Asysyariah
Asysyariah

arti nama allah: al-azhim

3 tahun yang lalu
baca 6 menit
Arti Nama Allah: Al-Azhim

Dalil Nama Allah Al-Azhim

Al-Azhim الْعَظِيمُ adalah salah satu asma Allah subhanahu wa ta’ala yang agung. Al-Azhim, Yang Mahaagung, berulang kali Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan nama ini dalam beberapa ayat. di antaranya,

ٱللَّهُ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلۡحَيُّ ٱلۡقَيُّومُۚ لَا تَأۡخُذُهُۥ سِنَةٌ وَلَا نَوۡمٌۚ لَّهُۥ مَا فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِي ٱلۡأَرۡضِۗ مَن ذَا ٱلَّذِي يَشۡفَعُ عِندَهُۥٓ إِلَّا بِإِذۡنِهِۦۚ يَعۡلَمُ مَا بَيۡنَ أَيۡدِيهِمۡ وَمَا خَلۡفَهُمۡۖ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيۡءٍ مِّنۡ عِلۡمِهِۦٓ إِلَّا بِمَا شَآءَۚ وَسِعَ كُرۡسِيُّهُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَۖ وَلَا يَ‍ُٔودُهُۥ حِفۡظُهُمَاۚ وَهُوَ ٱلۡعَلِيُّ ٱلۡعَظِيمُ

“Allah, tidak ada Rabb (yang berhak disembah) kecuali Dia Yang Mahahidup lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya), tidak mengantuk, dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi, dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Mahatinggi lagi Mahabesar.” (al-Baqarah: 255)

فَسَبِّحۡ بِٱسۡمِ رَبِّكَ ٱلۡعَظِيمِ

“Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang Mahaagung.” (al-Waqi’ah: 96)

إِنَّهُۥ كَانَ لَا يُؤۡمِنُ بِٱللَّهِ ٱلۡعَظِيمِ

“Sesungguhnya dia dahulu tidak beriman kepada Allah Yang Mahaagung.” (al-Haqqah: 33)

Baca juga: Pembatal-Pembatal Keimanan

Nabi shallallahu alaihi wa sallam juga menyebutkan nama Allah al-Azhim dalam doanya saat mendapatkan kesusahan. Ibnu Abbas radhiallahu anhuma meriwayatkan,

كَانَ يَقُولُ عِنْدَ الْكَرْبِ: لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ الْعَظِيمُ الْحَلِيمُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ ا رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ رَبُّ السَّمَوَاتِ وَرَبُّ الأَرْضِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيمِ

Dahulu Nabi shallallahu alaihi wa sallam berdoa saat ditimpa kesusahan,

لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ الْعَظِيمُ الْحَلِيمُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ ا رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ رَبُّ السَّمَوَاتِ وَرَبُّ الأَرْضِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيمِ

“Tiada sembahan yang benar selain Allah Yang Mahaagung, Yang Maha Penyabar. Tidak ada sembahan yang benar selain Allah, Rabb Arsy yang agung. Tiada sembahan yang benar selain Allah, Rabb langit-langit dan Rabb bumi, dan Rabb Arsy yang mulia.” (Sahih, HR. al-Bukhari dan Muslim)

Arti Nama Allah Al-Azhim

Al-Azhim, Allah Mahaagung. Arti nama Allah al-Azhim ialah bahwa Dia memiliki tiap sifat yang mengharuskan untuk diagungkan. Tidak ada satu pun makhluk yang mampu menyanjung-Nya sebagaimana mestinya. Allah subhanahu wa ta’ala adalah seperti yang Dia sifati diri-Nya dengannya dan di atas segala pujian hamba-Nya.

Perlu diketahui bahwa arti/makna keagungan Allah subhanahu wa ta’ala yang hanya merupakan hak-Nya ada dua macam.

  1. Allah subhanahu wa ta’ala disifati dengan segala sifat kesempurnaan. Kesempurnaan yang Allah miliki adalah kesempurnaan yang paling puncak, paling agung, dan paling luas. Milik-Nyalah ilmu yang meliputi segala sesuatu, kemampuan yang tidak bisa dihalangi, kesombongan, dan keagungan.

Di antara keagungan Allah subhanahu wa ta’ala adalah bahwa langit-langit dan bumi di tangan-Nya lebih kecil daripada biji sawi, sebagaimana ucapan Ibnu Abbas radhiallahu anhuma dan yang lainnya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَمَا قَدَرُواْ ٱللَّهَ حَقَّ قَدۡرِهِۦ وَٱلۡأَرۡضُ جَمِيعًا قَبۡضَتُهُۥ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ وَٱلسَّمَٰوَٰتُ مَطۡوِيَّٰتُۢ بِيَمِينِهِۦۚ سُبۡحَٰنَهُۥ وَتَعَٰلَىٰ عَمَّا يُشۡرِكُونَ

“Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya, padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Mahasuci dan Mahatinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.” (az-Zumar: 67)

إِنَّ ٱللَّهَ يُمۡسِكُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ أَن تَزُولَاۚ وَلَئِن زَالَتَآ إِنۡ أَمۡسَكَهُمَا مِنۡ أَحَدٍ مِّنۢ بَعۡدِهِۦٓۚ إِنَّهُۥ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا

“Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya tidak lenyap, dan sungguh jika keduanya akan lenyap, tidak ada seorang pun yang dapat menahan keduanya selain Allah. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.” (Fathir: 41)

Dia Mahatinggi lagi Mahaagung,

لَهُۥ مَا فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِي ٱلۡأَرۡضِۖ وَهُوَ ٱلۡعَلِيُّ ٱلۡعَظِيمُ

“Kepunyaan-Nya lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan Dialah Yang Mahatinggi lagi Mahaagung.” (asy-Syura: 4)

Baca juga: Mengenal Allah

Dalam kitab Shahih, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللهَ يَقُولُ: الْكِبْرِياَءُ رِدَائِي وَالْعَظَمَةُ إِزَارِي، فَمَنْ نَازَعَنِي وَاحِداً مِنْهُمَا عَذَّبْتُهُ

Allah berfirman, “Kesombongan adalah selendang-Ku dan keagungan adalah sarung-Ku. Orang yang merebut dari-Ku salah satunya, maka Aku akan meyiksanya.”

  1. Allah subhanahu wa ta’ala sajalah yang berhak terhadap segala macam pengagungan yang dengannya seorang hamba mengagungkan, dan tidak seorang makhluk pun berhak untuk diagungkan sebagaimana Allah diagungkan.

Allah subhanahu wa ta’ala berhak atas hamba-Nya agar mereka mengagungkan-Nya, dengan kalbu, lisan, dan anggota badan mereka. Hal itu terwujud dengan cara mengerahkan segala kemampuan untuk mengenal-Nya, mencintai-Nya, dan menghinakan diri di hadapan-Nya, inkisar (luluh, remuk redam) di hadapan-Nya, tunduk di hadapan kesombongan-Nya, takut kepada-Nya, menggunakan lisan untuk memuji-Nya, menggunakan anggota badan untuk mensyukuri-Nya, dan melaksanakan peribadatan kepada-Nya.

Di antara bentuk pengagungan kepada-Nya adalah bertakwa kepada-Nya. Jadi, Allah ditaati dan tidak dimaksiati, diingat dan tidak dilupakan, disyukuri dan tidak dikufuri.

Di antara bentuk pengagungan kepada-Nya adalah mengagungkan apa yang Dia syariatkan dan Dia haramkan, baik berupa waktu, tempat, maupun perbuatan. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

ذَٰلِكَۖ وَمَن يُعَظِّمۡ شَعَٰٓئِرَ ٱللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقۡوَى ٱلۡقُلُوبِ

“Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (al-Hajj: 32)

ذَٰلِكَۖ وَمَن يُعَظِّمۡ حُرُمَٰتِ ٱللَّهِ فَهُوَ خَيۡرٌ لَّهُۥ عِندَ رَبِّهِۦۗ

“Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Rabbnya.” (al-Hajj: 30)

Di antara bentuk pengagungan kepada-Nya adalah tidak menentang apa yang Dia syariatkan dan Dia ciptakan. Demikian penjelasan as-Sa’di dalam Tafsir Asma`illah dan Muhammad Khalil Harras dalam Syarah Nuniyyah.

Buah Mengimani Nama Allah Al-Azhim

Dengan mengimani nama Allah al-Azhim, kita lebih mengenal keagungan dan kebesaran-Nya, serta menyadari segala kekurangan kita. Kita hanyalah hamba-Nya yang kecil, yang hina, yang lemah, dan yang serba terbatas dari segala sisi.

Hal ini menuntut kita untuk lebih banyak mengagungkan-Nya dengan berbagai ucapan, amalan, dan keyakinan. Demikian pula, hal ini menuntut kita untuk menjauhi sifat sombong, takabur, bangga diri, serta lupa akan pertolongan Allah subhanahu wa ta’ala dan keagungan-Nya. Sebanyak apa pun yang kita miliki berupa harta, kedudukan, kehormatan, pangkat, atau kekuasaan, itu tidak berarti apa-apa di hadapan keagungan-Nya.

Di samping itu, mengimaninya juga membuahkan pengetahuan lebih mendalam tentang batilnya segala sembahan selain Allah subhanahu wa ta’ala. Ternyata, apa pun sembahan itu, tidak berarti apa-apa di hadapan keagungan-Nya. Lantas, atas dasar apa tuhan-tuhan palsu itu disembah? Manfaat apa yang diperoleh darinya? Apa yang dijanjikan oleh tuhan-tuhan palsu tersebut?

Semua itu hanya kepalsuan dan penipuan setan. Karena itu, setan ‘menertawakan’ para penyembah selain Allah subhanahu wa ta’ala tersebut. Kelak, setan pun akan cuci tangan dari perbuatan mereka itu.

(Ustadz Qomar Z.A., Lc.)