(ditulis oleh: Al-Ustadz Abul Abbas Muhammad Ihsan)
Perselisihan dan perpecahan secara umum adalah suatu kejelekan. Termasuk dalam hal ini adalah perselisihan yang terjadi di antara suami istri yang berujung pada perceraian. Allah l berfirman:
“Dan jika mereka bersikeras untuk talak, maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (al-Baqarah: 227)
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin t berkata, “Pada asalnya talak itu suatu perkara yang dibenci. Dalilnya adalah firman Allah l tentang orang-orang yang meng-‘ila’ (bersumpah untuk tidak menggaulinya selama empat bulan atau lebih). Allah l berfirman:
“Kemudian jika mereka kembali (kepada istrinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (al-Baqarah: 226)
Adapun tentang talak, Allah l berfirman:
“Dan jika mereka bersikeras untuk talak, maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (al-Baqarah: 227)
Pada firman Allah l ﭳ ﭴ ﭵ ﭶ terdapat suatu ancaman. Adapun berkaitan dengan fa’i (seorang suami kembali menggauli istrinya yang telah di-‘ila’). Allah l berfirman ﭫ ﭬ ﭭ ﭮ . Hal ini menunjukkan bahwa talak itu tidak dicintai oleh Allah l dan pada dasarnya talak itu makruh. Adapun hadits:
أَبْغَضُ الْحَلَالِ عِنْدَ اللهِ الطَّلَاقُ
“Perkara halal yang paling dibenci di sisi Allah adalah talak.”
adalah hadits yang dha’if dan tidak sahih pula maknanya. Akan tetapi, firman Allah l:
“Dan jika mereka bersikeras untuk talak, maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (al-Baqarah: 227)
sudah cukup menjadi dalil dalam masalah ini (sehingga tidak membutuhkan hadits yang dha’if). (asy-Syarhul Mumti’ 7/167)
Di antara akibat buruk yang sering ditimbulkan karena perceraian:
1. Perceraian menghancurkan kehidupan rumah tangga serta memupus berbagai macam tujuan dan harapan pernikahan.
Allah l berfirman:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (ar-Rum: 21)
Perceraian adalah amalan yang disukai iblis la’natullah.
Rasulullah n bersabda,
إِنَّ إِبْلِيسَ يَضَعُ عَرْشَهُ عَلَى الْمَاءِ ثُمَّ يَبْعَثُ سَرَايَاهُ فَأَدْنَاهُمْ مِنْهُ مَنْزِلَةً أَعْظَمُهُمْ فِتْنَةً، يَجِيءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُولُ: فَعَلْتُ كَذَا وَكَذَا. فَيَقُولُ: مَا صَنَعْتَ شَيْئًا. قَالَ: ثُمَّ يَجِيءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُولُ: مَا تَرَكْتُهُ حَتَّى فَرَّقْتُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ امْرَأَتِهِ. قَالَ: فَيُدْنِيهِ مِنْهُ وَيَقُولُ: نِعْمَ أَنْتَ
“Sesungguhnya iblis meletakkan singgasananya di atas air. Ia mengutus pasukan-pasukannya. Yang paling dekat kedudukannya adalah yang paling besar fitnahnya. Salah satu pasukannya datang kemudian berkata, ‘Aku telah melakukan demikian dan demikian.’ Iblis menjawab, ‘Kamu belum melakukan apa-apa.’ Kemudian salah satu dari pasukannya berkata, ‘Tidaklah aku meninggalkan seorang suami sampai aku berhasil menceraikan antara dia dan istrinya.’ Iblis pun mendekatkannya sambil berkata, ‘Sebaik-baik pasukan adalah kamu’.” (HR. Muslim dari Jabir bin Abdillah c)
Perceraian menyebabkan lahirnya berbagai macam kebencian, permusuhan, dan kezaliman antara keduanya, sehingga saling berusaha menjatuhkan dan menyebarkan kekurangan-kekurangannya, padahal itu merupakan perkara yang diharamkan. Rasulullah n bersabda,
يَا مَعْشَرَ مَنْ آمَنَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يَدْخُلِ الْإِيمَانُ قَلْبَه،ُ لَا تَغْتَابُوا الْمُسْلِمِينَ وَلَا تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ، فَإِنَّهُ مَنْ يَتَّبِعْ عَوْرَاتِهِمْ يَتَّبِعِ اللهُ عَوْرَتَهُ، وَمَنْ يَتَّبِعِ اللهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ فِي بَيْتِهِ
“Wahai sekalian orang-orang yang beriman dengan lisannya dan belum menembus ke dalam hatinya, janganlah menyakiti orang-orang muslim. Janganlah kalian menjelek-jelekkan mereka, dan janganlah mencari-cari kekurangan-kekurangan mereka! Barang siapa mencari-cari kekurangan saudaranya (muslim), niscaya Allah l akan mencari-cari kekurangannya. Barang siapa yang Allah mencari-cari kekurangannya, niscaya Allah akan membongkarnya walaupun (kekurangan itu dilakukan) di dalam rumahnya.” (HR. at-Tirmidzi dari Ibnu Umar c)
Perceraian sering menyebabkan telantarnya anak-anak yang terlahir dari keduanya. Seorang ayah tidak lagi memiliki kepedulian terhadap anak-anaknya, baik dalam hal makan, minum, maupun pakaiannya, lebih-lebih dalam permasalahan pendidikan mereka. Padahal itu semuanya tetap menjadi kewajibannya walaupun telah terjadi perceraian di antara keduanya.
Allah l berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (at-Tahrim: 6)
Rasulullah n juga bersabda,
أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فَالْأَمِيرُ رَاعٍ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ زَوْجِهَا وَوَلَدِهِ، فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Seorang penguasa adalah pemimpin. Seorang lelaki adalah pemimpin atas keluarganya. Seorang wanita adalah pemimpin atas rumah suami dan anak-anaknya. Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (Muttafaqun alaih dari Ibnu Umar c)
Demikian pula sabda Rasulullah n yang lain:
كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يُضَيِّعَ مَنْ يَقُوتُ
“Cukuplah seorang itu berdosa (dengan sebab) menelantarkan orang yang menjadi tanggungannya.” (HR. Abu Dawud dan lainnya dari Abdullah bin Amr c)
Perceraian sering menyebabkan putusnya silaturahim di antara keluarga besar, yaitu keluarga dari pihak suami dengan keluarga dari pihak istri. Semestinya ikatan persaudaraan itu tidak boleh putus walaupun telah terjadi perpisahan atau perceraian, karena tetap ada ikatan persaudaraan melalui agama yang mulia ini. Allah l berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara.” (al-Hujurat: 10)
Rasulullah n bersabda,
حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ. قِيْلَ: مَا هُنَّ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: إِذَا لَقِيْتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللهَ فَشَمِّتْهُ وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ وَإِذَا مَاتَ فاَتَّبِعْهُ
“Hak seorang muslim atas saudara muslim ada enam.” Ditanyakan kepada beliau, “Apa saja itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Apabila bertemu dengannya, ucapkan salam atasnya; apabila dia mengundangmu, penuhilah undangannya; apabila ia meminta nasihat kepadamu, nasihatilah dia; apabila dia bersin kemudian dia mengucapkan, ‘Alhamdulillah,’ doakanlah, ‘Yarhamukallah.’; apabila dia sakit, jenguklah; dan apabila dia mati, ikutilah (antarkanlah) jenazahnya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah z)
Rasulullah n tetap berbuat baik dan terus menjaga persaudaraan terhadap keluarga Khadijah x dan kerabat-kerabatnya setelah meninggalnya Khadijah x.
‘Aisyah x berkata, “Aku tidak pernah cemburu terhadap istri-istri Nabi n sebagaimana aku cemburu terhadap Khadijah x, padahal aku tidak pernah melihatnya sama sekali. Akan tetapi, Rasulullah n sering menyebutnya. Beliau n kadang menyembelih seekor kambing dan mengirimnya kepada teman-teman yang dikasihi oleh Khadijah x. Terkadang aku berkata kepada Rasulullah n, ‘Seakan-akan di dunia ini tidak ada wanita selain Khadijah x.’ Rasulullah n menjawab, ‘Karena dia demikian dan demikian, dan dari dialah aku mendapatkan anak’.” (Muttafaqun ‘alaih)
Wallahu a’lam.