindahan perbuatan-perbuatan-Nya. Semua sifat dan perbuatan-Nya berhak untuk dipuji. Oleh sebab itu, pantaslah kalau segala puji itu hanya milik-Nya. Maka dari itu, hendaknya kita selalu berbaik sangka kepada-Nya atas segala ketetapan-Nya.
Wallahu a’lam.